"....Kalau Sudah Dilantik Tidak Mau Mundur Bagaimana....?

id Kasus Calon Kapolri Tersangka

Jakarta (ANTARA Lampung) - Kalimat tanya yang sangat sederhana tapi penuh arti itu terlontar dari mulut Ketua "Tim Sembilan" Ahmad Syafii Ma'arif usai dengan beberapa rekannya menemui Presiden Joko Widodo di Istana, Rabu (28/1).

Mereka menemui presiden guna membicarakan penyelesaian konflik antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPU) dengan Kepolisian Republik Indonesia (Polri).

Pertanyaan ini muncul karena Tim Sembilan sudah mengajukan beberapa rekomendasi tentang perseteruan antara lembaga antikorupsi itu dengan Polri terutama yang menyangkut pencalonan Komisaris Jenderal Polisi Budi Gunawan sebagai kapolri untuk menggantikan Jenderal Polisi Sutarman yang sebetulnya baru pensiun pada Oktober 2015.

Pada pertemuan dengan Kepala Negara itu, disampaikan beberapa pilihan yakni melantik Budi Gunawan namun kemudian memberhentikannya atau tetap juga melantiknya tapi kemudian memintanya untuk mundur. Pilihan ketiga adalah tidak melantiknya.

"Kalau dia sudah dilantik, namun kemudian tidak mau mundur, bagaimana...?, demikian pertanyaan Ahmad Syafii Ma'arif, seorang intelektual Islam yang sangat dihormati di Tanah Air.

Pada hari Rabu itu juga, Jokowi menerima para anggota Dewan Pertimbangan Presiden atau Wantimpres yang diketuai Sri Adiningsih, seorang pakar ekonomi juga membahas kisruh KPK-Polri. Namun Adiningsih menolak menjelaskan usul atau rekomendasi Wantimpres dengan alasan bahwa masukan Wantimpres hanya boleh diserahkan kepada presiden.

Dengan melihat usul Tim Sembilan itu, maka masyarakat tentu boleh berharap bahwa kasus ini akan segera bisa diselesaikan, karena sekalipun hingga saat ini belum ada keputusan presiden tentang pengangkatan Tim Sembilan, rekomendasi kelompok ini harus bisa dianggap sebagai hal yang resmi atau sah karena mereka merupakan tokoh-tokoh nasional.

Selain Syafii Ma'arif mereka itu adalah Jimly Asshidiqie (mantan ketua Mahkamah Konstitusi, dua mantan anggota KPK Erry Riyana Hardjapamekas dan Tumpak Hatorangan, guru besar Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana, mantan wakil kepala Polri Komnjen Purnawirawan Oegroseno, pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar serta mantan kapolri Jenderal Polisi Punawirawan Soetanto. Namun pada pertemuan itu, Soetanto berhalangan hadir.

                                        Begitu Rumitkah Kasus Ini?
Tak lama setelah secara resmi Budi Gunawan diumumkan sebagai calon kapolri sehingga harus bertemu dengan Komisi III DPR dan kemudian mengikuti uji kelayakan dan kepatutan di DPR, KPK membuat kejutan dengan mengumumkan bahwa mantan Kapolda Jambi itu disangka terlibat kasus gratifikasi.

KPK kemudian juga pernah menyebutkan bahwa Budi pernah menjadi calon menteri dalam kabinet-nya Jokowi. Namun kemudian KPK memberikan penilaian negatif yang lazim disebut "rapot merah" sehingga tak layak menjadi menteri.

Rupanya rekomendasi KPK itu ditanggapi secara negatif oleh para pembesar Polri, sehingga kemudian Wakil Ketua KPK Bambang Widjajono dituduh pernah terlibat dalam kasus kesaksian palsu pada pemilihan bupati Kotawaringin Barat, Provinsi Kalimantan Tengah dengan calon yang kalah adalah Sugiyono Sardani dari PDIP.

Wakil Ketua KPK ini ditangkap ketika mengantar anaknya ke sekolah dan tangannya diborgol.

Para polisi itu mungkin diperintahkan untuk menangkap Bambang itu harus pura-pura tidak sadar bahwa yang diborgolnya bukanlah pimpinan KPK tapi seorang penjahat kambuhan atau perampok besar.

Pengumuman KPK pada seorang anak Budi pada tahun 2005 saat baru berusia 19 tahun sudah menerim transfer tidak kurang dari 5,9 juta dolar Amerika Serikat yang kemudian ditransfer ke rekening pejabat tinggi Polri ini.

Akhirnya perseteruan antara Bambang Widjajono dengan Budi Gunawan atau antara KPK dengan Polri menjadi terbuka atau semakin terbuka. Tontonan ini tentu saja menarik perhatian jutaan warga di Tanah Air. Sementara itu dari Yogyakarta muncul berita yang menyedihkan karena seorang prajurit Polri harus tinggal di kandang sapi dengan beberapa anggota keluarganya. karena tidak punya uang untuk membeli atau menyewa rumah.

