Menteri LHK: 12,7 Juta Hektare untuk Perhutanan Sosial

id Pengembangan Perhutanan Sosial, Kementerian LHK Siapkan Lahan, Lahan untuk Perhutanan Sosial, Siti Nurbaya, Menteri LHK

Menteri LHK: 12,7 Juta Hektare untuk Perhutanan Sosial

Menteri LHK Siti Nurbaya didampingi Direktur Walhi Lampung Hendrawan, Sekdaprov Lampung Sutono, Pimpinan FoE International, dan Direktur Walhi Nasional menjelaskan pengembangan perhutanan sosial, di Bandarlampung, Jumat (25/11).(FOTO: ANTARA Lampung/

Bandarlampung (ANTARA Lampung) - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengalokasikan kawasan hutan seluas 12,7 juta hektare setara kurang lebih 10 persen luas kawasan hutan seluruh Indonesia untuk kegiatan perhutanan sosial.

"Progam itu masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kementerian LHK yang akan menjangkau lapisan masyarakat di dalam kawasan dan sekitar hutan," kata Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya pada Biennial General Meeting 2016 dan Simposium Internasional "Pengakuan Atas Wilayah Kelola Rakyat, Mewujudkan Keadilan Iklim", di Bandarlampung, Jumat.

Ia menyebutkan dalam catatan KLHK tidak kurang dari 30 ribu desa di dalam areal tersebut dari total desa di Indonesia yang tidak kurang dari 71 ribu desa.

Pihaknya menyebut sebagai Program Perhutanan Sosial yang telah ditegaskan kibjakannya oleh Presiden Jokowi pada 21 September 2016 yang lalu, dan untuk itu juga telah ditetapkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 83/Setjen/Kum.1/10/2016 Tanggal 25 Oktober 2016 tentang Perhutanan Sosial.

Kebijakan perhutanan sosial dengan bobot kebijakan alokasi sumber daya alam pada (lahan) hutan, untuk rakyat bukan merupakan kebijakan tunggal lingkup LHK saja, tetapi ia merupakan kebijakan kompleks yang akan mencakup dukungan-dukungan peningkatan kapasitas sumber daya manusia teknologi, pendanaan bagi masyarakat, dan yang terpenting adalah dukungan pendampingan.

"Secara nyata dan saya pelajari langsung di lapangan bahwa langkah-langkah pendampingan oleh aktivis dan atau akademisi, merupakan bagian esensial dan sangat penting dalam program ini," ujar Siti lagi.

Siti Nurbaya menjelaskan, melengkapi kebijakan Perhutanan Sosial, maka Kementerian LHK telah mengalokasikan Peta Indikatif Areal Perhutanan Sosial (PIAPS) yang tersebar di 33 Provinsi dengan luasan total sekitar 13.462.101 ha. Hingga Oktober 2016, Penetapan Areal Kerja (PAK) Perhutanan Sosial adalah seluas 1.667.673 ha.

Kemudian keterlibatan jumlah Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) dalam pengelolaan hutan kemasyarakatan, hutan tanaman rakyat, hutan desa, dan kemitraan kehutanan sampai dengan saat ini mencapai 1.737 unit.

Upaya tersebut, lanjutnya, tidak lain untuk memberdayakan masyarakat khususnya yang hidup di dalam dan di sekitar hutan dengan orientasi produktivitas dan ekonomi domestik yang membangun kesejahteraan bagi rakyat.

Pola kerjanya, dilakukan dengan membuka akses legal melalui pemberian izin pemanfaatan kawasan hutan atau izin pemanfaatan hasil hutan kayu/bukan kayu, serta izin pemanfaatan jasa lingkungan hidup (ekowisata, keanekaragaman hayati, penyerapan/penyimpanan karbon). Kegiatannya dapat diusahakan untuk kegiatan ekonomi dengan tetap menjaga kelestariannya.

Pemberdayaan ekonomi rakyat pedesaan di sekitar hutan dilakukan melalui berbagai pendekatan, antara lain melalui kebijakan distribusi akses pengelolaan/pemanfaatan hutan, yaitu: hutan tanaman rakyat ditujukan untuk masyarakat yang sudah siap berwirausaha; hutan kemasyarakatan untuk masyarakat yang belum berdaya dari sisi lahan maupun modal dan kemampuan wirausahanya masih perlu ditingkatkan.

Kemudian, hutan desa ditujukan untuk mendukung pembangunan desa sekitar hutan secara mandiri; kemitraan antara pengusaha besar pemegang izin usaha dengan masyarakat sekitar hutan.

"Izin HKm dan hutan desa dapat diberikan di hutan produksi dan hutan lindung dengan jangka waktu 35 tahun dan dapat diperpanjang, sedangkan izin HTR di hutan produksi dengan jangka waktu 60 tahun dan dapat diperpanjang," katanya pula.

Ia menjelaskan, skema-skema kerja tersebut merupakan proses evolusi di lapangan yang seperti telah tersumbat dalam kurun waktu tidak kurang dari 10 hingga 15 tahun. "Bila kita lihat dari dinamika delineasi kawasan hutan sejak sistem hutan register, sistem RTRW sampai sekarang, alokasi hutan bagi masyarakat sudah tidak kurang dari 18 juta ha," ujarnya lagi.

Kawasan hutan, lanjutnya, dikeluarkan untuk keperluan masyarakat mengingat selama ini masyarakat tidak atau belum tampak tanda-tandanya menuju sejahtera.

"Kini saatnya dengan kebijakan Presiden Jokowi bahwa kesejahteraan masyarakat hutan dan sekitar hutan harus terwujud, dan kita lakukan bersama-sama dalam pola kerja Perhutanan Sosial. Oleh karena itu saya mengajak kita semua bersama-sama bekerja guna mewujudkan cita-cita kesejahteraan masyarakat di berbagai pelosok tanah air," kata Siti pula.

Simposium internasional ini, mengundang peserta Biennial General Meeting (BGM) 2016 anggota FoE Internasional, dengan menghadirkan narasumber pejabat pemerintahan Indonesia termasuk Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Kantor Staf Kepresidenan.

Narasumber juga sejumlah aktivis lingkungan internasional dan perwakilan masyarakat dari Indonesia (Asia Pasifik), Latin Amerika, Afrika, dan Eropa, perwakilan Friends of the Earth Internasional, Asia Foundation, Walhi Nasional, dan perwakilan Pemprov Lampung.