Optimisme Kembalikan Kejayaan Perikanan Lampung

id Kejayaan Perikanan Lampung, Kembalikan Kejayaan Lampung, Tambak Udang Lampung

Optimisme Kembalikan Kejayaan Perikanan Lampung

Pantai di Lampung Selatan, bagian dari sumber daya kelautan dan perikanan di Lampung yang melimpah, dengan daratan 35.376,5 km2, dan laut 24.820 km2, serta garis pantai sepanjang 1.105 km, serta memiliki pulau-pulau kecil sebanyak 132 buah. (FOTO: An

Lampung harus bisa kembali menjadi penghasil udang terbesar yang berkontribusi 60 persen dalam skala nasional," kata Gubernur Lampung M Ridho Ficardo menegaskan tekad kuat itu lagi.
Bandarlampung (ANTARA Lampung) - Hampir setiap hari warga Pekon (Desa) Ngarip di Kecamatan Ulubelu, Kabupaten Tanggamus Provinsi Lampung dapat menikmati santapan dengan menu ikan air tawar terutama ikan nila goreng atau disambal kering, dari hasil budidaya sendiri di sekitar rumah warga di sini. Ketersediaan air bersih yang berlimpah dari kawasan perbukitan sekitarnya, menjanjikan prospek usaha perikanan air tawar di daerah ini.
   
Namun, menurut Sodri (45), salah satu warga setempat, selama ini Pekon Ngarip identik dengan hasil budidaya kopi, dan beberapa pekebun juga mengembangkan cokelat serta sayur mayur. Menurut dia, budidaya kopi relatif sudah berjalan baik, didukung berbagai pihak, baik pemerintah maupun kalangan perusahaan swasta dan LSM, seperti PT Nestle Indonesia dan World Wide Fund for Nature (WWF) Indonesia, salah satu LSM internasional yang membantu pendampingan petani kopi untuk dapat berbudidaya secara tepat agar menghasilkan kopi berkualitas dengan produksi terus meningkat. "Potensi perikanan air tawar di sini memang juga cukup besar, namun belum dikembangkan dengan baik karena masih banyak kendala," ujar Kepala Pekon Ngarip, Suratno. Padahal sumber air dan lahan tersedia di sini.

Sejumlah warga setempat, saat ditanya kenapa belum membudidayakan ikan air tawar yang potensial di desa ini secara komersial tak terbatas untuk dikonsumsi sendiri (subsisten), di antaranya menyatakan masih khawatir dengan pemasarannya justru pada saat bisa diproduksi dalam jumlah besar.

Kendala infrastruktur jalan yang rusak untuk menuju desa yang merupakan ibu kota Kecamatan Ulubelu ini, menimbulkan rasa was-was dalam mengembangkan budidaya ikan air tawar. "Tapi kalau budidaya untuk konsumsi sendiri sudah berjalan selama ini, dalam skala kecil-kecilan," ujar Sodri pula.

Kepala Pekon Suratno bersama warga setempat berharap kondisi jalan yang rusak segera diperbaiki, sehingga transportasi kendaraan pengangkut hasil pertanian/perkebunan maupun mobilitas keluar masuk ke Ngarip dan wilayah sekitarnya menjadi lebih lancar, dan pada akhirnya akan menumbuhkan perekonomian warga termasuk pengembangan perikanan darat di sini.

Lain lagi kondisi beberapa desa di Kabupaten Lampung Selatan, seperti di Sumur Kumbang Kecamatan Kalianda maupun Sukaraja Kecamatan Rajabasa, dengan kondisi perkampungan yang berada di lereng Gunung Rajabasa (Desa Sumur Kumbang) dan dekat pantai (Desa Sukaraja), dengan potensi pengembangan perikanan juga besar.

"Warga di sini banyak yang semula memiliki usaha pembenihan (hatchery) ikan dan udang. Tapi kebanyakan justru dimiliki oleh pengusaha atau warga dari luar daerah ini," ujar Effendi, mantan Kepala Desa Sukaraja yang akan maju lagi dalam pilkades serentak di Lampung Selatan pada 6 Juli 2015 ini.

