KPK periksa istri Sekretaris MA

id KPK periksa istri Sekretaris MA, Nurhadi

KPK periksa istri Sekretaris MA

Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi memberikan keterangan kepada awak media seusai menjalani pemeriksaan oleh penyidik KPK di Jakarta, Selasa (8/3/16). (ANTARA FOTO/M Agung Rajasa)

Jakarta (Antara Lampung) - KPK memeriksa Tin Zuraida yang merupakan istri Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi dalam penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi pemberian hadiah atau janji terkait pengajuan permohonan PK yang di PN Jakarta Pusat.
        
"Istri Nurhadi benar diperiksa hari ini untuk saski DAS (Doddy Aryanto Supeno) untuk dimintai keterangan seputar pengetahuannya terkait dengan kasus di PN Jakarta Pusat dan tentang penggeledahan yang dilakukan di rumahnya," kata Pelaksana Harian (Plh) Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriani di Jakarta, Rabu.
        
Tin Zuraida yang juga menjabat sebagai Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Manajemen dan Kepemimpinan Badan Litbang Diklat Hukum dan Peradilan MA tersebut sudah tiba di gedung KPK sekitar pukul 09.55 WIB, namun Tin tidak berkomentar mengenai pemanggilannya dan langsung masuk ke ruang tunggu saksi steril di gedung KPK.
        
Selain Tin, KPK juga memeriksa dua orang pegawai rumah Nurhadi yaitu Kasirun alias jenggot dan Sairi alias Zahir.
        
Dalam kasus ini KPK juga sudah memeriksa Nurhadi yaitu pada 24 dan 30 Mei 2016.
        
KPK sudah mencegah Nurhadi untuk bepergian keluar negeri dan menggeledah rumahnya di Jalan Hang Lekir pada 21 April 2016 dan menemukan uang total Rp1,7 miliar  yang terdiri dari sejumlah pecahan mata uang asing yang diduga terkait dengan pengurusan sejumlah kasus.
        
Saat ini penyidik KPK juga masih mencari mantan supir Nurhadi bernama Royani yang sudah dua kali dipanggil KPK tapi tidak memenuhi panggilan tanpa keterangan sehingga Royani diduga disembunyikan.
        
KPK menduga Royani adalah orang yang menjadi perantara penerima uang dari sejumlah pihak yang punya kasus di MA. Royani sudah diberhantikan oleh MA sejak 27 Mei 2016 karena tidak masuk kantor selama 46 hari.
        
Dalam perkara ini, KPK baru menetapkan dua tersangka yaitu panitera/sekretaris PN Jakpus Eddy Nasution dan pegawai PT Arta Pratama Anugerah pasca Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap keduanya pada 20 April 2016.
        
Satu konglomerasi bisnis diduga terlibat kasus ini karena sejumlah anak perusahaannya tengah berperkara di Mahkamah Agung. Doddy diduga sebagai orang yang menjadi orang yang menangani sejumlah perkara tersebut dan melaporkan kepada induk konglomerasi bisnis itu.
        
Edy Nasution disangkakan pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat 1 KUHP jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP tengan penyelenggara negara yang menerima hadiah dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp1 miliar.
        
Sebagai pemberi suap adalah Doddy Aryanto Supeno dengan sangkaan pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat 1 KUHP jo pasal 55 ayat 1 ke-1 tentang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.