Makam Gus Dur dan Rezeki di Sekelilingnya

id Ziarah Makam Gus Dur, Gus Dur

Jawa Timur (ANTARA Lampung) - Nur (45), duduk di beranda musala. Sesekali, ia bercanda dengan suami serta anaknya, bercerita tentang lokasi makam tokoh Nahdlatul Ulama (NU) KH Abdurrahman Wahid yang baru saja dikunjungi.

Ia sudah dua kali berkunjung ke makam yang terletak di areal Pesantren Salafiyah Syafiiyah, Tebuireng, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, atau lebih dijuluki Pesantren Tebuireng itu.

Pertama, perempuan asal Pekalongan itu datang dengan rombongan ziarah keliling Wali Songo, lalu kedatangan kedua dengan keluarga besar.

Ia takjub dengan perkembangan pesat di lokasi makam kiai yang akrab disapa Gus Dur tersebut. Dari awalnya, tidak terlalu banyak kios berdiri, tapi sekarang di sepanjang jalan menuju ke makam dipenuhi dengan kios.

Isinya beragam produk. Ada warung makan, penjualan baju muslim, aksesoris, sampai berbagai macam kaset. "Siir tanpa waton" yang sering dikumandangkan Gus Dur menjadi lagu "wajib putar" di areal makam.

Selain pertokoan masih ada berbagai fasilitas yang menjual jasa seperti kamar mandi dan tempat penginapan.

"Dulu dengan rombongan ke sini, sekarang dengan keluarga. Mumpung anak-anak juga sedang libur sekolah," ujanya.

Ia mengaku sengaja singgah ke makam Gus Dur, ingin ziarah setelah sebelumnya ke Kediri, hendak memasukkan anaknya bersekolah di sebuah pesantren di Kediri.

Selain kirim doa, juga ingin tahu lebih dekat dengan Pesantren Tebuireng. Pondok ini salah satu pondok tertua dengan fasilitas pendidikan yang lengkap mulai dari pelajar sampai mahasiswa.

"Kami sampai keliling tak tahu arah, karena tidak hapal," ujarnya menceritakan perjalanan menuju ke Jombang seraya berharap nantinya juga bisa datang lagi ke makam ini, untuk berziarah.

Sedangkan Robi, salah seorang warga setempat menuturkan perkembangan ekonomi warga di daerah pesantren Tebuireng ini naik drastis, semenjak Presiden keempat RI itu dimakamkan di pondok ini.

Ia sendiri juga memanfaatkan peluang dengan membuka usaha. Lokasi tanahnya, tepat berada di depan pintu masuk menuju makam.

Tanah keluarga yang menjadi haknya disulap menjadi kios-kios kecil dengan ukuran 4x3 meter. Hasilnya, ada delapan unit. Tujuh unit ia sewakan untuk kios, lalu satu unit sebagai kamar untuk tidur. Kamar itu juga disewakan.

Uang sewa sangat lumayan. Untuk kamar tidur, semalam dikenai tarif Rp50 ribu. Fasilitasnya, hanya kamar kosong. Sementara, untuk kios, hanya berupa tempat. Fasilitas seperti meja ataupun perkakas jualan lainnya didatangkan penyewa.

Menurut pria yang tinggal di Surabaya ini, dalam setahun ia memberi patokan uang sewa Rp5 juta untuk satu kios. Uang sewa itu ia katakan sangat murah, jika dibandingkan dengan penyewaan kios lainnya.

Di sejumlah tempat, uang sewa kios dengan ukuran kios hampir sama, tarif sewa setahun bisa di atas Rp10 juta, bahkan bisa lebih dari Rp15 juta.

"Kalau saya, masih gunakan tarif lama. Saya niatnya juga membantu usaha, tidak ingin memberatkan. Toh, mereka juga menyewa untuk usaha," ujarnya.