Dia menyebutkan, usaha pembenihan ikan kerapu dan udang di desa ini sebenarnya memiliki prospek baik, mengingat harga benih ikan yang dihasilkan tinggi dan banyak dipesan berbagai pihak. Namun belakangan usaha pembenihan ikan dan udang ini mengalami masa surut hingga sekarang ini. "Saya berharap pengembangan usaha pembenihan ikan dan udang itu dilakukan sendiri warga di sini, atau dapat bekerjasama dengan pihak lain, tapi bukan dengan menjual lahan yang dimiliki untuk pengelolaan hatchery oleh pengusaha dari tempat lain," ujar Effendi yang mengaku keluarga besarnya juga memiliki usaha pembenihan ikan kerapu macan dan kerapu bebek di sini.

Ia pun berharap, pemerintah tidak hanya membangun fisik dan infrastruktur di desa ini, tapi melupakan pembangunan dan penguatan kualitas sumberdaya manusianya agar mampu menggali potesi ekonomi masyarakat di sini. "Kalau membangun fisik terus menerus, apa manfaatnya, apalagi setelah dibangun tidak bisa merawatnya dengan baik sehingga kemudian rusak dan harus dibangun lagi dengan biaya besar," katanya pula.

Effendi berharap, selain membangun infrastruktur dan sarana fisik seperlunya, juga tak lupa harus membangun kesadaran dan jiwa masyarakatnya. "Jiwa manusianya harus dibangun agar menjadi kuat dan memiliki kemampuan untuk mengembangkan usaha dari banyak potensi yang ada di sekitar desa ini, termasuk potensi perikanan darat maupun lautnya secara lebih baik," kata dia lagi.

Pengembangan pertambakan rakyat di Kabupaten Lampung Timur selama ini juga berkembang dan menjadi sandaran kehidupan masyarakat setempat. Budidaya tambak juga dikembangkan di berbagai daerah lain di Lampung, termasuk di pinggiran Kota Bandarlampung menuju kawasan Padangcermin Kabupaten Pesawaran hingga Kota Agung Kabupaten Tanggamus.

Semua potensi itu, ketika dioptimalkan, sudah membuktikan mampu membawa kejayaan budidaya tambak udang modern pernah dialami Provinsi Lampung, dengan kontribusi utama dari budidaya tambak udang modern di  Kabupaten Tulangbawang.

Menurut Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Lampung Setiato, pada masa kejayaan itu, telah menjadikan Lampung sebagai penghasil udang terbesar di Indonesia, yakni sebanyak 60 persen produksi untuk kontribusi nasional disumbangkan dari daerah Lampung. Kontribusi itu kemudian menjadikan pada 1997, Indonesia terangkat oleh Lampung, karena menjadi negara produsen udang terbesar kedua di dunia.

Pada era tahun 1990-an ini, tambak udang modern PT Dipasena Citra Darmaja (DCD) menjadi perusahaan tambak udang terkenal dan sebuah nama besar yang mendunia. Tambak Dipasena pada tahun 90-an merupakan kawasan minapolitan terbesar di Asia yang berlokasi di Lampung.

Kawasan tambak udang PT DCD (Bumi Dipasena) menjadi wilayah dengan dukungan fasilitas modern, di tengah rawa-rawa dan kawasan lahan gambut marjinal yang sebelumnya dianggap tak menghasilkan apa-apa, karena untuk menjangkaunya ke sini pun kesulitan sarana transportasi, jalan rusak, serta air bersih sulit didapatkan.

Namun saat itu, Bumi Dipasena telah dipoles dan menjanjikan kehidupan sejahtera, dengan areal tambak seluas 16.250 hektare berada di Rawajitu Timur, Tulangbawang. Sebanyak 9.033 petambak plasma dan 11 ribu karyawan menggantungkan hidup dari budidaya udang secara modern. Bumi Dipasena menjadi kawasan yang menarik banyak orang berkecimpung dalam bisnis udang dan berbagai sektor ekonomi produktif turunannya. Banyak orang berharap dapat berubah nasib di sini.

