Meski Takut Coba Santap "Balut"

id balut kuliner khas filipina

Meski Takut Coba Santap "Balut"

"Balut" (Kuliner Khas Filipina) makanan atau kudapan dari telur, terutama telur itik atau bebek yang sudah ada embrionya kemudian direbus dan siap disantap. (FOTO: ANTARA Lampung/Triono Subagyo)

Bagi sebagian orang ketika berkunjung atau melancong ke daerah bahkan negara lain, salah satunya adalah ingin mencoba makanan khasnya. Begitu pula sebagian warga Indonesia yang ke Filipina.

Salah satu makanan yang merakyat di sini dan hampir seluruh warganya mengenal dan pernah menikmatinya yaitu dinanami "balut".

Balut merupakan makanan atau kudapan dari telur, terutama telur itik atau bebek yang sudah ada embrionya kemudian direbus dan siap disantap.

Pendeta Gersom S, asal Indonesia sudah sepuluh tahun tinggal di Filipina sejak kuliah, bekerja dan kini sebagai pemandu umat itu mengatakan, balut menjadi tren kuliner di negeri ini.

Ia menjelaskan, awalnya balut makanan mereka yang bekerja keras karena di dalamnya terdapat protein cukup tinggi guna menambah tenaga. Namun kini menjadi kuliner spesial bahkan diburu para pelancong.

Untuk mendapatkan balut tidak sulit. Hampir di setiap sudut pasar terutama yang aktivitasnya malam hari, terdapat pedagang yang menjajakannya dengan tumpukan telur di suatu wadah berlubang dan di bawahnya uap air panas untuk tetap menjaga kehangatnya. Namun ada juga yang meletakkan di suatu wadah biasa dan telur menjadi dingin.

Sebagian pedagang itu tidak semata menjual balut, tetapi juga menjual telur rebus seperti biasa. Tandanya, jika dia telur rebus biasa diberi garis menggunakan semacam spidol.

Di samping tumpukan telur-telur itu pun ,terdapat beberapa botol berisi cairan berisi bawang dan cuka serta satu wadah berisi garam halus, gunanya untuk menambah cita rasa dari balut itu sendiri.

Guirdo, salah seorang pedagang balut mengatakan banyak orang membeli makanan khas daerahnya itu. Bukan hanya warga Filipina tetapi mereka pendatang atau wisatawan yang ingin menikmatinya.

Ia mengatakan para wisatawan yang kali pertama mencoba, terlihat ragu, enggan bahkan ada yang sudah memecah telur itu terus membayar dan kabur. Mungkin takut atau tak sanggup mengkonsumsinya.

Mengenai bagaimana cara membuat telur berembrio hingga begitu banyak, dia menjelaskan ada pihak yang membuatnya secara khusus. Kemungkinan menggunakan mesin penetas dan dalam kurun waktu yang diatur sehingga menjadi seragam.

Sementara cara menikmatinya yakni seperti memakan telur setengah matang--meski telur (balut) itu dimasak matang, yakni memecahkan satu bagiannya, kemudian menyedot cairan di dalamnya dan membuka lebih lebar lagi cangkang yang menyelimuti untuk mendapatkan bagian dalam telur itu.

Bagi mereka yang belum pernah mencoba merasa enggan untuk memulai karena di dalam telur tersebut tidak lagi berwarna kuning laiknya telur rebus normal, tetapi bagian itu menjadi coklat keabu-abuan dan sebagian berwarna putih.

Namun ketika masuk ke dalam rongga mulut, terasa seperti telur rebus biasa, apalagi jika ditambahkan garam maka laiknya menikmati telur asin. Tidak ada rasa daging.

A. Azis seorang jurnalis asal Indonesia, awalnya enggan bahkan "merinding" melihat telur berembrio dimakan begitu. Namun karena rasa keingintahuannya membawa lelaki berprofesi sebagai reporter salah satu stasiun televisi itu menikmatinya, bahkan ia habis dua butir.

Keberanian Azis hingga menyantap dua butir balut dan menjelaskan bahwa rasanya gurih, nikmat, seperti telur rebus atau telur asin, membuat tertarik sejumlah rekannya.

Akhirnya mereka menguburkan rasa takut untuk mencobanya, apalagi ada pepatah tidak terasa ke Filipina kalau belum makan balut. (Ant)