Madrasah Kampung Nelayan Lampung Timur Cegah Anak "DO"

id MTs Nurul Mubin Lampung Timur, Madrasah Kampung Nelayan Lampung Timur

Madrasah Kampung Nelayan Lampung Timur Cegah Anak "DO"

Kepsek MTs Nurul Mubin Ahmad Ardiyansyah MPdI, bersama para siswanya. MTs ini berlokasi di kampung nelayan Desa Margasari, Lampung Timur. (FOTO: ANTARA Lampung/Muklasin)

"Alhamdulillah, anak-anak nelayan di desa ini sudah banyak yang tidak putus sekolah lagi, sudah banyak yang berpikir pentingnya pendidikan," ujarnya lagi.
Lampung Timur (ANTARA Lampung) - Upaya untuk mengentaskan anak nelayan yang putus sekolah atau drop out (DO) agar bisa bersekolah menjadi niat awal pendirian Madrasan Tsanawiah Nurul Mubin di kampung nelayan Desa Margasari Kecamatan Labuhan Maringgai Kabupaten Lampung Timur.

"Berawal dari niat saya dan kawan-kawan melihat banyak anak-anak di desa nelayan ini yang putus sekolah setelah lulus SD dan madrasah ibtidaiah, sehingga mulai membuka pendidikan lewat madrasyah tsanawiah," ujar Ahmad Ardiyansyah MPdI, Kepala Sekolah MTS Nurul Mubin, di Desa Margasari, Lampung Timur, Minggu, saat menuturkan niat awal mendirikan MTs itu.

Selama ini, menurutnya, penyebab anak nelayan putus sekolah atau DO itu adalah karena faktor kondisi ekonomi keluarga dan jarak tempuh sekolah yang jauh.

"Faktor biaya dan jarak ke sekolah, saat ditanya menjadi alasan anak-anak enggan bersekolah lagi, faktor jarak menambah biaya lagi yang harus dikeluarkan karena anak harus menggunakan ojek lagi ke sekolah dan anak sekarang sudah tidak mau naik sepeda ke sekolah, dan faktor biaya itu penyebap utamanya," katanya lagi.

Berlatar belakang itu, MTs Nurul  Mubin di bawah Yayasan Nurul Mubin mulai berjalan pada tahun 2010 dan memulai proses pembelajarannya dengan tempat belajar masih meminjam ruangan madrasah ibtidaiah (MI) di desa setempat.

"Awal mula siswa yang diterima adalah 27 anak yang semuanya adalah anak putus sekolah, dengan proses pembelajarannya meminjam ruangan sekolah MI," ujarnya menuturkan perjuangan untuk memutus mata rantai anak putus sekolah agar mau bersekolah lagi di kampung nelayan itu.

Berselang tahun ketiga pada 2013, pengelola sekolah itu mendapatkan hibah lahan dari keluarganya yang lokasinya bersandingan dengan rumah-rumah nelayan, seluas setengah hektare, dan dukungan biaya pembangunan MTs itu yang berasal dari pinjaman bank, sehingga berdirilah MTS Nurul Mubin.

Lalu, atas bantuan pihak swasta lewat dana corporate social responsibility (CSR)-nya, MTS Nurul Mubin mendapatkan bantuan penambahan ruangan belajar, kata Ardiyansyah lagi.

"Harapan berdirinya sekolah ini di tengah kampung nelayan bisa menekan biaya atau semua biaya bisa digratiskan untuk anak nelayan," katanya pula.

Dia menyebutkan, sejak mulai beroperasi, sekolah yang dipimpinnya ini telah empat kali meluluskan siswanya dan kesemuanya dididik oleh para guru yang kesemuanya adalah sarjana dan berusia muda. Saat ini MTS Nurul Mubin memiliki 102 siswa.

Ia menyatakan, di tengah cara berpikir anak dan orang tua nelayan hanya mencari uang, menjadi tugas MTs Nurul Mubin untuk bisa mengubah semua itu. "Alhamdulillah, anak-anak nelayan di desa ini sudah banyak yang tidak putus sekolah lagi, sudah banyak yang berpikir pentingnya pendidikan," ujarnya lagi.

Ardiyansyah juga mengungkapkan harapan agar pemerintah bisa lebih memperhatikan nasib pendidikan anak-anak nelayan, mengingat anak nelayan ini juga memerlukan fasilitas yang memadai dalam belajar dan meraih masa depan yang lebih baik melalui peningkatan pendidikan mereka.