Jangan Lupa Kita Punya Zeolite

id Jangan Lupa Kita Punya Zeolite

Jangan Lupa Kita Punya Zeolite

R. Sugianto, MBA, mantan Ketua Ikatan Zeolite Indonesia periode 2000--2010 (FOTO: ANTARA Lampung/Budisantoso Budiman)

Bandarlampung (ANTARA Lampung) - Tersiarnya berita penandatanganan Pakta Integritas Swasembada Pangan di Harian Umum Lampung Post, Jumat 6 Februari 2015, terbayang oleh saya saatnya kita unjuk gigi masalah pertanian, akan banyak menghadapi kendala, dari masalah lahan, drainase, bibit tenaga kerja, dan pupuk. 

Tulisan  ini  bermaksud menyampaikan solusi, bukan argumentasi, juga bukan seluruh masalah yang disebut banyak itu, khususnya hanya masalah lahan.  

Lahan kita ini telah menjadi 'handicap' terbesar dalam hidup para petani, karena lahan sudah menyita tenaga tersendiri, baik karena masalah kesuburannya secara fisiknya, apalagi hara dan biota pengurai tanah plus pH tanah yang meninggi tingkat keasamannya. 

Jadi maslah ini saja yang posisinya saya jadikan upaya solusi yang diajukan.

Telah diidentifikasi bahwa masalah membludaknya produk-produk impor produk pertanian di negeri kita dikarenakan salah satunya adalah memang kekurangan produk dalam negeri sendiri. Tentunya banyak alasan-alasan lain, antara lain alasan teknik, ekonomi maupun politik bermain. Namun patut diakui bahwa salah satunya adalah menurunnya tingkat kesuburan tanah. 

Dengan predikat Negara Agraris, maka hal ini patut segera dieleminir, karena faktor-faktor pembantu pembaik unsur tanah tersedia, yaitu mineral yang tersedia berlimpah di alam.

Kini, di pemerintahan yang berorientasi pada percaya diri sendiri dan rasa kemandirian dan kemampuan, patut kita dukung dalam upaya Stop Impor Produk Pertanian dan Tingkatkan Produksi Dalam Negeri, karena kita memiliki bahan baku, salah satu unsur pembaik tanah yaitu Zeolite.

Indonesia adalah Negara Agraris, sehingga kebutuhan bangsa telah secara tidak langsung disediakan oleh Allah SWT, oleh sebab itu oleh putra bangsa telah merintis dan menggali sumber daya mineral untuk dimanfaatkan, salah satu sarana itu berupa mineral Zeolite dari perut bumi pertiwi.

Adalah Charis Suhud sebagai Ketua PPSKI dan HKTI telah mencanangkannya dalam pidato pada Seminar Zeolite Nasional pertama yang berjudul "Potensi Zeolite untuk Agroindustri" di Hotel Panghegar Bandung 1990, yang kebetulan beliau adalah Ketua Seminar, dan jabatan kenegaraan saat itu adalah Ketua MPR. Kata beliau,: "Hadirin sekalian, sudah pasti Zeolite alam sebagai salah satu anugerah Tuhan merupakan barang tambang yang mempunyai nilai kemanfaatan cukup tinggi di bidang pertanian, peternakan, dan perikanan, diduga dapat meningkatkan efisiensi usaha. Selain itu, Zeolite juga sudah dimanfaatkan untuk bahan industrI pengolahan air bendungan, meredam pencemaran lingkungan dan sebagainya."

Seorang negarawan yang bervisi jauh ke depan dan jeli melihat keunggulan produk tanah air ini, terbatasnya pengetahuan tentang sifat-sifat Zeolite dan informasi tentang kegunaannya sehingga sampai saat ini belum dimanfaatkan secara optimal.

Mengapa harus Zeolite? 

Ketika tahun 1990 Bpk Charis Suhud, kita belum punya ahli Zeolite, tapi kini telah ada ahli Zeolite yang terorganisasi dengan baik (IZI), juga organisasi pengusaha zeolite (ASZEOTA) lengkap dengan hasil penelitian, jurnal maupun seminar, sehingga kebenaran ilmiah Zeolite patut dapat dipertanggungjawabkan bahwa Zeolite dapat meningkatkan kesuburan tanah yang bermuara pada peningkatan produksi pertanian.

Permasalahan di bidang pertanian telah terindikasi, yang merupakan inti utama berupa penentu pertanian yaitu tanah pertanian.

Permasalahan tanah di Indonesia adalah kadar bahan organik yang rendah, KTK rendah dan cepat merosotnya kesuburan tanah dan kemasaman tanah tinggi. Kadar bahan organik tanah-tanah pertanian di Indonesia terus mengalami pelandaian karena petani umumnya hanya memupuk dengan pupuk kimia secara terus-menerus tanpa atau sedikit sekali dengan penambahan bahan organk. 

Akibatnya, selain kadar bahan organik tanah menjadi semakin masrm dan keras, terjadi pula kerusakan struktur tanah dan berkurang populasi sebagian besar mikroorganisme tanah. Pada kondisi seperti itu, tanah meniadi tidak responsif terhadap pemupukan, sehingga produksi turun. 

