"Age of Ultron" Singgung Intelegensi Buatan

id Age of Ultron

Jakarta (ANTARA Lampung) - "You've meddled with something you don't understand!" (Kau mencampuri urusan yang tidak kau pahami!)

Ucapan tegas itu diucapkan Thor (Chris Hemsworth) kepada Tony Stark alias Iron Man (Robert Downey Jr) ketika Iron Man berusaha menciptakan sebuah sistem pertahanan supercanggih yang diharapkan bisa menggantikan peran Avengers dalam menjaga perdamaian dunia.

Kedua pahlawan super tersebut (Thor dan Iron Man) adalah bagian dari kelompok Avengers, yang diisi oleh beragam sosok yang memiliki keahlian khusus dan kekuatan melewati manusia biasa, yang dipimpin oleh Captain America (Chris Evans).

Pada awal film ditunjukkan Avengers yang menerobos benteng superketat milik Baron Wolfgang von Strucker (Thomas Kretschmann) untuk mendapatkan kembali tongkat-permata milik Loki (saudara Thor) yang berisi kekuatan mahadahsyat.

Sebelum Baron Strucker berhasil menggunakan tongkat-permata Loki untuk eksperimennya dalam menguasai dunia, Avengers berhasil merebut benda tersebut dan membawanya ke markas besar kelompok pahlawan super tersebut.

Namun, di tempat itu Iron Man menemukan bahwa tongkat-permata Loki itu dapat digunakan untuk memberikan tenaga bagi inteligensi buatan dalam sistem pertahanan supercanggih yang dimilikinya, yang dinamakan Ultron.

Ultron itu sendiri merupakan mesin canggih yang diharapkan dapat menegakkan perdamaian di seluruh dunia sehingga masyarakat internasional tidak lagi membutuhkan bantuan pahlawan super seperti tim Avengers.

Iron Man kemudian mengajak Bruce Banner alias Hulk (Mark Ruffalo) untuk membangun inteligensi buatan tersebut. Namun, tidak disangka inteligensi buatan alias Ultron ketika menyadari bahwa dirinya dibentuk untuk perdamaian dunia. Dia juga menyadari satu hal bahwa penghalang utama dari perdamaian adalah umat manusia.

Untuk itu, Ultron berupaya menghancurkan umat manusia agar bumi dapat berevolusi menuju perdamaian dunia sejati.

Ketika Avengers menyadari hal tersebut, mereka berupaya menghentikan Ultron. Namun, Ultron berhasil kabur dan mengajak mantan anak buah Baron Strucker, yaitu Scarlet Witch (Elizabeth Olsen) dan Quicksilver (Aaron-Taylor Johnson), untuk bergabung dengannya.

Dalam misinya untuk menghancurkan umat manusia guna menciptakan perdamaian dunia, Ultron membutuhkan logam terkuat di dunia yang disebut sebagai vibranium yang hanya bisa diperoleh di Afrika Selatan.

Saat menemui sang pedagang logam di pasar gelap Afsel, Avengers berusaha agar Ultron tidak mendapatkannya. Namun, lagi-lagi upaya itu gagal karena Scarlet Witch yang memiliki kekuatan mental untuk menghipnotis seseorang, memasuki alam pikiran masing-masing pahlawan super itu untuk membangkitkan kenangan terburuk yang mereka rasakan.

Akibatnya, Hulk menjadi mengamuk di area perkotaan di Afrika Selatan dan terpaksa dihentikan oleh Iron Man sebelum menimbulkan lebih banyak lagi kerusakan.

Setelah selalu gagal dalam menghentika Ultron, Avengers akhirnya memutuskan untuk menyepi di tempat rahasia yang dimiliki oleh salah satu anggotanya, Clint Barton  alias Hawkeye (Jeremy Renner).

Di tempat tersebut, mereka masing-masing memutuskan untuk mengatasi permasalahan psikologis akibat sihir Scarlet Witch dan berupaya bangkit kembali dalam menghentikan Ultron dan anak buahnya.

