Washington (Antara/Xinhua-OANA) - Sambaran petir akan meningkat sebanyak 12 persen di Amerika Serika pada kenaikan rata-rata setiap satu derajat Celsius temperatur udara global, kata beberapa peneliti AS yang mempelajari dampak pemanasan global pada kegiatan petir.
Penelitian itu telah memperlihatkan sambaran petir lebih sering terjadi ketika udara lebih panas dibandingkan dengan ketiga udara lebih dingin. Namun sulit untuk mengetahui berapa banyak petir yang bisa diperkirakan saat temperatur global terus naik.
Perkiraan sebelumnya telah meramalkan sambaran petir dapat meningkat antara lima persen dan 100 persen bagi setiap kenaikan satu derajat Celsius temperatur udara global.
Di dalam studi baru tersebut, David Romps dari Universiity of California, Berkeley, dan rekannya memperkirakan dua properti atmosfir, yang dikenal sebagai kemampuan mengapung awan dan pengendapan, secara bersama mungkin menjadi penunjuk terjadinya petir.
Para peneliti itu mengabsahkan hipotesis mereka dalam berbagai pengamatan, dan kemudia menerapkannya dalam 11 model cuaca global untuk meramalkan peningkatan sambaran petir pada masa depan di seluruh Benua Amerika, wilayah tempat sambaran petir sering terjadi, dan dicatat dengan baik.
Temuan mereka, yang disiarkan pada Kamis (13/11), menunjukkan sambaran petir akan meningkat sebanyak 12 persen, dari jumlah tahunan saat ini sebanyak 25 juta, bagi kenaikan setiap satu derajat Celsius temperatur udara global.
Makin banyak sambaran petir berarti makin banyak orang cedera, kata Romps, sebagaimana diberitakan Xinhua --yang dipantau Antara di Jakarta, Sabtu pagi. Ia memperkirakan jumlah orang yang disambar petir setiap tahun berkisar dari ratusan sampai hampir seribu orang, dan sejumlah orang tewas.
Dampak penting lain dari peningkatan sambara petir, katanya, ialah makin banyak terjadi kebakaran hutan, sebab separuh kebakaran --dan seringkali yang paling berat untuk ditanggulangi-- dipicu oleh petir.
Makin banyak sambaran petir juga sangat mungkin menggerakkan makin banyak nitrogen oksida di atmosfir, yang menggerakkan kendali kuat pada kemistri atmosfir.
Para peneliti tersebut mengatakan metode mereka juga dapat digunakan untuk menilai perubahan masa depan jumlah sambaran petir di berbagai bagian lain dunia.
Studi itu disiarkan di jurnal AS, Science.
Penerjemah/Redaktur : A Rachma/Hisar Sitanggang
Berita Terkait
Rama mahasiwa prodi MMT angkatan pertama selesaikan studi S-2
Minggu, 17 Maret 2024 1:05 Wib
Motivasi siswa lanjut studi, SMAN 1 Tanjung Bintang sambangi Unila
Kamis, 22 Februari 2024 15:03 Wib
Sekolah formal di Bekasi sudah terapkan pendidikan antikorupsi
Rabu, 7 Februari 2024 6:15 Wib
Universitas Trisakti lakukan studi banding ke IIB Darmajaya
Jumat, 15 Desember 2023 7:56 Wib
Fakultas DHP IIB Darmajaya studi banding ke-6 perguruan tinggi di Pulau Jawa
Sabtu, 18 November 2023 9:42 Wib
Survei UMM sebut Mahfud MD bacawapres favorit di Jatim
Rabu, 18 Oktober 2023 18:45 Wib
Studi kampus ke Itera, siswa MAN 1 Metro mengenal prodi hingga jalur masuk
Senin, 11 September 2023 8:47 Wib
UPT PKLI Unila gelar monev studi mahasiswa asing semester genap tahun 2023
Selasa, 29 Agustus 2023 6:19 Wib