Washington (Antara/Xinhua) - Dana Moneter Internasional (IMF) pada Senin memperingatkan pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat bagi negara-negara eksportir komoditas selama periode 2015-2017 akibat penurunan harga komoditas.
Dalam bab analis unggulan laporan IMF, World Economic Outlook, yang akan diterbitkan minggu depan di Peru, ekonom IMF menemukan bahwa prospek harga komoditas lemah bisa mengurangi hampir satu persentase poin per tahun dari tingkat pertumbuhan eksportir komoditas selama periode 2015-2017 dibandingkan dengan periode 2012-2014.
Negara-negara pengekspor produk minyak dan energi lainnya akan terpukul lebih dari dua kali ukuran itu, penelitian ini menemukan.
Menurut penelitian, analis umumnya sepakat bahwa harga komoditas kemungkinan akan tetap rendah, mengingat banyak persediaan dan prospek lemah untuk pertumbuhan ekonomi global, serta harga komoditas berjangka menunjukkan harga spot berjangka untuk komoditas-komoditas akan tetap rendah atau "rebound" hanya secara moderat selama lima tahun ke depan.
Para ekonom IMF mengatakan bahwa fleksibilitas nilai tukar dapat membantu mendukung eksportir komoditas untuk mengimbangi dampak dari penurunan harga, sementara pendapatan fiskal berbasis komoditas berkurang dan potensi pertumbuhan lambat akan membatasi ruang lingkup mereka dalam menyebarkan kebijakan fiskal untuk melawan penurunan harga.
Dalam bab analisis terpisah, para ekonom IMF berpendapat bahwa mata uang lemah masih bisa memberikan dorongan yang cukup besar untuk ekspor suatu negara meskipun faktanya bahwa kenaikan dalam jalur global telah sampai batas tertentu melemahkan hubungan antara nilai tukar dan perdagangan dalam produk-produk antara yang digunakan sebagai masukan dalam ekspor negara-negara lain.
Penelitian ini menemukan bahwa penyusutan 10 persen dalam nilai tukar efektif riil suatu negara bisa meningkatkan ekspor bersih riil 1,5 persen dari PDB.
Temuan menunjukkan AS menyaksikan pukulan terhadap ekspor bersihnya karena dolar AS telah menguat sebesar lebih dari 10 persen dalam nilai tukar efektif riil sejak pertengahan 2014, sementara zona euro melihat dorongan untuk ekspor menyusul penyusutan lebih dari 10 persen dalam euro sejak awal 2014.
Berita Terkait
OJK catat kerugian akibat investasi bodong capai Rp139,6 triliun sejak 2017
Selasa, 26 Maret 2024 10:10 Wib
Menteri Keuangan catat APBN surplus Rp22,8 triliun per 15 Maret 2024
Senin, 25 Maret 2024 11:18 Wib
Junanto Herdiawan dikukuhkan jadi Kepala BI Lampung
Jumat, 22 Maret 2024 13:07 Wib
Kakam Way Kanan jalani sidang tindak pidana korupsi rugikan negara Rp1,2 miliar
Kamis, 21 Maret 2024 19:44 Wib
BNPB umumkan kasus Karhutla mulai mendominasi di Sumatera
Rabu, 20 Maret 2024 9:10 Wib
THR pensiunan ASN dibayarkan mulai 22 Maret 2024
Selasa, 19 Maret 2024 13:08 Wib
Pasar Takjil Bandarlampung diminati warga berburu makanan berbuka puasa
Kamis, 14 Maret 2024 17:40 Wib
Pemkot Bandarlampung mulai perbaikan 13 talud rusak akibat banjir
Kamis, 14 Maret 2024 17:39 Wib