LSM: Presiden Bentuk Timsus Selesaikan Kriminalisasi

id Presiden Hentikan Kriminalisasi, Timus Selesaikan Kriminalisasi, LSM Soroti Kriminalisasi

LSM: Presiden Bentuk Timsus Selesaikan Kriminalisasi

Aksi tolak kriminalisasi aktivis buruh (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)

ICW dalam siaran pers bersama Koalisi Anti-Mafia Hutan juga mengemukakan, sepanjang Januari hingga Juni 2013 tercatat sudah ada 207 aktivis lingkungan yang ditangkap aparat keamanan.
Jakarta (ANTARA Lampung) - Sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) menginginkan Presiden Joko Widodo dapat membentuk tim khusus yang bertujuan untuk menyelesaikan beragam kasus kriminalisasi di berbagai daerah.

Siaran pers di Jakarta, Senin (20/6), menyebutkan desakan agar Presiden Jokowi menyelesaikan kasus-kasus kriminalisasi ditandatangani antara lain oleh Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Komite Pembaruan Agraria (KPA), Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara), LBH Jakarta, LBH Pers, dan Indonesia Corruption Watch (ICW).

Beragam LSM tersebut berpendapat bahwa kasus-kasus rekayasa dalam bentuk kriminalisasi atau pemidanaan yang dipaksakan semakin marak terjadi dan terkuak di Indonesia.

Hal tersebut dinilai membuat penegakan hukum hanya dijadikan alat untuk memaksa seseorang, kelompok atau institusi untuk tidak meneruskan kerjanya.

Dalam catatan Kontras, sedikitnyanya 25 kasus kriminalisasi yang terjadi sepanjang 2015 lalu. Kondisi ini tidak hanya menimpa pejabat publik seperti pimpinan KPK, tapi juga berbagai lapisan masyarakat lainnya, seperti buruh, petani, nelayan, jurnalis hingga masyarakat adat yang memperjuangkan hak mereka.

Catatan akhir tahun KPA pada Desember 2015 misalnya, menunjukkan bahwa jumlah kriminalisasi dalam konflik agraria meningkat dari tahun ke tahun. Tahun 2012 jumlah petani dan pejuang agraria yang ditangkap atau ditahan adalah 156 orang, sementara tahun 2013 adalah 239 orang, tahun 2014 meningkat menjadi 255 orang dan tahun 2015 sebanyak 278 orang.

ICW dalam siaran pers bersama Koalisi Anti-Mafia Hutan juga mengemukakan, sepanjang Januari hingga Juni 2013 tercatat sudah ada 207 aktivis lingkungan yang ditangkap aparat keamanan.

Kondisi tersebut juga dinilai sangat memprihatinkan, mengingat para aktivis diproses hukum karena telah menyelidiki dugaan korupsi di sektor sumber daya alam.

Sedangkan obral izin yang dilegitimasi dengan peraturan yang ada seringkali menimbulkan ketimpangan kepemilikan lahan sehingga akhirnya menimbulkan konflik, dan permasalahan selanjutnya, aparat keamanan dan pemerintah daerah justru kerap membela perusahaan besar atau pemilik modal dari pada membela masyarakat.

Masyarakat Adat juga menjadi salah satu aktor yang rentan terhadap praktik-praktik kriminalisasi bermotif sumber daya alam. Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) pada akhir tahun 2015 telah mencatat 220 kasus kriminalisasi terhadap masyarakat adat di seluruh Indonesia.

Kondisi yang tidak jauh berbeda juga terjadi di ranah kelautan dan perikanan. Sepanjang tahun 2013-Juni 2016, misalnya, Kiara mencatat sedikitnya 40 masyarakat pesisir lintas profesi (nelayan tradisional, perempuan nelayan, pembudidaya ikan, petambak garam, dan pelestari ekosistem pesisir) mengalami kriminalisasi.

Kiara menyatakan ada tiga penyebab terjadinya praktek kriminalisasi antara lain tumpang-tindihnya definisi aktor di dalam kebijakan pengelolaan sumber daya perikanan dan pesisir, dan tumpang-tindihnya kebijakan pengelolaan sumber daya pesisir dengan kebijakan sektoral lainnya.

Selain itu, implementasi kebijakan setingkat UU dan peraturan menteri dinilai tidak disertai dengan sosialisasi dan solusi jangka pendek yang memadai sehingga mematikan usaha perikanan tangkap nelayan.