Adanya Keinginan Regenerasi di Tubuh Golkar

id arizka warganegara, pengamat

Adanya Keinginan Regenerasi di Tubuh Golkar

Pengamat Politik dari Unila Arizka Warganegara, yang juga kandidat doktor dari University of Leeds, Inggris. (foto dok pri.fb)

Ketua umum baru nantinya harus mampu mengubah paradigma kepartaian Golkar itu sendiri dari "high-cost politics" menjadi "rational-politics"...."
Bndarlampung,  (Antara Lampung) - Pengamat politik dari Universitas Lampung Arizka Warganegara mengatakan beberapa nama yang muncul menjelang musyawarah nasional luar biasa Partai Golkar mencerimkan adanya keinginan dari sesepuh dan senior partai tersebut untuk melakukan proses regenerasi.

"Dari informasi yang beredar, nama-nama yang muncul adalah generasi muda. Ada sekitar 18 nama yang muncul," kata kandidat doktor dari University of Leeds, Inggris itu, di Bandarlampung, Rabu.

Ia menyebutkan, delapan belas nama tersebut yakni Airlangga Hartarto, Titik Soeharto, Priyo Budi Santoso, Setya Novanto, Bambang Soesatyo, Hajrianto Thohari, Ade Komaruddin, Azis Syamsudin, dan Mahyudin.

Kemudian, Ridwan Hisjam, Idrus Marham, Nurdin Halid, Syahrul Yasin Limpo, Agus Gumiwang, Watty Amir, Fadel Muhammad, Erwin Aksa serta Indra Bambang Utoyo.

"Kalau dilihat dari beberapa nama itu, memang ada beberapa nama senior yang sepertinya akan mencalonkan diri seperti Setya Novanto, Hajrianto Thohari, Idrus Marham, dari kalangan muda muncul nama yang tidak kalah popular seperti Azis Syamsudin, Erwin Aksa dan Agus Gumiwang," kata dia.

Ia melanjutkan, jika merujuk pada konfigurasi nama-nama yang muncul, nampak jelastokoh-tokoh tersebut tetap mewakili dari beberapa faksi dalam tubuh Partai Golkar.

"Kita tahu misalkan bagaimana kedekatan Azis Syamsudin, Idrus Marhan dan Setya Novanto dengan Ketua Umum Aburizal Bakrie atau Agus Gumiwang yang dekat dengan kubu Agung Laksono. Ataupun Erwin Aksa yang merupakan anak dari Aksa Mahmud ipar dari Wakil Presiden Jusuf Kalla," ujarnya.

Munculnya banyak nama dalam bursa ketua umum Golkar kali ini, lanjutnya, mengindikasikan bahwa "interest group" dalam tubuh partai Golkar ini masih terlalu banyak.

Faksi-faksi dalam tubuh partai Golkar tidak bisa dipungkiri tumbuh dan berkembang pascakepemimpinan Golkar di bawah Akbar Tandjung atau juga munculnya banyak nama merupakan indikasi proses regenerasi dalam tubuh partai ini berjalan terlalu lambat.

Pengajar Fisip Unila itu menambahkan, pascareformasi politik sosok ideolog partai, Akbar Tandjung boleh dikatakan berhasil dalam konsolidasi internal pascahantaman badai reformasi politik kala itu.

"Perubahan terjadi setelah era Akbar, perubahan platform politik saudagar mulai muncul nama Jusuf Kalla mengambilalih ketua umum dan hal itu semakin menjadi ketika saudagar asal Lampung, Aburizal Bakrie tahun 2009 berhasil menang dalam Munas Golkar Riau," kata dia.

Ia menjelaskan, Golkar pasca Akbar Tandjung memang mengalami perubahan paradigmatik, dari "rational-politics" menuju "high-cost politics".

Jika ditilik lebih jauh, kader Golkar banyak yang berasal dari kalangan pengusaha dan kondisi di internal Golkar sendiri juga terjadi dalam konteks politik di tanah air, uang dan modal menjadi faktor "survivalitas" politik yang seolah harus ada jika ingin terus berpolitik di Golkar.

Akibatnya, lanjut dia, ada kesan semua partai politik di Indonesia ibarat barang rental saja jauh dari kesan ideologis berbeda sekali dengan partai di Eropa misalkan yang menjadikan platform ideologis sebagai batasan pembeda satu partai dengan partai lain dan juga menjadi pembeda alasan pilihan bagi pemilih.

Lunturnya ideologi menjadi gejala buruknya perjalanan kepartaian di Indonesia.

Dan hal ini juga menggejala di tubuh Partai Golkar, survivalitas partai ini akan sangat bergantung pada pilihan ketua umum pascamunaslub yang akan datang.

Arizka mengatakan, setidaknya ada beberapa tantangan partai Golkar menjelang pemilu 2019 yaitu rekor Partai Golkar yang memburuk di ajang Pemilukada, Pileg dan Pilpres.

Ketua umum baru nantinya harus mampu mengubah paradigma kepartaian Golkar itu sendiri dari "high-cost politics" menjadi "rational-politics".

Kemudian, kesepakatan para senior Golkar bahwa kali ini pemimpin muda Golkar harus dimunculkan menjadi hal yang positif, akan tetapi jebakan semantik `pemimpin muda juga harus dihindari, muda akan tetapi bermasalah juga efeknya juga akan buruk. Semangat yang muda yang berprestasi juga harus dikedepankan oleh para peserta Munaslub ke depan. *