Walhi-LBH Kaji Pengelolaan SDA dan Lingkungan PT BNIL

id Walhi LBH Kaji PT BNIL, Kontroversi PT BNIL, Kasus PT BNIL

Walhi-LBH Kaji Pengelolaan SDA dan Lingkungan PT BNIL

Diskusi membahas PT BNIL di Kabupaten Tulangbawang, Lampung, Kamis (1/9). (FOTO: ANTARA Lampung/Ist)

Menurutnya, sejak tahun 1999 sudah terjadi polemik terkait masalah lahan antara masyarakat dengan PT BNIL, terutama tudingan mengenai penyerobotan lahan milik masyarakat....
Bandarlampung (ANTARA Lampung) - Polemik tentang indikasi pelanggaran hukum atas perizinan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup menjadi perhatian serius Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Lampung dan LBH Bandarlampung sehingga perlu disikapi oleh para pihak.

Direktur Wahli Daerah Lampung Hendrawan, di Bandarlampung, Kamis (1/9), mengungkapkan polemik terhadap PT Bangun Nusa Indah Lampung (BNIL) tidak hanya permasalahan indikasi pelanggaran perizinan alih fungsi lahan yang terjadi saat ini.

Menurutnya, sejak tahun 1999 sudah terjadi polemik terkait masalah lahan antara masyarakat dengan PT BNIL, terutama tudingan mengenai penyerobotan lahan milik masyarakat oleh PT BNIL.

Dia menyatakan, selama ini Walhi telah melakukan upaya untuk membawa persoalan hukum masalah pelanggaran perizinan PT BNIL itu ke Komisi II DPRD Provinsi Lampung dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dikarenakan adanya pelanggaran Undang Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan di dalamnya diatur bahwa setiap kegiatan usaha harus memiliki izin lingkungan dan dokumen AMDAL, sedangkan saat ini PT BNIL telah melakukan kegiatan usaha tanpa memiliki izin lingkungan.

Dalam permasalahan itu, Walhi Lampung mendorong penegakan hukum oleh aparat hukum secara optimal, dan mendorong Komisi II DPRD Provinsi Lampung melakukan pengawalan persoalan permasalahan alih fungsi lahan sampai dengan adanya penegakan hukum oleh pemerintah.

Menurutnya, Walhi memandang setiap usaha tidak hanya melihat persoalan investasi, namun harus memperhatikan permasalahan dan pengelolaan lingkungan hidup.

Berkaitan upaya mendorong penegakan hukum permasalahan pelanggaran aturan perizinan tersebut, Walhi Lampung bersama LBH Bandarlampung telah menggelar diskusi terbuka di kantor LBH di Bandarlampung, Kamis (1/9), terutama mengkaji polemik pelanggaran yang terindikasi telah dilakukan oleh PT BNIL yang melakukan alih fungsi pengusahaan lahan dari perkebunan kelapa sawit menjadi perkebunan tebu.

Pada diskusi itu, Direktur LBH Bandarlampung Alian Setiadi SH menyatakan, dalam pengusahaannya itu, PT BNIL melakukan kegiatan usaha tanpa memiliki izin lingkungan dan AMDAL yang dihadiri oleh unsur Walhi Lampung, LBH Bandarlampung, Komisi II DPRD Provinsi Lampung, masyarakat korban BNIL dan Pemerintah Kabupaten Tulangbawang.

Lebih lanjut dalam diskusi yang berkembang, Alian Setiadi menyatakan selain pelanggaran Undang Undang No 32 Tahun 2009, juga terjadi pelanggaran Peraturan Menteri Pertanian No. 98/Permentan/OT.140/9/2013 bahwa perusahaan perkebunan yang melakukan kegiatan usaha wajib menerapkan Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL).

Pemerintah Kabupaten Tulangbawang diwakili Asisten Bidang Ekonomi dan Pembangunan Donny Agung Wibawanto menjelaskan, akibat kegiatan perusahaan tanpa dilengkapi izin lingkungan dan AMDAL itu, Pemkab Tulangbawang memberikan sanksi kepada PT BNIL berupa pencabutan persetujuan perubahan jenis tanaman yang sudah dikeluarkan oleh Pemkab Tulangbawang.