Ia mengaku tidak khawatir adanya persaingan tidak sehat dan menjadi bulan-bulanan tetangga, karena uang sewa kios yang lebih murah daripada di tempat lainnya. Ia percaya, rezeki sudah ada yang mengatur, dan selama ini juga tidak pernah ada masalah.

Robi juga mengatakan, dari sisi pendapatan dengan penyewaan itu sangat menunjang ekonomi keluarganya. Pun, pundi-pundi rupiahnya masih ditambah dengan penyewaan jasa kamar mandi.

Dalam sehari, jika sepi peziarah, bisa mendapatkan uang sekitar Rp700 ribu, namun jika ramai bisa sampai sampai lebih dari Rp2 juta. Uang itu selain untuk kebutuhan keluarga, juga berbagai keperluan lainnya.

Robi mengaku mendapatkan berkah dan rezeki berlimpah dari mengelola tanah di areal makam Gus Dur tersebut. Namun, ia sadar jika uang bukan hanya menjadi tujuan utama.

Untuk itu, ia juga menyulap sebagian kecil tanahnya menjadi tempat istirahat dan musala. Peziarah bisa melepaskan penat setelah menempuh perjalanan jauh.

Robi hanyalah satu bagian kecil gambaran betapa memberi manfaat secara ekonomi wisata religi.

Di makam yang berada di areal PP Tebuireng, Jombang itu, bukan hanya Gus Dur yang dimakamkan, tapi banyak tokoh nasional, termasuk kakeknya, KH  Hasyim Asyari.

Beliau merupakan tokoh pendiri Nahdlatul Ulama. Selain itu, juga dimakamkan ayahandanya, KH Wahid Hasyim, yang juga tokoh nasional dan pernah menjabat sebagai Menteri Agama, serta sejumlah keluarga besar dan guru senior.

Wafatnya Gus Dur memberikan duka bagi warga Indonesia. Gus Dur wafat pada Rabu, 30 Desember 2009, di Rumah Sakit Cipto Mangunkosumo Jakarta, pukul 18.45 WIB akibat berbagai komplikasi penyakit, di antaranya jantung dan gangguan ginjal yang dideritanya sejak lama.

Sebelum wafat, mantan Ketua Umum PBNU itu harus menjalani cuci darah rutin. Seminggu sebelum dipindahkan ke Jakarta, ia sempat dirawat di Surabaya setelah mengadakan perjalanan di Jawa Timur.

Keluarga akhirnya memakamkan jenazah Gus Dur di pemakaman keluarga, yang berada di PP Tebuireng, Kabupaten Jombang. Gus Dur sendiri juga mempunyai rumah di Jakarta, tepatnya di kawasan Ciganjur, Jakarta Selatan. Di kompleks rumahnya, juga dibuat Pondok Pesantren Yayasan Wakhid Hasyim.

                                                             Wisata Ziarah
Ziarah ke makam para tokoh agama seperti wali adalah salah satu tradisi penting yang bisa dijumpai di banyak tempat di dunia, termasuk Indonesia.

Tradizi ziarah di Indonesia juga dapat terlihat sejak dulu, bahkan sebelum kedatangan Islam. Sejumlah situs keramat pra-Islam atau petilasan menjadi jujukan peziarah.

Pun dengan hadirnya Islam di Nusantara, selain membawa tradisi dan keyakinan baru, juga menambah peta religius baru. Di Jawa, misalnya, ada makam lima wali dari walisongo yang menjadi lokasi pilihan banyak peziarah.

Kelima wali yang makamnya di Jawa Timur adalah Sunan Ampel di Surabaya, Sunan Bonang di Tuban, Sunan Drajat di Lamongan, Sunan Giri di Gresik, dan Syekh Maulana Malik Ibrahim di Gresik. Makam wali lainnya ada di Jawa Barat dan Jawa Tengah.

Makam di areal PP Tebuireng, Kabupaten Jombang juga menjadi salah satu tujuan peziarah. Para peziarah kirim doa kepada seluruh almarhum yang dimakamkan di tempat pemakaman keluarga tersebut. Hal ini lumrah, karena di lokasi makam, ada makam KH KH  Hasyim Asyari maupun KH Wahid Hasyim yang merupakan tokoh nasional.