Untuk mengatasi permasalahan rendahnya KTK dan penurunan kualitas tanah seperti tersebut di atas, maka diperlukan bahan yang dapat meningkatkan KTK dan mengembalikan kesuburan tanah, meningkatkan daya jerap tanah terhadap pupuk dan dapat menyimpan air lebih lama di dalam tanah. 

Bahan yang dapat digunakan untuk keperluan di atas selain kompos adalah Zeolit. Kedua bahan tersebut mempunyai kelebihan dan kelemahan. Bahan organik mempunyai kelebihan memberikan efek yang luas meliputi sifat fisik kimia dan biologi tanah, tetapi kelemahannya ketersediaannya terbatas dan mudah terdekomposisi sehingga harus sering ditambahkan ke dalam tanah.

Zeolite batuan berasal dari endapan magma hasil letupan gunung berapi jutaan tahun yang lalu, sehingga banyak mengandung mineral yang dibutuhkan oleh tanaman.

Zeolite mempunyai kecenderungan menjerap NH+ and K+  serta mempunyai KTK yang tinggi menjadi pembenah tanah yang tangguh dan menyimpan unsur hara yang efektif serta memperkecil kebocoran Nitrat ( minerals have a high affinity for NH+ and K+,  combined with a high CEC, making the material an effective amendment material for soils and sand to improve the overall CEC of the material and enhance the retention of essential nutrients, and reduce Nitrate leaching). Karena itu, jika kedua bahan pembenah tanah tersebut digabungkan, maka akan diperoleh bahan kompos-zeolit. 

Kompos-zeolit dapat diproduksi dengan menambahkan 10-30 persen zeolit dalam proses pengomposan. Pemberian zeolit pada proses pengomposan akan menghasilkan kompos yang berkurang baunya (Suwardi, 2008).   Pemberian kompos-zeolit pada dosis cukup dalam jangka panjang akan berdampak pada peningkatan kadar bahan organik dan sekaligus manambahkan kesuburan tanah. The retention of essential nutrients in a soil normally occurs as a result of the presence  of clay or organic matter (or both) in the soil. The cation Exchange capacity (CEC) of soil describes its ability to attract and hold essential (positively charged) nutrients. Normally clay and organic matter are the only contributors to the CEC of a soil.

Bumi Indonesia dikaruniai deposit pembenah tanah Zeolit  yang sangat besar, yang dapat dimanfaatkan  untuk mendukung pembangunan pertanian di Indonesia.

Untuk menghemat pemakaian di tingkat petani, Zeolit dapat diaplikasikan pada zona perakaran (alur pertanaman) khususnya untuk tanaman hortikultura seperti kentang, wortel, terong, cabai, dan lain-lain, dan tanarnan perkebunan (sawit, karet, kakao, dan lain-lain).

Pemakaian Zeolit dicampur dengan pupuk urea, dengan perbandingan 1:3 dapat meningkatkan hasil padi ± 25 persen. Namun demikian berdasarkan penelitian IPB, substitusi 30 persen pupuk Urea dengan Zeolit tidak berdampak terhadap penurunan produksi yang mengindikasikan adanya efisiensi pemakaian pupuk.

SK Menteri Pertanian No.: 7/KPTS/Mentan/Bimas/XI/1998 menyatakan bahwa Zeolite diklasifikasi sebagai bahan yang dapat meningkatkan efisiensi pemupukan dan soil condisioner, dan Permentan No. 2 Tahun 2006 tentang pupuk organik dan pembenah tanah memuat salah satu pembenah tanah yang direkomendasikan adalah Zeolit.
Namun sosialisasi pemanfaatan pembenah tanah mulai dari tingkat pusat hingga ke tingkat lapang masih terbatas adalah penyebab pemanfaatan Zeolite di Indonesia masih terbatas.

Potensi dan deposit sumber daya Zeolit sebagai pembenah tanah cukup berlimpah di negeri kita. Zeolit di Indonesia sekitar 205 juta ton yang tersebar di beberapa provinsi, seperti Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Berdasarkan jenisnya, terdapat 40 jenis Zeolit: klinoptilolit, kabazit, mordenit, filipsit,dan erionit.  

Memperhatikan struktur elemen pembentuk Zeolit alami, terdapat Ca, Mg, Na, K, Al, Si, dan H2O yang mempunyai sifat basa, sehingga dapat mengurangi kemasaman tanah (pH) ke arah netral yang merupakan salah satu indikator sifat kimia tanah, dan juga memberikan indikasi tentang kesuburan tanah, dengan nilai sekitar 22,2 mek/100 gram – 177,6 mek/100 gram tanah.  

Zeolit tersebut harus diproses melalui suatu teknologi berupa bubuk dengan ukuran 60 sampai 100 mesh, dan granular dengan diameter sekitar 1--3 mm.

Nah, kita jangan lupa punya Zeolite yang berlimpah, sumber daya mineral yang menakjubkan itu bila dimanfaatkan dapat memberi sumbangsih sangat besar bagi sektor pertanian, perkebunan dan perikanan kita. 
Mengapa tidak, semua potensi itu kita gali dan manfaatkan untuk berswasembada pangan.
(Sumber: berbagai sumber IZI, ASZEOTA ,dan lain-lain)

*Penulis, mantan Ketua Ikatan Zeolite Indonesia periode 2000--2010