BMKG: Cuaca ekstrem terjadi hingga awal 2017

id cuaca buruk, bmkg, gangguan cuaca, cuaca ekstrim, kepala bmkg andi, bmkg

BMKG: Cuaca ekstrem terjadi hingga awal 2017

lustrasi Laut pasang (Yusran Uccang.dok/ANTARA)

...Dengan potensi interaksi antara Monsun dingin Asia, Dipole Mode, dan kondisi cuaca regional diperkirakan kejadian cuaca ekstrem masih dapat terjadi hingga awal 2017, kata Andi...
Jakarta (ANTARA Lampung) - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprakirakan cuaca ekstrem masih dapat terjadi hingga awal 2017 karena masih aktifnya angin Monsun dingin Asia dan sejumlah faktor lainnya.

"Dengan potensi interaksi antara Monsun dingin Asia, Dipole Mode, dan kondisi cuaca regional diperkirakan kejadian cuaca ekstrem masih dapat terjadi hingga awal 2017," kata Kepala BMKG Andi Eka Sakya di Jakarta, Jumat (28/10).

Aktifnya Monsun (angin yang berhembus secara periodik, minimal tiga bulan dan antara periode yang satu dengan yang lain polanya akan berlawanan) dingin Asia pada akhir bulan November 2016, intensitas hujan akan meningkat di beberapa kawasan sekitar Indonesia.

Cuaca ekstrem yang terjadi dipicu oleh pertumbuhan awan konvektif lokal yang signifikan. Hal tersebut terjadi karena kondisi atmosfer yang tidak stabil akibat masih hangatnya suhu muka laut, kelembaban udara tinggi, pertemuan dan belokan angin dan perlambatan kecepatan angin.

Andi mencontohkan banjir yang terjadi di Garut pada 21 September 2016, banjir di Bandung pada 24 Oktober 2016 dan banjir yang melanda Gorontalo pada 26 Oktober 2016 merupakan dampak dari cuaca ekstrem tersebut.

"Kalau kita lihat secara ditel dikaitkan dengan La Nina (kondisi dimana suhu permukaan air laut di kawasan Timur Equador atau di lautan Pasifik mengalami penurunan), Dipole Mode (penambahan massa uap air dari Samudera Hindia ke wilayah Indonesia bagian Barat) dan monsun," kata Andi.

Dia menjelaskan meski dipengaruhi oleh berbagai faktor yang terjadi di kawasan regional tersebut namun sifatnya hanya lokal sehingga intensitas hujan tinggi hanya terjadi di lokasi banjir.

Selain itu juga dipengaruhi perlambatan angin yang mendukung adanya pasokan uap air terkait suhu muka laut yang tinggi di selatan Pulau Jawa dan angin yang bergerak ke utara kemudian perlambatan ke daerah Garut.

"Perlambatan ini yang kemudian membuat kondisi atmosfer labil dan menjadikan intensitas hujan tinggi sekali dan itu kemungkinan berulang di Bandung dan Gorontalo," tambah dia. (Ant)