Namun, semenjak jenazah Gus Dur dimakamkan di kompleks pondok itu, lokasi makam itu semakin dipadati peziarah. Popularitas Gus Dur, sebagai mantan Ketua Umum PBNU dan mantan Presiden, turut memberi sumbangan pada besarnya minat masyarakat untuk berziarah. Mereka datang dari berbagai macam daerah di Indonesia.

Bahkan, peziarah bukan hanya dari kalangan nahdliyin, tapi juga non-muslim maupun tokoh mancanegara juga tidak segan untuk berziarah ke makamnya. Semasa hidup, sosok Gus Dur merupakan tokoh kharismatik dan dekat dengan semua golongan, termasuk etnis Tionghoa.

Bagi etnis Tionghoa, Gus Dur dinilai telah menghapus kekangan, tekanan dan prasangka. Dulu, kaum Tionghoa kerap mendapati stigma buruk baik dari pemerintah Indonesia, maupun masyarakat pada umumnya dan saat ini hal itu dihapus dan semua masyarakat dinilai sama.

Gus Dur juga dinilai telah berjasa menjadikan semua warga negara menjadi setara. Salah satunya dalam pengurusan surat. Sebelumnya, masyarakat etnis Tionghoa dalam proses pengurusan administrasi berbeda, karena ada kodenya dan ada tarif khusus.

Selain itu, Gus Dur juga toleran dengan memperbolehkan penggunaan bahasa Mandarin yang bersanding dengan kebolehan belajar seperti menggunakan bahasa Inggris, maupun Arab.

Bahkan, dengan kebijakannya itu, setelah wafat pun, Gus Dur masih sangat dihormati. Almarhum bahkan mendapatkan gelar kehormatan sebagai Bapak Tionghoa Indonesia oleh komunitas Tionghoa Semarang, Perkumpulan Sosial Boen Hian Tong (Rasa Dharma) pada 2014, karena jasanya tersebut.

Jadi, saat haul pun, etnis Tionghoa juga berpartisipasi dengan menyelenggarakan berbagai macam atraksi sebagai wujud memeringati wafatnya almarhum Gus Dur. Bahkan, mereka juga ziarah ke makam Gus Dur. Liong dan barongsai menjadi sajian hiburan setiap kali haul Bung Karno diselenggarakan.

                                                               Destinasi Wisata Baru
Pemerintah memang telah berkomitmen untuk membangun lokasi makam di PP Tebuireng, Jombang. Komitmen itu ditunjukkan dengan mengalokasikan anggaran Rp180 miliar untuk membangun dan mengembangkan wisata religi Makam Gus Dur di kompleks pondok tertua NU itu.

Anggaran sebesar itu merupakan dana hasil "sharing" dengan Pemerintah Kabupaten Jombang Rp30 miliar, Pemerintah Provinsi Jawa Timur Rp90 miliar, dan pemerintah pusat Rp60 miliar.

Sampai saat ini, makam di PP Tebuireng, Jombang tersebut menjadi salah satu tujuan atau destinasi wisata rohani baru. Setiap hari, ribuan peziarah dari berbagai daerah datang untuk ziarah ke makam tersebut.

Di Jombang sebenarnya juga terdapat berbagai macam destinasi wisata, seperti air terjun Tretes di Kecamatan Wonosalam, wanawisata Sumberboto di Kecamatan Mojowarno, Goa Sigolo-golo di Kecamatan Wonosalam, dan sejumlah objek wisata lainnya termasuk alam dan buatan. Namun, tingkat kunjungan tidak seperti di makam Gus Dur.

Kompleks makam di PP Tebuireng saat ini terus dibangun. Di depan peristirahatan terakhir para tokoh bangsa tersebut awalnya hanya terdapat pendopo kecil sebagai tempat bagi para peziarah untuk berdoa.