Menurutnya, PT BNIL tidak bisa melakukan kegiatan budi daya tanaman tebu. Keputusan Pencabutan tersebut dituangkan dalam SK Bupati Tulangbawang Nomor 199 Tahun 2015 yang kemudian digugat oleh PT BNIL ke PTUN Bandarlampung, sampai dengan tingkat kasasi yang menguatkan atau memenangkan Pemerintah Kabupaten Tulangbawang.

Diskusi ini juga dihadiri unsur masyarakat yang tergabung dalam perkumpulan Serikat Tani korban Gusuran PT BNIL, diwakili oleh Sukirman, mengungkapkan masyarakat Kampung Bujuk Agung Kabupaten Tulangbawang yang selama ini menjadi korban aktivitas PT BNIIL menyatakan mendukung pencabutan persetujuan izin alih fungsi lahan dari sawit menjadi tebu.

"Pelanggaran PT BNIL tidak hanya permasalahan perizinan, tapi juga permasalahan HAM, masyarakat Bujuk Agung menjadi korban relokasi dari areal HGU ke Kampung Bujuk Agung," kata Sukirman lagi.

Masyarakat Bujuk Agung sudah menyampaikan ke Komnas HAM terkait pelanggaran pendudukan lahan mereka oleh PT BNIL.

Menurut Sukirman dari 6.500 hektare HGU PT BNIL masyarakat hanya memperoleh relokasi seluas 3.000-an hektare.

Lebih lanjut Sukirman mewakili masyarakat memohon kepada pemerintah untuk dapat membantu penyelesaian permasalahan pengambilalihan lahan masyarakat untuk HGU.

Hantoni Hasan Ketua Komisi II DPRD Lampung mengatakan perlu penegakan hukum secara optimal, kalau betul telah melanggar hukum.

Menurutnya, dengan adanya bebagai pelanggaran hukum terhadap peraturan perundang-undangan itu, sudah ada alasan yang kuat bagi pemerintah untuk melakukan penegakan hukum yang tegas terhadap PT BNIL.

Dalam acara diskusi ini hadir juga perwakilan dari Direktorat Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI yang diwakili Ariswansah, Kepala Seksi Pengaduan Dirjen Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang mengungkapkan berdasarkan pengaduan masyarakat, pihaknya telah melakukan verifikasi dan penanganan di lapangan dan menemukan adanya pelanggaran izin lingkungan.

Kementerian LH dan Kehutanan telah memberikan sanksi administrasi kepada PT BNIL berupa pembekuan aktivitas kegiatan PT BNIL, dan saat ini akan melakukan pelimpahan permasalahan pelanggaran izin lingkungan yang dilakukan PT BNIL ke bidang penegakan hukum pidana.

"Dalam waktu dekat ini, awal September Kementerian LH dan Kehutanan akan memberlakukan sanksi penghentian operasi PT BNIL, diperkirakan awal September 2016, dalam sanksi tersebut dituliskan jangka waktu pemberlakuan sanksi, namun apabila tidak diindahkan akan dilakukan sanksi pidana," ujar Ariswansyah.

Mingrum Gumay, Sekretaris DPD PDI Perjuangan Lampung meminta kepada LBH Bandarlampung untuk aktif melakukan advokasi kepada masyarakat.

Menurutnya pada permasalahan PT BNIL terdapat pelanggaran hak-hak masyarakat.

Menurut Wantoni Noerdin, anggota Komisi IV DPRD Provinsi Lampung, berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) putusan PTUN memiliki kekuatan untuk melakukan eksekusi.

Pada akhir diskusi, Donny Agung W, Asisten II Pemkab Tulangbawang menyatakan sangat bersyukur atas dukungan berbagai pihak, seperti LBH Bandarlampung, Walhi Lampung, DPRD Lampung terhadap langkah-langkah yang sudah diambil oleh Pemkab Tulangbawang terhadap sanksi yang diberikan kepada PT BNIL.