UU KPK hendak direvisi, ini kejanggalannya

id UU KPK hendak direvisi, ini kejanggalannya

UU KPK hendak direvisi, ini kejanggalannya

Dukung KPK (FOTO ANTARA/Widodo S.Jusu)

Revisi UU KPK diajukan oleh 6 fraksi DPR yaitu fraksi PDI-Perjuangan, Partai Nasdem, Partai Golkar, PPP, Partai Hanura dan PKB
Jakarta (Antara Lampung) - KPK menolak pasal yang menyatakan bahwa penyadapat KPK hanya boleh dilakukan setelah ditemukan bukti permulaan yang cukup dengan izin dari Ketua Pengadilan Negeri.
         
Sebagaimana tercantum dalam konsep revisi UU No 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi yang diusulkan DPR.
        
"Misalnya pasal 14 soal penyadapan harus seizin pengadilan, lembaga KPK adalah lembaga khusus yang secara historis sebagai lembaga 'trigger' di manapun di seluruh dunia pasti punya kewenangan khusus dan (kewenangan) itu adalah karakter lembaga khusus, jadi basis penyadapan adalah 'legal by regulated'," kata pelaksana wakil (Plt) Wakil Ketua KPK Indriyanto Seno Adji dalam konferensi pers di gedung KPK Jakarta, Rabu.
         
Konferensi pers itu dilakukan menyusul pengajuan revisi UU KPK oleh 6 fraksi DPR yaitu fraksi PDI-Perjuangan, Partai Nasdem, Partai Golkar, PPP, Partai Hanura dan PKB ke Badan Legislasi (Baleg) DPR pada Selasa (6/10).
         
"Yang harus diperhatikan adalah evaluasi dan audit proses penyadapan, bukan izin secara umum yang dinamakan 'legal by court order', jadi bassisnya lain. Kalau dalam revisi UU versi DPR jelas-jelas bertentangan sekali dengan lembaga kekhususan KPK, artinya menghilangkan kewenangan-kewenangan untuk melakukan apa yang dinamakan penyadapan," tambah Indriyanto.
         
Hal lain yang dikritisi Indriyanto adalah mengenai pengangkatan penyelidik yang hanya dapat diusulkan dari kepolisian atau kejaksaan.
        
"Pasal 45 ayat 2 juga di sini penyelidik yang diangkat dan diberhentikan komisi itu harus atas dasar usulan Polri dan Kejaksaan, ini sama sekali berlainan dengan KPK, tidak pernah ada yang seperti itu sebelumnya selama lembaga ini berdiri," ungkap Indriyanto.
         
Terdapat sejumlah kejanggalan dalam RUU KPK tersebut, misalnya pertama KPK diamanatkan untuk hanya fokus untuk melakukan upaya pencegahan dan menghilangkan frase pemberantasan korupsi (pasal 4); kedua KPK dibentuk untuk masa waktu 12 tahun sejak undang-undang ini diundangkan (pasal 5); ketiga penghilangan wewenang penuntutan oleh KPK maupun monitor terhadap penyelenggaraan pemerintah negara sebagaimana pasal 7 butir d yaitu melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap tindak pidana korupsi yang diatur dalam Undang-Undang ini dan/atau penanganannya di Kepolisian dan/atau kejaksaan mengalami hambatan karena campur tangan dari pemegang kekuasaan, baik eksekutif, yudikatif atau legislatif.
         
Keempat, penghilangan butir menyelenggarakan program pendidikan antikorupsi pada setiap jenjang pendidikan pada pasal 8; kelima batasan kerugian negara paling sedikit Rp50 miliar dan bila di bawah jumlah tersebut maka KPK wajib menyerahkan tersangka dan seluruh berkas erkara kepada kepolisian dan kejaksaan (pasal 13); keenam penyadapan hanya boleh dilakukan setelah ditemukan bukti permulaan yang cukup dengan izin dari Ketua Pengadilan Negeri (pasal 14); ketujuh penghilangan butir KPK dapat membentuk perwakilan di daerah provinsi (pasal 20).
         
Kedelapan, pembentukkan Dewan Eksekutif sebagai pengganti Tim Penasihat (pasal 22 huruf b); Kesembilan, Pengangkatan Dewan Esekutif yang disebut bekerja membantu KPK dalam melaksanakan tugas sehari-hari (pasal 23-24); Kesepuluh, anggota Dewan Eksekutif terdiri atas Pegawai Negeri pada Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan Republik Indonesia, Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan dan Kementrian yang membidangi komunikasi dan informasi (pasal 25); Kesebelas, pertambahan usia minimal pimpinan KPK menjadi 50 tahun (pasal 30).
         
Kedua belas, penambahan syarat berhalangan tetap atau secara terus-menerus selama lebih dari 3 bulan tidak dapat melaksanakan tugasnya untuk pimpinan KPK yang berhenti atau diberhentikan (pasal 33); Ketiga belas, penambahan fungsi Dewan Kehormatan untuk memeriksa dan memutuskan pelanggaran kewenangan yang dilakukan komisioner KPK dan pegawai KPK (pasal 39); Keempat belas, KPK berhak mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) suatu perkara korupsi (pasal 42); Kelima belas KPK hanya dapat mengangkat penyelidik atas usulan dari kepolisian atau kejaksaan (pasal 45).
         
Keenam belas, penyitaan harus berdasarkan izin Ketua Pengadilan Negeri (pasal 49); Ketujuh belas, masih adanya pengaturan wewenang penuntutan dalam pasal 53; dan Ketujuh belas pembatasan UU hanya berlaku selama 12 tahun setelah UU diundangkan yang artinya juga masa berdiri KPK pun hanya 12 tahun (pasal 73).
Riza Fahriza