Aktivis: Pemerintah Abai Tangani Kejahatan Lingkungan

id dirut walhu lampung, hendarwan

Aktivis: Pemerintah Abai Tangani Kejahatan Lingkungan

Ekspose kasus kejahatan lingkungan di Provinsi Lampung, di Bandarlampung, Jumat (30/12). (FOTO: ANTARA Lampung/Budisantoso Budiman)

...Pemerintah juga harus melakukan percepatan penerapan perhutanan sosial terutama pada kawasan hutan desa di Lampung...
Bandarlampung (ANTARA Lampung) - Para aktivis LSM pegiat lingkungan hidup di Lampung menilai pemerintah pusat dan daerah lalai atau abai terhadap kejahatan dalam pengelolaan lingkungan hidup, sehingga berdampak terjadi banjir dan bencana lingkungan yang menimbulkan korban jiwa, kerusakan lingkungan maupun kerugian materiil yang besar.

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Daerah Lampung Hendrawan, dalam acara Refleksi Akhir Tahun, di Bandarlampung, Jumat (30/12), mengungkap sejumlah persoalan lingkungan hidup terutama kejahatan lingkungan yang terjadi di tengah masyarakat di Provinsi Lampung.

Ekspose akhir tahun itu dimotori Walhi Lampung bersama pegiat lingkungan hidup di Provinsi Lampung merupakan refleksi akhir tahun, dengan judul "Diskusi dan Ekspose Kejahatan Lingkungan" yang dilaksanakan di Diamond Cofee Shop, Emersia Hotel, di Bandarlampung, Jumat (30/12).

Acara tersebut dihadiri oleh berbagai kalangan dan lembaga, di antaranya Walhi Lampung, Mitra Bentala, LBH Bandarlampung, LK 21, Watala, ALAS, YKWS, ICRM, YLKBH SPSI, JKEL, JPP, para pencinta alam, media massa, dan para pegiat lingkungan hidup lainnya.

Sejumlah rekomendasi untuk penanganan masalah lingkungan hidup di Lampung juga disampaikan para aktivis itu, untuk menindak pelaku kejahatan lingkungan, mengambil kebijakan berpihak pada lingkungan maupun masyarakat sekitar, seperti menjadikan masyarakat sekitar kawasan hutan sebagai aktor utama dalam pengelolaan kawasan hutan dengan menjamin upaya pelestariannya.

"Pemerintah juga harus melakukan percepatan penerapan perhutanan sosial terutama pada kawasan hutan desa pada sejumlah daerah di Lampung," kata Hendrawan lagi.

Para aktvis itu, juga mengingatkan dan mendesak pemerintah untuk melakukan audit lingkungan terhadap perusahaan yang bekerja dalam bidang hutan tanaman industri.

Mereka juga mendesak aparat penegak hukum untuk menindak tegas pelaku illegal loging, illegal fishing dan kejahatan lingkungan lainnya.

Para aktivis lingkungan itu secara tegas juga menolak perubahan status wilayah konservasi yang ada di Provinsi Lampung, seperti Cagar Alam Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda, Lampung Selatan yang telah diusulkan untuk diubah statusnya.

Rencana eksploitasi pasir laut di sekitar kawasan Cagar Alam Laut Gunung Anak Krakatau itu, juga ditentang oleh para aktivis lingkungan di Lampung, mengingat dampak buruknya bagi lingkungan pesisir dan kawasan sekitarnya.

"Kami juga meminta pemerintah dalam hal ini Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk mengembalikan Seksi Wilayah III KSDA Lampung kembali ke BKSDA Lampung," katanya lagi.

Mereka menyatakan keprihatinan mendalam atas kecenderungan tidak peduli pemerintah atas permasalahan lingkungan, sehingga kebijakan yang diambil pemda maupun pemerintah pusat lebih mengedepankan kepentingan investasi, bisnis dan ekonomi daripada pelestarian lingkungan dan kemanfaatan bagi masyarakat secara lebih luas dan berlanjut.

Padahal, para aktivis itu mengingatkan bahwa manfaat yang diperoleh dari eksploitasi lingkungan hidup dan investasi sumber daya alam berupa pendapatan asli daerah (PAD) atau pajak yang diperoleh, sangat tidak sebanding dengan kerugian yang ditimbulkan akibat kerusakan lingkungan yang harus dipulihkan, korban jiwa yang ditimbulkan maupun kerugian harta benda yang dialami masyarakat akibat bencana lingkungan terjadi di sekitar kita.