Mengenal pejuang Lampung Timur KH Ahmad Hanafiah

id KH Hanafia, pahlawan Lampung timur

Provinsi Lampung pada era penjajahan Belanda dan Jepang memiliki sejumlah tokoh pejuang kemerdekaan yang aktif melawan dan siap berperang untuk mencapai kemerdekaan yang dapat kita rasakan sampai saat ini.

Salah satunya adalah sosok KH Ahmad Hanafiah, pejuang kemerdekaan sekaligus ulama berpengaruh dari Kota Sukadana Kabupaten Lampung Timur Provinsi Lampung.

Semasa hidupnya KH Ahmad Hanafiah telah berjuang mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dari cengkeraman penjajah di tanah Lampung.

Sejumlah catatan dan sumber penelitian sejarah yang dihimpun, dan dibenarkan oleh pihak keluarga almarhum KH Ahmad Hanafiah di Lampung Timur, menyebutkan dia lahir pada 1905 di Kecamatan Sukadana Kabupaten Lampung Tengah (sekarang dimekarkan menjadi Kabupaten Lampung Timur).

KH Hanafiah adalah putra sulung KH Muhamad Nur, pimpinan Pondok Pesantren Istishodiyah di Sukadana yang termasuk menjadi pondok pesantren pertama di Provinsi Lampung.

Semasa hidupnya, pejuang sekaligus tokoh agama/ulama (kiai) dari Lampung Timur ini pernah mengenyam pendidikan pemerintahan di daerahnya di Sukadana, belajar agama Islam dengan ayahnya, dan pernah belajar di sejumlah pondok pesantren di luar negeri, seperti di Malaysia dan Kota Mekkah maunpun Madinah.

Semenjak umur lima tahun, Hanafiah kecil diketahui sudah khatam membaca Alquran.

Agresi I Belanda tahun 1947 dengan melancarkan serangan serentak kepada sejumlah daerah di Indonesia.

Serangan Belanda di daerah bagian Provinsi Sumatera Selatan, saat itu Belanda pun mulai menyerang Lampung yang masih menjadi bagian dari Karesidenan Sumsel itu, melalui jalur darat dari Palembang tapi sempat mendapat perlawanan dari kesatuan TNI, meskipun akhirnya Kota Baturaja (Sumsel) dapat dikuasai oleh Belanda.

Agresi tersebut memicu perlawanan laskar rakyat bersama TNI terhadap Belanda dalam front pertempuran di Kemarung.

Kemarung adalah suatu tempat berhutan belukar yang terletak dekat Baturaja ke arah Martapura, Sumsel. Di sinilah terjadi pertempuran hebat antara laskar rakyat melawan Belanda.

Perlawanan laskar rakyat ini tergabung dalam barisan Hizbullah Fisabilillah dan bersenjatakan golok.

Karena bersenjatakan golok, KH Hanafiah dan sejumlah kiai lainnya yang memimpin pertempuran hebat ini disebut Laskar Golok.

Rencana TNI dan laskar rakyat Fisabilillah menyerang Baturaja bocor, sehingga personel TNI mundur ke Martapura, sedangkan pasukan laskar Fisabilillah yang tengah beristirahat di Kemarung disergap Belanda dan terjadilah pertempuran hebat.

Anggota laskar rakyat Fisabilillah banyak yang gugur dan tertawan. Sementara, KH Ahmad Hanafiah ditangkap hidup-hidup, kemudian dimasukkan ke dalam karung dan ditenggelamkan di Sungai Ogan. Karena itu, makamnya hingga sekarang tidak diketahui.

Catatan peristiwa sejarah lainnya mengungkapkan bahwa KH Hanafiah dikenal pemberani, ditakuti dan disegani lawan. Bahkan beliau dikabarkan kebal peluru.

Dia juga sosok komandan laskar yang rendah hati dan tidak mau menonjolkan diri serta selalu berjuang tanpa pamrih.

Selain itu, dia diakui juga sebagai tokoh agama, ulama, pejuang, politisi dan komandan perang yang dikenal sebagai laskar bergolok karena mereka selalu bersenjatakan golok ciomas saat bertempur.

KH Ahmad Hanafiah juga memiliki sejumlah pengalaman, di antaranya pada masa penjajahan Jepang menjadi anggota `chuo sangi kai` Karesidenan Lampung pada 1943.

Dia juga menjadi Ketua Komite Nasional Indonesia Kewedanaan Sukadana pada 1945-1946.

Ia pun menjadi Ketua Partai Masyumi dan Pimpinan Hizbullah Kewedanaan Sukadana. Lalu, menjadi anggota DPR Karesidenan Lampung tahun 1946 sampai 1947, dan Wakil Kepala merangkap Kepala Bagian Islam pada Kantor Jawatan Agama Karesidenan Lampung sejak awal 1947.

Puncaknya beliau gugur di medan perang dalam upaya merebut kemerdekaan RI dari agresor Belanda menjelang malam 17 Agustus 1947 di Front Kemerung, Baturaja, Sumatera Selatan.

Guna mengenang jasa-jasanya, Pemkab Lampung Timur telah membangun monumen patung KH Ahmad Hanafiah.

"Sebagai penghargaan atas jasa-jasa KH Ahmad Hanafiah, Pemkab Lampung Timur telah membangun monumen patungnya beliau sebagai pejuang sekaligus tokoh dan ulama dari daerah ini," ujar Budi Yul Hartono, Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Lampung Timur.

Monumen patung itu dibangun pada 2015 dan berdiri di ruas jalan utama Sukadana, sehingga dapat disaksikan oleh setiap orang yang melewati jalan utama kabupaten ini.

Namun sejumlah pihak berharap Pemkab Lampung Timur bersama masyarakat dapat terus merawat dan menjaga keberadaan monumen patung KH Ahmad Hanafiah itu, tidak membiarkannya rusak akibat ulah tangan-tangan jahil maupun kerusakan akibat kondisi cuaca dan alam di sekitarnya.

Piagam penghargaan dari Gubernur Lampung pun diberikan kepada sejumlah tokoh daerah Lampung, di antaranya kepada KH Ahmad Hanafiah dari Sukadana dengan Surat Keputusan Gubernur Lampung Nomor: G/520/III.04/HK/2015, tanggal 2 November 2015.

Pemkab Lampung Timur juga telah mengusulkan pemberian gelar pahlawan nasional atas jasa-jasanya mempertahankan kemerdekaan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Menurut Budi Yul Hartono, Pemkab Lampung Timur telah menyampaikan rekomendasi gelar pahlawan nasional bagi KH Ahmad Hanafiah kepada Pemerintah Provinsi Lampung untuk diteruskan kepada Presiden RI.

"Sudah disusulkan gelar pahlawan nasional pada 2015 kepada Pemerintah Provinsi Lampung, usulan itu berdasarkan jasa-jasa KH Ahmad Hanafiah bagi NKRI," ujarnya lagi.

Anggota DPRD Lampung Timur Faisal Riza mengaku bangga adanya sosok KH Ahmad Hanafiah, seorang pejuang dan ulama dari daerahnya.

Menurutnya, nilai-nilai hidup dan perjuangan KH Ahmad Hanafiah layak dijadikan contoh bagi generasi muda saat ini.

"Kita patut bangga ada pejuang kemerdekaan yang juga ulama berpengaruh dari Sukadana ini, saya berharap nilai-nilai perjuangan cinta Tanah Air beliau dapat ditiru generasi muda saat ini, khususnya di Lampung Timur," ujarnya pula. (Ant)