Putusan Sarpin Lampaui Kewenangan DPR dan MK ?

id Kontroversi Hakim Sarpin

Jakarta (ANTARA Lampung) - Putusan hakim Sarpin Rizaldi dalam praperadilan Komjen Pol Budi Gunawan dinilai melampaui kewenangan DPR dan Mahkamah Konstitusi, kata Ahli Hukum Administrasi Negara dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta W Riawan Tjandra.

"Justru putusan itu sebenarnya menambahkan materi muatan pasal (tentang praperadilan dalam KUHAP)," kata Riawan di Jakarta, Senin (30/3).

Riawan menjelaskan, maksud dari menambahkan materi muatan pasal yakni soal penetapan tersangka sebagai objek praperadilan yang tidak diatur dalam KUHAP, namun dipergunakan dalam pemeriksaan penetapan tersangka Komjen Budi Gunawan dalam sidang dan putusan praperadilan.

Ia mengatakan atas putusan tersebut kemudian muncul gugatan praperadilan lain dengan objek penetapan tersangka berdasarkan putusan Sarpin dalam kasus Budi Gunawan.

Menurut Riawan, penambahan atau pengubahan materi muatan pasal seharusnya dilakukan oleh presiden atau DPR. "Itu kan kewenangan, presiden atau DPR," ujarnya.

Sementara penafsiran mengenai penyelenggara negara dan penegak hukum yang dilakukan Sarpin, kata Riawan, merupakan kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam melakukan penafsiran dalam undang-undang.

"Putusan praperadilan ini sebenarnya sudah menyerobot kewenangan Mahkamah Konstitusi, karena kewenangan untuk menentukan tafsir konstitusional atas makna norma suatu undang-undang itu adalah kewenangan Mahkamah Konstitusi. Tapi dalam hal semacam ini justru ditentukan oleh seorang hakim di pengadilan negeri," katanya.

Ia mengatakan, saat ini pemerintah perlu meluruskan mengenai penafsiran tentang penegak hukum dan penyelenggara negara yang berkaitan dengan Pasal 11 huruf a Undang-Undang KPK tentang subjek pelaku tindak pidana korupsi.

Riawan khawatir penafsiran tentang penegak hukum dan penyelenggara negara dapat diartikan lain ketika seorang tersangka korupsi menggugat KPK lewat praperadilan.

Selain itu, Riawan juga berharap Mahkamah Agung memberikan kejelasan terhadap pasal yang mengatur objek praperadilan dalam KUHAP.

"Tanpa ada kejelasan ini, saya agak khawatir pro kontra ini akan timbul dan nasib pemberantasan korupsi ada diujung tanduk," ujar dia.

Riawan berpendapat, penggerak untuk meluruskan proses hukum tersebut bermula pada KPK yang mengajukan peninjauan kembali dan kemudian ditelaah oleh Mahkamah Agung.

Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Universitas Andalas mengadakan uji akademis atau eksaminasi hasil putusan praperadilan Sarpin Rizaldi dalam praperadilan Budi Gunawan.

Majelis eksaminasi yang terdiri dari enam ahli hukum tersebut menemukan sejumlah putusan yang berseberangan dengan undang-undang dan melampaui kewenangan.

Beberapa di antaranya adalah kesimpulan hakim yang menetapkan pemohon bukan penegak hukum dan pemohon bukan penyelenggara negara.

Oleh karena itu majelis eksaminasi merkomendasikan hasil uji akademis mendorong Mahkamah Agung untuk memainkan peran pengawasannya terhadap kekuasaan kehakiman, sehingga proses hukum setiap hakim taat pada ketentuan hukum acara pidana.

Selain itu, rekomendasi juga diberikan pada pembentuk undang-undang untuk dapat memperhatikan persoalan praperadilan sebagai salah satu ketentutan hukum acara pidana yang harus direvisi guna memberikan kepastian hukum.

Majelis eksaminasi terdiri dari Guru Besar Hukum Pidana Unand Prof Dr Elwi Danil, Ahli Hukum Administrasi Negara Unand Dr Yuslim, Ahli Hukum Pidana Unand Dr Shinta Agustina, Ahli Filsafat Hukum Binus University Dr Shidarta, Ahli Hukum Pidana UI Gandjar Laksmana, dan advokat Sudi Prayitno.