Tambak modern itu membuat produksi udang budidaya di Lampung sempat mencapai angka 75 ribu ton, berupa udang vanamei sebanyak 72 ribu ton dan sisanya udang windu. Data Bank Indonesia menyebutkan, saat itu, devisa yang disumbangkan dari tambak Bumi Dipasena mencapai puncaknya sebesar 167 juta dolar AS. Semua ini menjadikan kejayaan tambak udang dari Lampung yang berlangsung antara 1995, 1996, dan 1997.

Tapi, konflik antara petambak plasma dan perusahaan inti meletup, sehingga berdampak buruk bagi kelancaran budidaya udang dan operasional PT DCD yang menghadapi masalah hingga kini. Kondisi itu, akhirnya membuat produksi perikanan Lampung melorot drastis.    
   
Namun, Pemerintah Provinsi Lampung di bawah duet Gubernur dan Wakil Gubernur, Muhammad Ridho Ficardo-Bakhtiar Basri, bertekad kuat untuk dapat meraih kembali kejayaannya di bidang perikanan khususnya pertambakan udang, dengan berbagai terobosan yang akan dilakukan.
   
Langkah ini, menurut Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Lampung Setiato, akan diawali dengan membangun tambak percontohan (demfarm) di tiga kabupaten yang selama ini menjadi sentra produksi udang di Lampung, yaitu Lampung Selatan, Lampung Timur, dan Pesawaran. Tambak percontohan ini, akan dibangun pada masing-masing kabupaten itu mencapai sekitar 7--10 hektare. "Semua demfarm sudah berjalan. Harapan kami masyarakat sekitar demfarm dapat mencontoh budidaya udang di dalamnya," kata dia lagi.
   
Menurutnya, tambak ini merupakan milik nelayan setempat, dengan pemerintah hanya membantu memfasilitasi keperluan budidaya, seperti kincir air, plastik, pakan, dan lainnya. "Hasilnya lumayan banyak, per hektare-nya bisa mencapai 23 ton udang. Kami mengajarkan budidaya tambak yang baik. Ribuan hektare tambak di Lampung Selatan dan kabupaten lainnya bisa meniru itu,” katanya pula.

Selain membangun tambak percontohan, kata Setiato, pemerintah juga menyiapkan bantuan sarana produksi dan infrastruktur tambak yang diberikan kepada petani tambak. Upaya ini, diharapkan dapat mendorong petani tambak di wilayah itu terpacu mengelola usaha budidaya tambak dan menjadi contoh pengembangan udang jenis vannamei (Litopenaeus vannamei). "Tambak udang percontohan semi intensif dan intensif seperti ini, akan terus dibangun di kabupaten lain," ujar Setiato pula.

Sebelumnya, Gubernur Lampung M Ridho Ficardo juga telah menegaskan tekad Provinsi Lampung dapat kembali meraih kejayaan di sektor perikanan, khususnya dalam budidaya udang dari hasil tambak modern seperti pernah dicapai sebelumnya.

Gubernur Ridho, saat kunjungan Menteri Kelautan dan Perikanan ke Kabupaten Tulangbawang pada awal Maret 2015 lalu, sempat pula menyampaikan harapan agar menteri yang cukup populer dan dikenal tegas serta berani membuat terobosan ini, dapat membantu Lampung segera mengembalikan kejayaan Dipasena seperti di era sebelumnya.

Gubernur Lampung itu mengatakan, pembenahan di kawasan pertambakan Dipasena itu, antara lain perlu dilakukan dengan program normalisasi kawasan eks Dipasena, sehingga diharapkan akan mempercepat peningkatan kesejahteraan petani tambak.

Gubernur Ridho juga mengharapkan para pihak tetap menjaga aset eks Dipasena yang ada, dan kepada para petambak diminta tetap bekerja secara maksimal dengan menerapkan teknologi budidaya udang secara baik.

