Denmark, negara yang paling membahagiakan

id Denmark, negara yang paling membahagiakan

Denmark, negara yang paling membahagiakan

Turis dan pedagang kaki lima memadati kawasan bisnis Stroeget di Kopenhagen, Denmark pada Augustus lalu. Kawasan itu merupakan jalan pedestrian terpanjang di dunia. (ENS DRESLING / AP/thechronicleherald.ca)

Roma (Antara/Reuters) - Denmark mengambil alih Swiss sebagai tempat paling membahagiakan di dunia, kata laporan pada Rabu, yang menuntut negara menangani ketidaksetaraan dan masalah lingkungan tanpa melihat kekayaan.
        
Laporan tersebut, dikeluarkan Jaringan Penyelesaian Pengembangan Berkelanjutan (SDSN) dan Lambaga Bumi di Universitas Kolumbia, menunjukkan Suriah, Afghanistan beserta delapan negara lain di sub-Sahara sebagai sepuluh negara paling tidak membahagiakan untuk ditinggali.
        
Sepuluh negara di peringkat tertinggi adalah Denmark, Swiss, Eslandia, Norwegia, Finlandia, Kanada, Belanda, Selandia Baru, Australia dan Swedia. Denmark berada di urutan ketiga pada tahun lalu, di bawah Swiss dan Eslandia.
        
Sementara itu, sepuluh negara dalam urutan paling bawah adalah Madagaskar, Tanzania, Liberia, Guinea, Rwanda, Benin, Afghanistan, Togo, Suriah, dan Burundi.
        
Amerika Serikat menduduki peringkat ketigabelas, Inggris Raya pada urutan 23, Prancis nomor 32 dan Italia berada di urutan 50.
        
"Terdapat pesan kuat bagi negara saya, Amerika Serikat, yang sangat kaya raya, yang lebih kaya dalam 50 tahun terakhir, namun tidak menjadi lebih membahagiakan," kata mahaguru Jeffrey Sachs, kepala SDSN dan penasihat khusus bagi Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon.
        
Sementara perbedaan antara negara dengan masyarakat merasa bahagia atau yang sebaliknya dapat diukur secara ilmiah, "kami dapat mengerti mengapa dan dapat melakukan sesuatu terhadap hal itu", kata Sachs, salah satu penulis laporan tersebut, kepada media dalam wawancara di Roma.
        
"Pesannya terhadap Amerika Serikat sudahlah jelas. Untuk sebuah masyarakat yang hanya mengejar kekayaan, kami mengejar hal yang salah. Atau struktur sosial memudar, kepercayaan sosial memudar, kepercayaan terhadap pemerintah memudar," kata dia.
        
Laporan itu bertujuan mengetahui landasan ilmiah untuk mengukur dan memahami kesejahteraan subyektif, yang saat ini dikeluarkan dalam terbitan keempat, mendata 157 negara dengan tingkat kebahagiaan yang berdasarkan beebrapa faktor, seperti pendapatan domestik bruto (GDP) dan tahun harapan hidup.
        
Laporan itu juga membuat daftar yang emminta seseorang untuk menghitung berapa kali mereka terkena masalah serta kebebasan berkorupsi di pemerintahan dan bisnis.
        
"Saat negara secara sepihak mengejar tujuan individual, seperti perkembangan ekonomi hingga mengabaikan tujuan sosial dan lingkungan, hasilnya bisa sangat merugikan bagi kesejahteraan manusia, bahkan berbahaya untuk kelangsungan hidup," kata laporan itu.
        
"Banyak negara dalam beberapa tahun terakhir telah mencapai pertumbuhan ekonomi dengan mengorbankan beberapa hal seperti meningkatnya kesenjangan, mengakarkan pengucilan sosial dan memberikan kerusakan besar terhadap lingkungan alam," tambahnya.

    
   Kebahagiaan
   
Laporan yang pertama dikeluarkan pada 2012 untuk mendukung sebuah pertemuan PBB terkait kebahagiaan dan kesejahteraan. Lima negara, Bhutan, Ekuador, Skotlandia, Uni Emirat Arab dan Venezuela, yang saat ini ditunjuk sebagai para menteri kebahagiaan memiliki tugas untuk mempromosikan hal tersebut sebagai tujuan kebijakan publik.
        
Survai 2016 tersebut menunjukkan bahwa tiga negara terutama, Irlandia, Islandia dan Jepang mampu mempertahankan tingkat kebahagiaan meskipun adanya guncangan eksternal seperti krisis ekonomi pasca-2007 dan gempa bumi 2011 dikarenakan adanya dukungan dan kesetiakawanan masyarakat.
        
Sachs menunjuk Kostarika, yang berada di urutan ke-14 dan di atas sejumlah negara lain lebih kaya, sebagai contoh lingkungan sehat dan membahagiakan meskipun bukan negara kuat secara ekonomi.

Penerjemah : Mabrian/B Soekapdjo