Empat Warga Pesawaran Lampung Korban PJTKI Ilegal

id Warga Pesawaran Korban PJTKI Ilegal, Human Trafficking Warga Pesawaran, Pesawaran Lampung, LBH Bandarlampung

Bandarlampung (ANTARA Lampung) - Sebanyak empat orang warga Desa Margo Mulyo Kecamatan Tegineneng Kabupaten Pesawaran, Lampung, diduga menjadi korban perusahaan penyalur jasa tenaga kerja Indonesia ilegal.

"Empat orang itu dijanjikan bekerja pada sektor pertamanan, namun pada kenyataannya mereka ditempatkan pada perusahaan pemecah batu dan bongkar muat barang di Malaysia," ujar Dian Ansori, salah seorang paman korban, di Bandarlampung, Selasa (1/12).

Menurut dia, keempat korban dipekerjakan oleh agen PJTKI PT Mitra Solusi Integritas yang agennya merupakan mantan Kepala Dusun Enggal Mulyo Kecamatan Tegineneng, Suloso.

"Kami sudah mengkonfirmasi kepada Suloso terkait kebenaran perusahaan PJTKI itu, namun setelah ditelusuri alamat yang tertera di kop surat tidak ada atau palsu," kata dia lagi.

Bahkan saat pencarian di wilayah Cimanggis Depok, ia melanjutkan, Suloso memberikan surat pernyataan ganti rugi terkait empat warga Margo Mulyo yang bekerja di Malaysia itu apabila hendak mengundurkan diri bekerja di sana.

Kemudian, diketahui ternyata kantor notaris yang mengeluarkan perjanjian pernyataan tersebut juga merupakan akal-akalan dari Suloso untuk menutupi pencarian tersebut.

Ia menuturkan lagi, keberangkatan Andri Setiawan (17), Imam Mukhlis (25), Dian Pitrianto (21), dan Rio Sepriyano (21) ke Malaysia untuk bekerja di sektor pertamanan. Tapi sebaliknya mereka bekerja di luar yang disepakati atau dijanjikan sebelumnya.

"Saat berangkat dari rumah 26 September lalu, dari mereka baru ada kabar lagi setelah empat hari," kata dia.

Awalnya, katanya pula, mereka tidak mengakui telah dipekerjakan tak sesuai yang dijanjikan untuk menjaga perasaan orang tua masing-masing. Namun belakangan, akhirnya mereka mengakui bahwa pekerjaan yang dilakukan sebagai pemecah batu dan kuli angkut bongkar muat di Malaysia.

"Tidak hanya itu, janji upah sebesar Rp7 juta per bulan pun tidak diterima. Mereka hanya menerima 700 Ringgit Malaysia atau setara Rp1,75 juta per bulan," kata Dian lagi.

Upah itu juga, kata dia, harus dipotong sebesar 250 RM dan potongan lainnya seperti untuk makan dan angkutan menuju lokasi kerja.

Ia menerangkan, Rio Sepriyano mengaku bekerja bongkar muat barang di Bypass Miri Riam Jalan Nasturium I B IB/3-IB/I Lot 2619 Malaysia. Sedangkan Andri, Imam dan Dian Pitrianto bekerja pada pemecah batu di Kota Bintulu Block Samalaju Malaysia.

"Mereka ditempatkan pada kamp atau barak di pinggiran hutan dengan makan yang tidak teratur, bahkan dijaga ketat seperti tahanan," kata dia, menyampaikan penuturan Imam Mukhlis.

Dia berharap pihak kepolisian maupun Pemerintah Provinsi Lampung khususnya dapat segera menyelesaikan kasus ini dengan membawa keluarganya kembali ke Indonesia.

"Saya sudah minta bantuan pemerintah, khususnya di desa tempat tinggal untuk membantu memulangkan anak-anak kami," kata dia.

Ia juga meminta Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandarlampung bisa memfasilitasi dan membantu upaya hukum penyelesaian persoalan tersebut dugaan mereka telah menjadi korban perdagangan manusia (human trafficking) itu.