Menurut Gubernur, sumber daya kelautan dan perikanan di daerah ini terbilang melimpah, dengan luas wilayah 60.000 km2, yaitu daratan 35.376,5 km2, dan laut 24.820 km2, serta garis pantai sepanjang 1.105 km yang memiliki pulau-pulau kecil sebanyak 132 buah. Lampung juga memiliki beberapa teluk, yaitu Teluk Semangka dan Teluk Lampung, serta enam sungai besar, yaitu Sungai (Way) Sekampung, Way Mesuji, Way Seputih, Way Tulangbawang, Way Semangka, dan Way Jepara. "Lampung harus bisa kembali menjadi penghasil udang terbesar yang berkontribusi 60 persen dalam skala nasional," kata Gubernur Ridho menegaskan tekad kuat itu lagi

Secara khusus, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) merencanakan membangun pelabuhan perikanan rakyat, revitalisasi tambak rakyat, termasuk mengembangkan unit pengolahan budi daya ikan serta pengolahan rumput laut di Provinsi Lampung. Ditargetkan Lampung akan menuju nelayan sejahtera tahun 2019, dan Menteri Susi Pudjiastuti berharap, daerah Lampung akan bisa mewujudkannya, mengingat daerah ini memiliki sumber daya kelautan dan perikanan berlimpah. Lampung punya garis pantai terpanjang di Sumatera, yaitu 1.105 km. Belum lagi luas lautnya 24.820 km2, daratan 35.376,5 km, plus 132 pulau bertebaran di sepanjang pantainya.

Beberapa program kelautan dan kemaritiman yang dicanangkan dan diusulkan Provinsi Lampung ke KKP, antara lain revitalisasi lima pelabuhan perikanan beserta revitalisasi armada serta alat tangkap ikan. Lampung juga mengusulkan program revitalisasi tambak rakyat 1.000 hektare, normalisasi lahan tambak eks PT Dipasena Citra Darmaja (DCD) yang kini dalam pengelolaan PT Aruna Wijaya Sakti (AWS)--kelompok usaha Centralproteina (CP) Prima--seluas 1.000 hektare, serta pengembangan rumput laut di tiga kabupaten di Lampung.

Menanggapi tekad Lampung untuk dapat kembali berjaya di sektor perikanan, dan keinginan mengembalikan kejayaan tambak Dipasena, Menteri Susi pun berpesan kepada P3UW (Perhimpunan Petambak Plasma Udang Windu) maupun kelompok masyarakat setempat, agar mempunyai pikiran besar dan bersama-sama dapat menormalkan tambak Dipasena, bukan hanya memikirkan kepentingan pribadi.

                                        Potensi Berlimpah
Provinsi Lampung, menurut data DKP, memiliki potensi perikanan berlimpah berupa budidaya perikanan darat dan laut dengan memanfaatkan Zone Ekonomi Eksklusif (ZEE) yang belum sepenuhnya dimanfaatkan, serta masih dapat dikembangkan lebih lanjut. Produksi perikanan Lampung tahun 1997, yaitu perikanan darat dengan hasil 43.206 ton, dan perikanan laut 119.500 ton. Produksi tahun 1998, yaitu perikanan darat 54.142 ton dengan nilai sekitar Rp873.994.945.000 (yaitu ikan sawah, kolam, rawa, sungai, waduk, tambak, dan keramba); serta perikanan laut menghasilkan 11.783 ton, dengan nilai Rp21.976.476.000.

Provinsi Lampung memiliki potensi ekonomi yang sangat menjanjikan dari hasil perikanan, baik perikanan darat maupun laut. Seharusnya, dengan potensi seperti itu, sudah saatnya kini dikembangkan agrobisnis perikanan yang dapat menjadi basis pembangunan ekonomi nasional. Kini saatnya sektor perikanan dapat dijadikan primadona dan tidak diabaikan lagi dalam pembangunan ekonomi nasional.

Menurut data Bank Indonesia, peningkatan perolehan devisa ekspor Lampung antara lain terdongkrak oleh ekspor komoditas udang beku. Walaupun nilai ekspor kopi tahun 1995 turun sebesar 24,01 persen, namun komoditas udang muncul sebagai andalan baru ekspor daerah ini. Pada tahun 1995, Lampung telah mengekspor udang beku ke Jepang dan Hongkong sebanyak 10.194 ton dengan nilai devisa lebih dari 137 juta dollar AS. Angka ini sama dengan 12 persen dari nilai ekspor udang Indonesia dalam tahun itu yang menghasilkan devisa 1.137 juta dollar AS.

