Dua Warisan dan 'PR' Chrisna Putra

id 'PR' Chrisna Putra, Penjabat Wali Kota Metro Chrisna Putra, Chrisna Putra

Harapan boleh besar, tapi kita musti memahami bahwa singkatnya waktu membuatnya tak bisa melakukan banyak hal untuk melakukan perubahan.
Bandarlampung (ANTARA Lampung) - Jelang akhir masa kepemimpinan Chrisna Putra sebagai Penjabat Wali Kota Metro pada medio Februari 2016 mendatang, tentu saja Metro akan mengalami transisi kepemimpinan hasil Pilkada Serentak 9 Desember 2015 lalu.

Chrisna Putra tercatat mulai memimpin Kota Metro sejak 20 Agustus 2015 lalu. Di tengah pendeknya waktu jabatan yang diembannya, penulis hendak memberikan apresiasi terhadap apa yang sudah diletakkannya dalam tradisi kepemimpinan di Kota Metro. 

Tentu saja persepsi ini bersifat subjektif, persepsi yang lahir dari sudut pandang warga yang notabene bukanlah pegawai pemerintahan di Kota Metro. Tradisi menghormati apa yang baik dari seorang pemimpin hendaknya dikembangkan. Di sisi lain kritik yang membangun juga harus tetap dilakukan, agar pemerintahan berjalan pada koridornya. Agar tak menjadi melankolis, tulisan ini sengaja disampaikan sebelum yang bersangkutan mengakhiri masa jabatannya.

Pada satu perbincangan via telepon, Chrisna bercerita panjang lebar tentang apa yang sudah dilakukannya selama beberapa bulan terakhir. Membagikan rapelan gaji pegawai yang sempat tertunda, tunjangan ini itu untuk ketua RT, penjaga masjid, dan lain-lain. Saat itu, saya hanya menjawab singkat, ya memang itu tugasnya pemerintah bukan pak. Pada konteks itu, saya tak menilai hal tersebut sebagai legacy seorang pemimpin. Itu 'mah biasa aja keles, kalo kata anak muda sekarang.

Kembali ke topik, Chrisna tampaknya sadar betul tentang singkatnya masa jabatan yang diembannya. Sepengetahuan penulis, ia memilih membenahi dua hal. Pertama, pembenahan sistem informasi dan komunikasi pemerintah. Pengalamannya sebagai Kepala Dinas Kominfo Provinsi Lampung ditambah masukan dari tenaga ahlinya, di antaranya yang berlatar belakang jurnalis tentu membuatnya memahami arti penting publikasi Kota Metro sebagai kota kecil yang tak memiliki sumber daya alam memadai.

Chrisna gencar "menjual" potensi sumber daya manusia kota kecil ini kepada publik. Ia membenahi website Pemerintah Kota Metro dari sebelumnya sekadar ada menjadi media yang memberikan informasi. Praktis beberapa bulan terakhir publikasi Metro meningkat drastis di berbagai media, tak hanya media mainstream tapi juga media sosial.

Chrisna juga membangun tradisi baru kepada jajarannya dengan meminta mereka aktif melakukan publikasi kegiatan pemerintahan di media sosial. Meskipun baru sebatas di facebook.  Hal  ini menjadi penanda baru era transparansi. Bila memperhatikan media sosial, kita bisa melihat berbagai macam aksi para PNS Kota Metro. Hal ini mengundang dialog virtual di media sosial. Para pejabat mau tidak mau harus merespons komentar warga, beberapa di antaranya bahkan langsung turun ke lapangan.

Ini adalah era baru komunikasi yang sesungguhnya sederhana dimana pada gilirannya mendorong pemerintah memberikan respons cepat atas keluhan-keluhan warga. Penulis memperhatikan, ada banyak komentar dan komplain warga yang kemudian mendapatkan respons cepat. Pada konteks ini secara perlahan hubungan pemerintah dan warganya mencair, dimana pemerintah menyadari bahwa mereka sesungguhnya adalah pelayan warga dan mereka menyadari bahwa kini mereka senantiasa diawasi oleh warga.

