PRT Desak Wujudkan Perjanjian Kerja

id PRT Desak Wujudkan Perjanjian Kerja, Nasib PRT, Pekerja Rumah Tangga, PRT

PRT Desak Wujudkan Perjanjian Kerja

Peringatan Hari PRT Nasional, di Bandarlampung, Rabu (15/2), ditandai aksi para PRT menuntut penghentian eksploitasi para PRT, dan adanya pengaturan dalam perjanjian kerja. (FOTO: ANTARA Lampung/Ist)

Bandarlampung (ANTARA Lampung) - Pada peringatan Hari Pekerja Rumah Tangga Nasional 15 Februari ini, pekerja rumah tangga (PRT) bersama elemen lainnya di Lampung mendesak pemerintah dan DPRD Lampung membentuk Gugus Tugas Perlindungan Pekerja Rumah Tangga serta melahirkan kebijakan lokal perjanjian kerja bagi pekerja rumah tangga-pemberi kerja.

"Tuntutan itu merupakan suatu bagian dari upaya pemenuhan kerja layak bagi PRT seperti kami ini," kata Suriyati dari Serikat Pekerja Bandarlampung mewakili para PRT, didampingi Direktur Eksekutif Lembaga Advokasi Perempuan Damar, Sely Fitriani, di Bandarlampung, Rabu, bersamaan peringatan Hari PRT di Lampung.

Peringatan Hari PRT di Lampung dilaksanakan di Sanggar Belajar PRT Panjang, Bandarlampung, antara lain diisi dengan kesenian kuda lumping, kampanye PRT, dan pemotongan tumpeng, kata Suriyati lagi.

Sely Fitriani menjelaskan, tanggal 15 Februari diperingati sebagai Hari Pekerja Rumah Tangga Nasional, bermula dari peristiwa eksploitasi dan penyiksaan terhadap Sunarsih, seorang PRT anak yang bekerja di Surabaya, Jawa Timur.

Akibat penyiksaan tersebut, pada 12 Februari 2001, Sunarsih meninggal dunia. Kasus penyiksaan yang menjadi kegelisahan publik juga terjadi tahun 1990, PRT Sulastri disiksa oleh majikannya seorang ketua SPSI (Serikat Pekerja Seluruh Indonesia), dan kemudian memicu serta berkontribusi pada kebangkitan gerakan perempuan Indonesia pada masanya.

"Kekerasan terus berlangsung, karena tidak ada perlindungan. Semua kasus tersebut masuk dalam kategori perbudakan yang merupakan kejahatan berat," katanya lagi.

Menurutnya, pada peringatan Hari PRT Nasional tahun ini, kembali merefleksikan kondisi PRT saat ini.

Dia menyampaikan bahwa PRT masih menjadi korban eksploitasi dan kekerasan, di antaranya upah yang sangat rendah bahkan tidak dibayar, ditunda pembayarannya, pemotongan semena-mena, tidak ada batasan beban kerja yang jelas dan layak, jam kerja yang panjang, nasib tergantung pada majikan, tidak ada hari libur mingguan/cuti, minim akses bersosialisasi (terisolasi di rumah majikan), rentan akan eksploitasi agen (korban trafficking), tidak ada jaminan sosial (kesehatan dan ketenagakerjaan), tidak diperbolehkan atau dihalangi untuk berorganisasi/ berserikat, tanpa perjanjian kerja/tidak ada perlindungan atas hak-haknya.

Padahal, katanya lagi, dapat kita lihat keberadaan jasa PRT sangat berperan bagi kelancaran aktivitas kehidupan keluarga terutama bagi pasangan yang keduanya bekerja di sector publik.

Sebagian besar bahkan semua pekerjaan atau tugas-tugas domestik (rumah tangga) telah digantikan oleh PRT.

"Bisa dibayangkan kalau tidak ada atau hanya sedikit PRT yang bekerja, sedangkan fasilitas umum seperti tempat penitipan anak, cleaning service belum tersedia dengan murah, maka orang kemudian tidak bisa bekerja karena pilihan mengurus rumah tangga. Berbeda kalau ada PRT, pakaian sudah tersedia rapi, rumah bersih, makan bisa tersedia dan anak serta rumah ada yang menjaga," katanya lagi.

Pada peringatan Hari PRT Nasional 2017 ini, Serikat Pekerja Rumah Tangga Bandarlampung dan Lembaga Advokasi Perempuan Damar menyatakan sikap meminta pemerintah dan DPRD Provinsi Lampung untuk membentuk Gugus Tugas Perlindungan Pekerja Rumah Tangga serta melahirkan kebijakan lokal mengenai Perjanjian Kerja Pekerja Rumah Tangga-Pemberi Kerja, suatu bagian dari upaya pemenuhan kerja layak bagi PRT.

Mereka juga mengajak media massa untuk turut serta mengkampanyekan pentingnya kerja layak bagi PRT, pentingnya terbentuk Gugus Tugas Perlindungan Pekerja Rumah Tangga serta dan adanya kebijakan lokal mengenai Perjanjian Kerja Pekerja Rumah Tangga-Pemberi Kerja sebagai uaya pemenuhan kerja layak bagi PRT.

"Kami juga mengajak seluruh masyarakat untuk lebih peduli dan mengawasi kasus-kasus PRT yang bisa jadi terjadi di lingkungan sekitar kita, sehingga lebih cepat tertangani," kata Sely lagi.

Mereka meminta pula pemerintah pusat dan DPR RI untuk melihat kedaruratan kondisi dan relasi PRT dan pemberi kerja sebagai dasar untuk segera membahas dan mengesahkan RUU Perlindungan PRT.

RUU tersebut diharapkan memberikan kepastian hukum untuk mengakui PRT sebagai pekerja, menciptakan situasi kerja yang layak dan menguntungkan kedua belah pihak, yaitu pemberi kerja atau majikan dan PRT, kata Sely Fitriani menegaskan lagi.