Sumbangsih tambak udang inti rakyat (TIR) pola inti an petambak plasma yang dimotori oleh PT DCD dan PT Central Pertiwi Bratasena (CPB) bila berjalan sesuai rencana, sebenarnya dapat menjadikan Lampung penghasil udang terbesar di dunia. Ini berarti Indonesia akan menyaingi Thailand menjadi penghasil udang terkemuka di dunia, dengan volume ekspor 202.000 ton, sementara Indonesia sendiri akan bisa mengekspor udang beku ke beberapa negara sebesar 110.070 ton.

Daerah yang potensial untuk tambak udang di Lampung adalah Pantai Timur yang meliputi wilayah timur Kabupaten Lampung Selatan, Lampung Tengah hingga Lampung Utara. Pantai timur Lampung yang cukup luas kawasan berupa rawa-rawa masih banyak belum digarap, dinilai sangat cocok untuk areal tambak udang rakyat maupun untuk kawasan pertambakan berskala besar.

Rencana semula, Provinsi Lampung ditargetkan akan mampu memproduksi udang sekitar 180.000 ton. Tetapi harapan itu sirna, setelah Indonesia terkena badai krisis maha dasyat yang memporakporandakan kehidupan ekonomi nasional dan membuat negeri ini nyaris bangkrut. Rencana pembangunan tambak udang di Lampung itu sekarang juga berantakan dan menjadi barang rongsokan, akibat utang Sjamsul Nursalim pemilik Gadjah Tunggal dan BDNI yang mengelola tambak PT DCD, dengan utang mencapai puluhan triliun rupiah, sehingga seluruh asetnya dikuasai BPPN. Ditambah dengan konflik dengan petani tambak udang yang dikenai beban utang oleh PT Dipasena, sehingga membuat semuanya menjadi berantakan.

Menurut Dinas Perikanan dan Kelautan Lampung, tambak udang di daerah ini mulai berkembang tahun 1974 yang dilakukan oleh masyarakat nelayan Pantai timur Lampung Selatan dan Lampung Tengah. Sejalan dengan membaiknya harga pasaran udang beku di pasaran dunia, tambak udang rakyat juga berkembang ke daerah pantai Teluk Lampung, Teluk Semangka hingga wilayah Lampung Utara. Pada Kecamatan Labuhan Meringgai Lampung Timur (semula masih Kabupaten Lampung Tengah), cukup luas areal sawah yang sudah berubah fungsi menjadi tambak. Kondisi serupa sebelumnya dialami berupa perubahan areal sawah di Pulau Jawa yang menjadi lahan industri dan perumahan.

Di kawasan pesisir daerah Kalianda Kabupaten Lampung Selatan dan sekitarnya, terdapat ada 60 unit usaha pembenihan benur udang. Menurut beberapa pengusaha pembenihan benur di Kalianda, setiap unit usaha pembenihan kecil itu rata-rata menghasilkan benur 1,5 juta ekor per tahun, dengan harga benur PL13 sampai PL15 (usia 13 sampai 15 hari) Rp 12 per ekor saat ini, usaha pembenihan udang berskala kecil itu memang menguntungkan.

Sejak 2009 hingga kini, pelan tapi pasti Lampung memulihkan dan mengembangkan kembali sektor perikanan, dengan menyokong 40 persen dari total 348.100 ton produksi ikan nasional per tahunnya. Produksi perikanan ini sebenarnya belum seberapa dibandingkan potensi produksi perikanan yang sebenarnya dimiliki Lampung. Potensi produksi perikanan tangkap saja, di provinsi ini diperkirakan bisa mencapai 388 ribu ton per tahun, belum termasuk produksi perikanan hasil budidaya, berarti baru sekitar 41 persennya saja yang terkelola selama ini.