Singkatnya, meski Ombudsman memberikan penilaian yang tidak terlalu baik terhadap pelayanan publik di Kota Metro, di mata kami anak-anak muda, pelayanan publik justru mengalami perkembangan selama beberapa bulan terakhir. Bisa saja indikatornya berbeda, tapi saya ingat beberapa waktu lalu usai Ombudsman memberikan penghargaan pada pemerintah salah satu kota di Lampung, seorang kakek tua justru dibuang dari rumah sakit daerah kota itu, dan kasusnya menjadi perbincangan nasional.

Kedua, Chrisna memperbaiki pola komunikasi langsung dengan wargannya. Bagi penulis, Chrisna tampaknya juga memiliki tipe yang sama dengan Wali Kota Metro yang sebelumnya, Lukman Hakim, yakni mudah ditemui. Sama seperti wali kota sebelumnya, kami tak pernah berkirim surat resmi, cukup mengirikan SMS, atau mentweet di media sosial, maka respons akan didapatkan. Bedanya, wali kota Metro terdahulu cukup terlatih menggunakan SMS, Chrisna menambahnya dengan kemampuan interaksi di media sosial.

Meski tak secakap Ridwan Kamil Wali Kota Bandung, Jawa Barat, kemampuan interaksi Chrisna di media sosial membuatnya mampu berkomunikasi dengan segala macam golongan masyarakat, mulai dari anak muda hingga orang tua. Saya mendengarkan cerita seorang anak muda yang tampak bahagia ketika laporannya melalui twitter direspons meski hanya dengan jawaban singkat, Ocre. Seorang anak muda lainnya juga dengan bangga menunjukan facebooknya, "boy, Pak Chrisna kasih gua selamat di facebook,"

Chrisna juga tak sungkan menelepon warganya untuk memantau perkembangan usai kunjungan kerjannya. Pola komunikasi semacam ini tentu saja membuatnya mudah diterima oleh berbagai kalangan. Penulis sempat berpikir, jika melihat website Pemerintah Kota Metro, kok rajin sekali setiap hari Pj Wali Kota keliling ke banyak tempat, tentu sekelas wali kota, ia tak memikirkan SPPD bukan?.

Sebagai salah satu warga Kota Metro, penulis cukup puas dengan apa yang dikerjakan dan apa yang menjadi prioritas pemerintahan transisi ini. Harapan boleh besar, tapi kita musti memahami bahwa singkatnya waktu membuatnya tak bisa melakukan banyak hal untuk melakukan perubahan.

Chrisna masih memiliki pekerjaan rumah (PR) atas janjinya sebelum masa jabatannya berakhir. Ia berjanji untuk memperbaiki fasilitas-fasilitas di ruang publik. Ia berjanji memasang lampu penerangan, fasilitas listrik, sumur bor dan juga 'wifi' di ruang publik, khususnya di Taman Ki Hajar Dewantara. Tak sampai seminggu, dua dari empat janjinya itu kini sudah dilaksanakan, lampu penerangan dan 'wifi' kabarnya hari ini, Rabu (27/1-2016) sudah terpasang. Jangan lupa sumur bor dan listriknya pak Wali. Oh ya, satu lagi pak, janji bapak beli kaos komunitas skatepark.....

Akhirnya, penulis berharap pemimpin Metro ke depan bisa meneruskan dan meningkatkan apa yang sudah dilakukan oleh pemimpin Metro sebelumnya. Bahwa setiap pemimpin memiliki gaya komunikasi yang berbeda-beda, tapi satu hal yang menjadi prinsip pemimpin adalah pelayan warga dan mampu berkomunikasi dengan semua golongan masyarakat.

*) Oki Hajiansyah Wahab, warga Metro Lampung, Mengajar di Universitas Muhammadiyah Metro (UMM)