                                                    Bambang X Budi
Setelah menyadari bahwa posisinya bisa menyulitkan lembaga antiarsuah itu, maka secara kesatria Bambang Widjajanto menyatakan permohonan untuk mundur sementara dari kantornya itu namun ternyata pimpinan KPK menolak permintaan itu.

Jika di satu pihak Bambang sudah minta mundur, maka kemudian bagaimana sikap sang jenderal yang merupakan "lawannya" itu?

Ternyata sampai dengan Kamis siang, tidak ada pengumuman sejenis atau serupa dari jenderal berbintang tiga ini padahal rekomendasi Tim Sembilan sudah jelas yakni agar Presiden tidak melantiknya.

Kalau dia tetap dilantik sebagai kapolri namun kemudian menolak mundur, apa yang bakal terjadi dalam Kabinet Kerja ini. Pasti bisa diduga akan terjadi kekacauan politik, karena seorang pejabat negara apalagi di bidang hukum bertindak semaunya sendiri atau membangkang perintah atasan. Karena itu, yang paling layak terjadi adalah tidak dilantik, karena jika hal itu terjadi maka kewibawaan Presiden Joko Widodo akan tetap terjaga dan citra pemerintah akan bisa dijaga.

Seorang pakar hukum Denny Indrayana pada hari Rabu malam menyatakan bahwa ia mendengar Budi akan dilantik pada hari Kamis. Ia mengingatkan bahwa akan muncul berbagai konsekuensi jika Budi bersikeras untuk dilantik sebagai pimpinan kepolisian. Karena sudah seperti benang kusut maka bagaimana kemelut ini bisa diselesaikan?
"Presiden harus memberi kepastian terhadap siapa pun penegak hukum yang berstatus tersangka untuk mengundurkan diri selama berstatus tersangk," kata Syafii Ma'arif.

Seorang anggota lainnya "Tim Sembilan" Imam Prasodjo mengatakan bahwa tim ini hanya menyampaikan usul dan terserah Presiden untuk melaksanakannya atau tidak.

"Itu adalah hak Presiden," kata Imam Prasodjo dengan nada kalem.

Jika merenungkan penjelasan demi penjelasan para anggota Tim Sembilan ini, maka seluruh rakyat pasti sadar bahwa Presiden Jokowi pasti tahu apa yang harus dilakukannya. Namun di lain pihak, Jokowi juga harus menyadari penyelesaian kasus ini tidak hanya menyangkut masalah hukum tapi juga aspek politiknya terutama unsur partai-partai politik pendukungnya. Lihat saja beberapa komentar soal Budi dari partai pembelanya.

"Soal (Budi,red) diberhentikan setelah dilantik atau mengundurkan diri setelah dilantik, itu urusan lain. Yang penting dilantik dulu," kata Ketua DPP.PDIP Bidang Hukum Trimedya Pandjaitan.

Sementara itu, Wakil Ketua Nasdem di DPR Johhny Plate berkata, "Presiden mempunyai hak prerogatif untuk memberhentikan setelah dilantik".

Pendapat Trimedya dan Johny Plate ternyata berbeda jauh dengan Ahmad Syafii Ma'arif. Kalau begitu bagaimana rakyat harus bersikap?

Kalau ada seorang duta besar dari satu atau beberapa negara sahabat bertemu dengan Budi dan kemudian bertanya, "Kok Bapak Kapolri harus segera mundur karena sudah dinyatakan sebagai tersangka". Maka jawaban apa yang harus terlontar dari bibir sang kapolri ini.

Tim Sembilan memang diberi waktu untuk bekerja paling lama 30 hari, sehingga masih cukup waktu yang tersedia. Namun masyarakat di Tanah Air pasti sudah bisa menduga bahwa rekomendasi yang disampaikan pada hari Rabu kepada Presiden Jokowi pasti tidak akan banyak berbeda dengan hasil akhir nantinya.

Jadi, kalau begitu Presiden tentu tidak perlu menunggu sampai 30 hari tentang hasil akhir rekomendasi dari tokoh-tokoh penting ini. Sekarang pun pasti sudah bisa Presiden tahu apa yang harus dilakukannya untuk mengatasi masalah tersebut.

Yang mungkin hanya dipikirkan Kepala Negara adalah bagaimana kelanjutan dukungan partai-partai politik ini. Jika Jokowi tetap melantik Budi Gunawan maka mungkin dukungan partai politik khususnya Koalisi Indonesia Hebat akan tetap besar.

Akan tetapi pertanyaan lain yang harus dijawab Jokowi adalah karena sekarang ada beberapa politisi yang berbicara tentang kemungkinan dilakukannya pemakzulan atau impeachment maka apa yang bakal terjadi pada hari-hari mendatang apalagi Kabinet Kerja ini baru berusia 100 hari sedangkan masa kerjanya sampai Oktober 2019?

Masyarakat tentu sangat berharap agar Joko Widodo menunjukkan kebijaksanaannya, kehebatannya dalam bidang politik, hukum, ekonomi, sosial, budaya dan pertahanan dan keamanan sehingga tidak muncul lagi gertakan atau ancaman untuk melakukan pemakzulan.