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang dimotori Menteri Susi, mendorong pengembangan perikanan budidaya selaras dengan tiga pilar turunan dari Program Nawa Cita Presiden Joko Widodo (Jokowi)-Wapres Jusuf Kalla (JK) yang menjadi visi-misi pemerintahan saat ini, yaitu kesejahteraan, keberlanjutan, dan kedaulatan.

KKP menargetkan pengembangan perikanan budidaya tahun 2015 akan menghasilan ikan sebanyak 7,6 juta ton, dan rumput laut 10,3 juta ton (total 17,9 juta ton), dengan kebutuhan benih ikan bisa mencapai 90 miliar ekor, indukan 15,8 juta ekor, dan kebutuhan pakan ikan/udang 8,728 juta ton (60 persen untuk ikan air tawar seperti ikan mas, nila, gurame, patin, dan lele).

Sedangkan, untuk perikanan budidaya di Indonesia, yaitu perairan umum dengan potensi 158.125 ha, baru dimanfaatkan 1.564 ha, sehingga peluang pengembangan 156.561 ha; kolam dengan potensi 541.100 ha, pemanfaatan 176.509 ha, sehingga peluang pengembangan mencapai 364.591 ha.

Pengembangan tambak, potensi yang ada 2.964.331 ha, sudah dimanfaatkan 650.509 ha, dan peluang pengembangan 2.313.822 ha; laut dengan potensi 12.123.383 ha, dimanfaatkan baru 325.825 ha, dan peluang pengembangan 11.797.558 ha.

Adapun produksi perikanan budidaya nasional, tahun 2014 sebanyak 14.521.349 ton, yaitu rumput laut 10.234.357 ton, udang 592.219 ton, serta selebihnya berupa ikan kerapu, kakap, bandeng, ikan mas, nila, lele, patin, gurame, dan beberapa jenis ikan lainnya. Produksi perikanan nasional tahun sebelumnya (2013) mencapai 13.300.906 ton, dan tahun 2012 sebanyak 9.675.552 ton.

KKP menargetkan tahun 2015--2019, Indonesia dapat memproduksi hasil perikanan mencapai total 33,036 juta ton, dengan ikan hias 2,5 miliar ekor, dan nilainya mencapai Rp356,824 triliun, serta melibatkan tenaga kerja sebanyak 9.583.054 orang. Pada kenyataannya, hingga saat ini pemanfaatan lahan budidaya untuk perikanan, baru mencapai 26,8 persen.

Baik secara nasional maupun khusus di Provinsi Lampung, peluang budidaya perikanan masih terbuka luas untuk dikembangkan. Kondisi air berlimpah di sejumlah kabupaten di Lampung, seperti di Kabupaten Pesawaran, Tanggamus, Lampung Timur, dan Lampung Selatan, serta kawasan pesisir dan tambak yang luas di Pantai Timur Lampung maupun pesisir dan laut Lampung lainnya dengan garis pantai terpanjang di Sumatera, yaitu 1.105 km. Belum lagi luas lautnya 24.820 km2, daratan 35.376,5 km, plus 132 pulau bertebaran di sepanjang pantainya,.menyimpan potensi sangat besar untuk pengembangan perikanan darat dan laut, baik budidaya maupun tangkap, serta tambak dan budidaya rumput laut yang sangat menjanjikan pula.
   
Kini saatnya, usaha perikanan rakyat dan tambak ikan maupun budidaya udang modern skala rakyat maupun pertambakan modern skala besar, seperti pernah dibuktikan kejayaannya oleh Dipasena, seharusnya dapat bersama-sama diwujudkan. Bukan saja kejayaan sektor perikanan Lampung akan dapat dikembalikan, bahkan memungkinkan ditingkatkan untuk kesejahteraan masyarakat Lampung dan kemajuan daerah ini.

Lampung itu kaya raya dengan potensi perikanan sangat besar, kenapa masih berdiam diri membiarkan para nelayan dan warga pesisir serta pedesaan yang memiliki potensi usaha perikanan dan pertambakan sangat besar seperti itu, justru belum mendapatkan peluang dan kesempatan merasakan menjadi warga negara yang sejahtera dan makmur?