Koalisi Masyarakat Sipil Sikapi Tata Kelola Minerba

id tata kelola minerba,koalisi

Total potensi kerugian penerimaan negara pada tiga provinsi tersebut adalah sebesar Rp305,757 miliar lebih."
Bandarlampung,  (ANTARA Lampung) - Koalisi Masyarakat Sipil Sumatera Selatan, Jambi, dan Bangka Belitung untuk Perbaikan Tata Kelola Minerba, menyoroti tumpang-tindih izin pertambangan di kawasan hutan daerah itu.
        
Hadi Jatmiko, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumsel, dalam pernyataan diterima di Bandarlampung, Jumat, menyebutkan,  data Dirjen Planologi Kementerian Kehutanan (2014) menyebutkan terdapat tumpang-tindih izin di kawasan hutan di Sumsel, Jambi, dan Babel.
        
Di Sumsel, sebanyak 12 izin pertambangan tumpang-tindih di dalam kawasan hutan konservasi, 21 izin di kawasan hutan lindung, dan 158 di kawasan hutan produksi.
        
KPK merekomendasikan mencabut 121 izin yang tumpang-tindih di kawasan hutan.
        
Namun dalam perkembangannya hingga hari ini, yang dicabut hanya sebanyak 8 izin (Presentasi Dirjen Minerba Kementerian ESDM pada Semiloka NKB, 11 November 2014 di Jakarta).
        
Menurut Hadi, data ini menunjukkan bahwa kepala-kepala daerah di Babel tidak serius dalam melakukan penataan izin sektor pertambangan.
        
Untuk Sumsel, Jambi, dan Babel, menurut dia, perkembangan pencabutan izin dinilai sangat lamban.
        
Hal penting yang perlu digarisbawahi, menurut Musri Nauli, Direktur Eksekutif Walhi Jambi, adalah adanya kepastian izin yang sudah dicabut tidak beroperasi lagi di lapangan dan perusahaan yang telah dicabut izinnya tidak dibiarkan tetap melaksakan kewajibannya.
        
Hadi Jatmiko menambahkan, sejak tahun 2010 hingga 2013, perkiraan potensi kerugian penerimaan negara mencapai Rp248,693 miliar lebih di Sumsel, Rp50,467 miliar lebih di Jambi, dan Rp6,596 miliar lebih di Bangka Belitung.
        
"Total potensi kerugian penerimaan negara pada tiga provinsi tersebut adalah sebesar Rp305,757 miliar lebih," ujarnya pula.
        
Direktur Walhi Babel, Ratno Budi, mengemukakan dampak ekologis dan kemanusiaan dari ekspansi industri tambang yang sangat serius.  
   
Bencana ekologis seperti banjir, sebagai akibat dari perubahan bentang alam dan menurunnya daya dukung lingkungan yang diakibatkan oleh industri pertambangan di Babel telah terjadi, dan berkemungkinan terjadi di daerah pertambangan lainnya, ujar dia mengingatkan lagi.