Tambak Skala Rumah Tangga Dikembangkan di Madura

id Udang Vannamei, Tambak Skala Rumah Tangga, CP Prima

Tambak Skala Rumah Tangga Dikembangkan di Madura

Seorang pekerja tambak di Bangkalan, Madura, Jawa Timur, Kamis (8/10), mengecek kecerahan air tambak untuk memastikan kondisi stabil dan aman untuk budidaya udang Vannamei skala rumah tangga di sini. (FOTO: Antaralampung/Budisantoso Budiman)

Madura (ANTARA Lampung) - Warga di sejumlah desa Kecamatan Kwanyar, Kabupaten Bangkalan, Pulau Madura, Jawa Timur, mengembangkan tambak udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) skala rumah tangga dengan memanfaatkan tambak "mangkrak" maupun areal kurang produktif.

Sejumlah petambak udang Vannamei di beberapa desa Kecamatan Kwanyar, Bangkalan, Kamis (8/10), mengaku setelah mencoba budi daya udang ini dalam skala rumah tangga pada lahan petakan ratusan meter persegi ternyata hasil panen sangat menguntungkan.

Muhammad Mochlis (42), petambak dari Dusun Tenggengan, Desa Batah Barat, Bangkalan, mengakui sudah membudidayakan udang Vannamei itu dalam periode panen puluhan kali dengan siklus berkisar 100 hari, hasilnya benar-benar menguntungkan.

Dia menyebutkan tigga petakan tambak udang yang dimiliki melalui budidaya udang Vannamei tradisional plus dan semiintensif, periode panen selama tiga kali sekali tebar masing-masing dua kali panen parsial (sebagian) yaitu usia udang 60 hari, 75 hari, dan 95 hari baru dipanen keseluruhannya.

Hasilnya dari luas tambak keseluruhan 900 meter persegi itu, dia bisa mendapatkan hasil penjualan udang dengan keuntungan bersih lebih dari Rp22 juta.

"Budi daya udang Vannamei skala rumah tangga ini sangat menguntungkan, meskipun harus menerapkan pola budidaya yang intensif dan pengawasan ekstra, agar hasilnya optimal," katanya pula.

Keberhasilan budidaya udang yang dilakukan sejak tahun 2012 itu, mengingat peluang budidaya udang ini bisa dilakukan antara 3--4 kali tebar dalam setahun, membuat sejumlah warga sekitar lainnya meniru dan membudidayakan udang serupa.

Kini petambak sekitar areal tambak milik Mochlis, sepakat membentuk kelompok Pondakan Bina Usaha dengan anggota 15 orang, mengelola areal tambak beberapa petakan per orang dengan luas bervariasi umumnya ratusan meter persegi.

Beberapa petambak udang Vannamei lainnya di sekitar pesisir Bangkalan Madura itu, juga membenarkan telah mencoba budidaya udang itu dengan hasil cukup baik dan menguntungkan.

Para petambak itu juga mengaku, selama mengembangkan budidaya udang Vannamei itu mendapatkan pendampingan dan bimbingan teknis dari PT Central Proteina Prima yang merupakan produsen pakan, vitamin dan produk lain untuk budidaya udang itu.

Menurut Nonot Tri Waluyo, GM Technical Partner Kampung Vannamei Surabaya, didampingi M Zainul Abidin, Technical Sales PT CP Prima setempat, Kampung Vannamei adalah revitalisasi tambak idle ("mangkrak") yang selama ini tidak aktif milik rakyat melalui budidaya udang Vannamei tradisional plus semiintensif dalam satu kawasan budi daya yang berwawasan lingkungan dengan pola pembinaan kelompok.

Keberhasilan Kampung Vannamei yang dimulai 2002 itu, saat ini dimodifikasi kembali dalam pengembangan rumah tangga Vannamei dalam skala rumah tangga.

"Budi daya udang Vannamei dalam Kampung Vannamei (KaVe) biasanya dalam areal tambak yang cukup luas, sehingga memerlukan modal ratusan juta rupiah hingga miliaran rupiah, dan terbatas petambak yang mampu mengembangkannya," kata Zainul Arifin pula.

Namun dengan pola Rumah Tangga Vannamei (RtVe), poeluang usaha budidaya udang Vannamei itu dapat dilakukan oleh petambak skala petakan kecil ratusan meter persegi, namun diarahkan untuk membentuk kelompok dalam satu lingkungan tertentu.

"Hasilnya lumayan bagus, sehingga saat ini banyak warga kembali merevitalisasi tambak yang mangkrak itu maupun mengembangkan areal tambak baru untuk budidaya udang Vannamei," kata Nonot lagi.

Di sekitar Kecamatan Kwanyar Bangkalan itu terdapat sekitar 40--50 petambak dengan 100-an petak tambak yang mengembangkan udang Vannamei skala rumah tangga.

Udang Vannamei merupakan udang asi dari Pantai Pasifik Barat Amerika Latin, dan diperkenalkan di Tahiti pada awal 1970.

Udang ini masuk ke Indonesia, menyusul kegagalan usaha budidaya udang Windu, jenis udang asli Indonesia pada 1990-an.

Udang Vannamei memiliki produktivitas lebih tinggi, bisa hidup bertingkat dalam satu areal tambak, dan relatif lebih tahan penyakit.

Tambak rakyat yang dikembangkan di Bangkalan dan wilayah sekitarnya itu, untuk skala rumah tangga dengan luas antara 400 meter persegi maupun 140 meter persegi.

"Kini lahan mangkrak sudah habis, tinggal sedikit yang dibiarkan tak dikelola. Karena itu, kami mendorong warga dapat mengelola lahan sempit yang dimiliki untuk budidaya udang Vannamei skala rumah tangga, dengan teknologi budidaya yang sama dan hasil tetap menguntungkan," kata Nonot pula.

Dia menyebutkan, standar penebaran benih udang Vannamei itu adalah untuk 1 meter persegi sebanyak 100--200 ekor udang. Diharapkan bisa hidup mencapai 80-an persen.

Saat dipanen, dengan ukuran bervariasi, dengan kisaran harga bisa mencapai hingga Rp95.000 per kg.

"Tapi harus diingat, budidaya udang Vannamei ini jangan sampai takabur ingin menebar sebanyak mungkin benih udang dalam areal tambak yang sempit, perlu perlakuan khusus dan sentuhan teknologi serta peralatan pendukung yang memadai agar hasilnya tetap optimal karena terhindar dari risiko penyakit dan kegagalan yang tinggi," ujar Nonot Tri Waluyo lagi.