Inilah Keputusan Pemerintah-DPR Soal Pilkada

id UU Pilkada

Jakarta (ANTARA Lampung) - Akhirnya pemerintah bersama DPR menyepakati undang-undang tentang pemilihan kepala daerah.

Ketua Komisi II DPR RI Rambe Kamarulzaman mengatakan Komisi II DPR, dan pemerintah sepakat menghapus uji publik dalam tahapan Pemilihan Kepala Daerah serentak.

"Ya kira-kira begitu (uji publik ditiadakan), kami semua bersepakat pada dasarnya tahapan yang kami persingkat," kata Rambe di Gedung Nusantara II DPR, Jakarta, Jumat (13/2).

Dia menjelaskan Komisi II DPR dan pemerintah sepakat memberikan kewenangan penuh urusan penjaringan calon kepala daerah untuk didaftarkan ke KPU merupakan kewenangan partai politik atau gabungan parpol, begitu juga dengan calon perseorangan.

Menurut dia, diperlukan kehati-hatian parpol dan gabungan parpol harus meneliti calon kepala daerah.

"Itu untuk menjamin segala sesuatunya punya kualitas, kompetensi, dan integritas jatuh kepada pemilih," ujarnya.

Rambe mengatakan kesepakatan antara Komisi II DPR dan pemerintah dalam uji publik telah disepakati, sehingga perdebatannya tidak terlalu keras membahas revisi UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pilkada.

Menurut dia, persyaratan 20 persen kursi atau 25 persen jumlah pemilih untuk seorang bisa mencalonkan diri, sehingga dari awal sudah ketahuan parpol yang akan mencalonkan kandidatnya, dan DPR akan perkuat posisi itu.

"Kami ingin parpol dari awal harus perhitungkan bahwa yang diusung sudah memiliki kompetensi, integritas, dan kualitas. Semua fraksi berpendapat bahwa parpol harus diposisikan sedemikian rupa," ujarnya.

Dia menjelaskan ambang batas pencalonan kandidat dalam pilkada ditetapkan 20 persen kursi parpol atau 25 persen jumlah pemilih.

Untuk calon perseorangan menurut dia ditingkatkan syarat dukungan dari yang sudah ditetapkan masing-masing 3,5 persen dari tiap tingkatan.

"(Di UU Pilkada) 6,5 persen naik menjadi 10 persen dan 5 persen (di UU Pilkada) menjadi 8,5 persen," katanya lagi.

Rambe menjelaskan hal lain yang telah disepakati dengan pemerintah terkait syarat pendidikan, karena setelah terjadi perdebatan maka disepakati untuk yaitu minimal SMA atau sederajat.

Menurut dia pemerintah menginginkan agar syarat pendidikan disamakan saja dengan UU terdahulu, yaitu sama dengan syarat seorang menjadi anggota legislatif dan presiden.