Kapan Olahraga Lampung Tak Tergantung PABBSI?

id atlet angkat besi lampung, padepokan gajah lampung

Kapan Olahraga Lampung Tak Tergantung PABBSI?

Eko Yuli Irawan dan Sri Wahyuni dua atlet angkat besi asal Lampung jebolan Padepokan Gajah Lampung di Pringsewu yang berprestasi di Olimpiade Brasil 2016. (FOTO: ANTARA FOTO/Lucky R)

...Beberapa pelaksanaan kegiatan olahraga kaliber nasional itu, perolehan medali terbanyak masih berasal dari angkat besi dan angkat berat...
Bandarlampung  (ANTARA Lampung) - Pekan Olahraga Nasional atau PON menjadi ajang untuk mengevaluasi keberhasilan pembinaan olahraga di masing-masing daerah. Begitu pula, PON XIX 2016 di Jawa Barat.

Provinsi Lampung, tepatnya kontingen PON Lampung, beberapa pelaksanaan kegiatan olahraga kaliber nasional itu, perolehan medali terbanyak masih berasal dari angkat besi dan angkat berat.

Memang belakangan muncul beberapa cabang yang lama atau sebelumnya tak meraih medali, terutama emas, kini mendapatkannya. Namun, hasilnya belum signifikan.

Dari angkat besi dan angkat berat, puncaknya ketika PON di Kaltim dengan meraih lebih dari 10 medali emas.

Pada PON XIX, hasil keseluruhan kontingen Lampung belum mencapai target yang diharapkan karena target yang diminta Gubernur Lampung M. Ridho Ficardo yang juga Ketua Umum KONI Lampung itu untuk masuk 10 besar pengumpul medali tak terpenuhi.

Pada PON 2012 di Pekanbaru, Provinsi Lampung bertengger pada posisi 10 klasemen perolehan medali dengan 15 medali emas, sembilan perak, dan 10 perunggu. Perolehan medali emas sama dengan peringkat delapan Sumatera Utara dan Bali di peringkat sembilan. Namun, berbeda dalam perolehan medali perak dan perunggunya.

Kontingan Sumatera Utara itu meraih 15 emas, 19 perak, dan 23 perunggu, sedangkan kontingen dari tanah Dewata meraih 15 emas, 19 perak, dan 30 perunggu.

Pada PON 2016, kontingen Lampung hanya berada di posisi 15 dalam klasemen perolehan medali yang dikeluarkan PB PON 2016 dengan 11 emas, 9 perak, dan 16 perunggu.

Medali emas Lampung tersebut berasal dari cabang atletik (satu emas), angkat besi (satu emas), angkat berat (empat emas), karate (satu emas), senam (satu emas), dan terjung payung (tiga emas).

Perolehan medali emas Lampung ini sama dengan Banten dan Nusa Tenggara Barat. Namun, kalah dalam pengumpulan medali perak serta perunggunya. Banten meraih 11 emas, 10 perak, dan 26 perunggu, sedangkan NTB mendapatkan 11 emas, 10 perak, dan 18 perunggu.

Peraih medali emas pertama bagi kontingen Lampung pada PON 2016, yakni karateka Lampung Suryadi mengaku sudah menunggu selama 12 tahun ingin menikmati hasil perjuangannya berlatih.

Ia pun teringat ketika dilepas oleh Gubernur Lampung M. Ridho Ficardo bersama anggota kontingen lainnya. Usai bersalaman dengan orang nomor satu di provinsi itu, langsung mencium bendera daerah tersebut.

ASN di Lampung Utara itu berdoa semoga bendera tersebut bisa berkibar di PON. Sudah 12 tahun menjadi atlet Lampung, baru kali ini mempersembahkan medali emas di PON.

Kemudian, medali emas berdatangan dari cabang angkat besi dan angkat berat. Kedua cabang tersebut selalu memberikan sumbangan terbesar bagi kontingen Lampung. Namun, pada PON ini hanya lima medali emas, yakni satu dari angkat besi dan empat dari angkat berat.

Pada cabang binaan PABBSI ini, lifter Lampung mayoritas masih didominasi yang senior, sebut saja Rohman (angkat besi/emas), Sri Hartati dan Noviana Sari (angkat berat/emas), dan dua lifter yang sudah menikmati pertandingan dan pengalaman, yakni Viky Ardyanto dan Dony Meiyanto, keduanya cabang angkat berat.