Seiring dengan semakin besarnya kunjungan peziarah di makam tersebut, fasilitas di area makam juga terus dibangun. Di belakang pendopo dibangun tempat untuk menampung peziarah, yang terdiri dari dua lantai. Ratusan, bahkan ribuan peziarah bisa mendoakan almarhum dari tempat tersebut.

Walaupun fasilitas di lokasi makam dibangun, di areal makam sendiri sengaja tidak dibuat kijing. Makam-makam hanya ditandai dengan batu nisan dan diuruk dengan tanah.

Pengurus PP Tebuireng Lukman Hakim mengatakan semakin banyaknya peziarah yang datang, sejumlah fasilitas juga terus dibenahi. Selain memperbaiki tempat berdoa bagi peziarah, juga jalur menuju ke lokasi makam.

"Jalur itu juga dimanfaatkan oleh koperasi pondok untuk menjual berbagai macam barang serta oleh-oleh. Ada belasan kios yang dikelola koperasi pondok," tuturnya.

Selain kios yang dikelola koperasi pondok, juga ada kotak amal. Kotak itu dikelola oleh Lembaga Sosial Pesantren Tebuireng (LSPT) yang merupakan lembaga sosial dari pondok.

Namun, Lukman mengatakan untuk kios yang dikelola koperasi pondok, uang dimanfaatkan untuk pondok, namun untuk uang sumbangan yang dimasukkan ke LSPT, digunakan seluruhnya untuk memberikan bantuan kepada fakir miskin.

"Kotak amal dikelola LSPT dan tidak digunakan pesantren. Setiap bulan infak yang masuk bisa mencapai ratusan juta," ujarnya.

Ia juga mengatakan saat ini sedang dilakukan pembenahan fasilitas parkir. Terdapat lahan seluas 5 hektare di kawasan pondok dan direcanakan parkir kendaraan peziarah.

Dengan luas lahan  tersebut, diperkirakan bisa menampung sampai 250 kendaraan. Lokasinya juga tidak terlalu jauh dari pondok, sekitar 1 kilometer berjalan kaki. Saat ini, proses pembangunan lahan itu sudah selesai setengahnya.

Sambil perjalanan menuju lokasi makam, peziarah bisa "cuci mata" dengan anekaragam barang dagangan yang digelar. Selain itu, lokasi yang masih asri, banyak pohon dan ladang tebu, membuat suasana panas tidak terasa.

Lukman mengatakan, tujuan utama adanya tempat parkir khusus peziarah baik bus ataupun kendaraan kecil lainnya agar tercipta kenyamanan.

Saat ini, banyak peziarah yang masih memanfaatkan jalan utama untuk parkir, terutama kendaraan bus, sehingga bisa mengganggu arus lalu lintas.

"Kami juga menghargai masyarakat pengguna jalan, agar kendaraan peziarah tidak menyebabkan macet," katanya lagi.

Lukman menambahkan, untuk pengelolaan parkir tidak ditangani oleh pondok, melainkan dari pemerintah daerah.

Kepala Bidang Kebudayaan dan Pariwisata Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Jombang WE Tjitrawatie mengatakan pemerintah saat ini memang fokus mengelola wisata rohani di Jombang, salah satunya adalah makam Gus Dur.

Bahkan, dinas juga membuat unit pelayanan teknis daerah yang kantornya juga dibangun di areal parkir.

Dari catatan dinas, tingkat kunjungan di makam ini dalam satu bulan bisa mencapai di atas 100 ribu kunjungan.

Dengan potensi tersebut, pemerintah juga bisa mendapatkan penghasilan berupa parkir. Nantinya, setiap kendaraan peziarah yang parkir, akan dikenai Rp10 ribu.

"Untuk saat ini belum ada target parkir, karena UPTD pun juga masih baru," ujar Tjitra.

Jadi, lokasi makam Gus Dur itu merupakan salah satu tujuan atau destinasi yang potensi kunjungannya cukup besar dan tentu potensi rezeki juga besar.