Iron Man, yang menyadari kesalahannya dalam menciptakan mesin inteligensi buatan yang ternyata berakibat buruk pada keberlangsungan umat manusia, memutuskan untuk membuat kembali program android yang bernama Vision (Paul Bettany).

Perbedaan dalam program inteligensi buatan kedua sistem tersebut adalah Ultron melihat umat manusia sebagai penghalang bagi perdamaian dunia yang abadi, sedangkan Vision memandang "kegagalan" umat manusia sebagai sesuatu hal yang indah sehingga memutuskan untuk melindungi umat manusia.

                                               Inteligensi Buatan
Pandangan mengenai inteligensi buatan atau dikenal pula sebagai artificial intelligence (AI) memang kerap menjadi salah satu topik bahasan yang mengemuka dalam sejumlah film fiksi ilmiah yang bernuansa futuristik.

Biasanya, film fiksi ilmiah yang membahas inteligensi buatan kerap menonjolkan bahaya atau potensi bahaya yang akan dihadapi manusia yang ingin mengembangkan mesin yang bisa berpikir seperti manusia.

Salah satu film terbaru mengenai pengembangan inteligensi buatan, antara lain Transcendence (2014) yang menampilkan program yang memiliki sifat kemanusiaan dan beragam jenis emosi, seperti kebahagiaan, senang, sedih, marah, hingga kedukaan yang tidak bisa dimiliki seonggok mesin biasa tanpa adanya kecerdasan buatan.

Namun, mesin-manusia dalam film Transcendence itu dianggap sebagai ancaman bagi pemerintahan Amerika Serikat yang mengirimkan pasukan untuk menghentikan sistem inteligensi buatan tersebut.

Lebih jauh lagi dapat kita ingin rangkaian film Terminator, yang juga pada dasarnya mengisahkan tentang pertempuran antara umat manusia dan pasukan robot yang ingin menghancurkan umat manusia.

Namun, tidak selamanya film tentang inteligensi buatan selalu bernada negatif atau pesimistik mengenai pengembangannya.

Misalnya, film Bicentennial Man (1999) yang bertutur tentang "android" Andrew (diperankan almarhum Robin Williams) yang berupaya mengembangkan dirinya yang awalnya mesin sehingga bisa memahami emosi manusia.

Bahkan, dalam film tersebut juga dituturkan mengenai Andrew yang setelah memiliki program untuk memahami emosi manusia, mengajukan petisi kepada Kongres Dunia (lembaga imajiner yang berperan seperti PBB saat ini) agar dapat diakui sebagai seorang manusia.

Membayangkan tentang seorang mesin yang bisa menjadi seperti manusia diakui memang bukan sesuatu yang belum tercapai, terlebih dalam masa seperti sekarang ini.

Akan tetapi, hal terpenting adalah umat manusia juga harus memahami bahwa di tengah kemajuan teknologi yang telah diraihnya, dia tidak boleh semena-mena terhadap alam dan bumi yang ada saat ini.

Pada masa depan, bukan tidak mungkin dapat muncul mesin canggih seperti Ultron yang mengambil kesimpulan bahwa umat manusia adalah faktor utama dalam terciptanya perdamaian dunia.

Dalam film Avengers: Age of Ultron memang tema inteligensi buatan tidak ditelaah secara mendalam karena terkalahkan oleh penggambaran visual canggih dan kisah pertempuran pahlawan super dan musuh-musuhnya yang memang menjadi bumbu utama kisah heroisme.

Selain itu, kelemahan lainnya dalam film berdurasi 141 menit itu adalah para penonton mesti dapat mafhum terhadap kisah-kisah film Avengers sebelumnya. Pasalnya, bila tidak, mungkin akan banyak penonton yang bertanya-tanya mengenai satu atau beberapa hal lainnya yang tidak dijelaskan secara gamblang dalam film tersebut.