Ada harapan besar bagi kontingen Lampung, yakni pada angkat besi putri dengan munculnya beberapa lifter yang masih muda dengan kelahiran tahun 2000 dan 2001. Pada PON kali ini, selain mencari pengalaman, setidaknya memberikan kesempatan untuk tampil dan melihat lawan di kelasnya.

Pada cabang atletik, atlet dasa lomba Zakaria Malik memberi hasil terbaik. Atlet gaek tersebut memberikan dedikasinya tertinggi bagi daerahnya, dan kemungkinan untuk 4 tahun mendatang, sudah banyak "lawan" mengintai di nomornya.

Sayang satu atlet yang ditargetkan meraih medali emas dari lompat tinggi galah, Eko Wicaksono hanya mampu menyumbang perunggu.

Dari Senam, Meiyusi Ade Putra yang sudah senior itu walau menyumbang medali emas, dia kerap mengalami cedera. Daya juangnya di arena laga perlu ditularkan ke pesenam muda karena dalam kondisi kurang fit pun dia tetap tampil hingga harus dibawa ke rumah sakit usai perlombaan.

Pada cabang terjun payung, tidak banyak penggiat olahraga mengetahui siapa para atletnya. Namun, ada kebanggaan karena mereka bisa meraih tiga medali emas bagi kontingen yang dibelanya.

Melihat hasil tersebut, Sekretaris Umum KONI Lampung Margono Tamudji dalam wawancara melalui telepon seluler ketika usai PON mengakui Lampung belum berhasil menembus 10 besar karena cabang unggulan tidak mencapai target, seperti atletik dari dua hanya satu medali emas, panahan dan judo gagal meraih emas, serta angkat besi/berat ada tiga lifter yang mengalami cedera sehingga tidak hadir ke PON Jawa Barat.

Pada PON sebelumnya, kata dia, cabang angkat besi dan angkat berat menyumbangkan sembilan medali emas. Namun, pada PON 2016 hanya lima emas karena banyak lifter yang cedera.

Margono menjelaskan, usai PON seluruh pimpinan cabang olahraga, bahwa manajer dan pelatih akan dikumpulkan untuk evaluasi. Tujuannya adalah mengevaluasi dan identifikasi cabang olahraga apa saja yang gagal dan apa masalahnya.

Hasil evaluasi tersebut, lanjut dia, juga untuk menyiapkan atlet menuju PON 2020 di Papua.

Sejumlah warga yang mengikuti perkembangan pembinaan olahraga di Bumi "Ruwa Jurai" itu pun mempertanyakan merosotnya prestasi kontingen Lampung, padahal anggaran yang digelontorkan melalui APBD melebihi Rp50 miliar.

Kini, dengan memiliki anggaran terbesar selama KONI Lampung berdiri, tuntutan untuk meningkatkan prestasi cukup tinggi. Apalagi, di tubuh KONI Lampung pun bercokol para pembina cabang olahraga menjadi pengurus, yang semestinya bisa menyiapkan atletnya dengan memilih dan memilah mana yang harus digembleng menjadi atlet utama.

Pemilihan dan pemilihan sepertinya masih tetap dilakukan karena sistem pembinaan yang tidak terkonsentrasi sehingga perkembangannya tak terpantau setiap hari, berbeda dengan angkat berat dan angkat besi.

Untuk PABBSI, yang di Lampung tidak ada atlet binaraganya, harus tetap diberikan porsi tertinggi dalam beragam regulasi guna menjaga ritme pembinaan yang berujung pada prestasi.

Namun, cabang lain terutama yang perseorangan pun segera dicarikan solusi pembinaannya, dan ada wacana mendatangkan pelatih dari luar itu perlu mendapatkan dukungan ketimbang mengirimkan atlet berlatih ke luar karena ilmunya bisa ditularkan ke pelatih daerah serta atlet junior pun bisa mengikutinya.

Jika masing-masing pengprov meningkatkan pembinaan dengan sistem prioritas dan berkesinambungan serta tidak panas hanya menjelang pelaksanaan kejuaraan niscaya akan ada atlet berprestasi. Dengan demikian, prestasi Lampung tidak selalu mengandalkan dari (Ant)