Menyelamatkan Orangutan Kalimantan

id Selamatkan Orangutan Kalimantan

Kalimantan (ANTARA Lampung) - Nasib orangutan kian memilukan. Setiap hari mereka kehilangan habitat akibat perambahan hutan dan alih fungsi lahan.

Jenis primata bernama latin "Pongo pygmaeus" yang sebelumnya hidup damai di hutan "rumah" mereka, terpaksa menjelajah jauh untuk mencari makan.

Tidak jarang mereka terpaksa masuk ke perusahaan perkebunan kebun atau permukiman penduduk dalam keputusasaan mencari makanan, sehingga konflik antara manusia dan orangutan pun tidak dapat terelakkan. Ironisnya orangutan acap kali dianggap hama.

Kondisi ini memicu terjadinya perburuan liar dan penangkapan satwa langka yang dilindungi secara hukum ini. Induk orangutan yang mati karena dibantai, meninggalkan bayi mereka menjadi "yatim piatu".

Sebagian besar bayi-bayi primata langka itu kemudian hidup dalam kondisi yang mengerikan, mulai dari dipelihara secara ilegal, dipaksa tampil dalam pertunjukan, atau diperjualbelikan di pasar gelap. Bahkan primata endemik Kaliantan itu menjadi sasaran pembantaian.

Kini orangutan dalam situasi terancam dan masa depan mereka tergantung pada aksi konservasi yang mendesak untuk menyelamatkan mereka dari kepunahan. Akankah satwa spesies endmik Kalimantan ini dibiarkan punah?

Karena itu sebuah organisasi nirlaba Borneo Orangutan Survival Foundation atau yayasan BOS mengusung kampanye Climb Orangutan atau Memanjat untuk Orangutan dalam rangka mengimbau semua pihak, khususnya rakyat Indonesia untuk turut berperan aktif dalam penyelematan orangutan dan habitatnya.

Kampanye ini merupakan salah satu upaya Yayasan BOS untuk meraih dukungan dari masyarakat Indonesia dan dunia dengan mengajak semua pihak beraksi sekarang juga untuk menyelamatkan orangutan. Yayasan BOS menggambarkan isu penting ini dengan meletakkan boneka bayi orangutan raksasa di sisi sebuah gedung.

Melalui media ini Yayasan BOS mencoba menggambarkan kondisi memprihatinkan yang dialami oleh orangutan. Mekera tidak lagi memiliki jalan untuk kembali ke hutan, habitat alami mereka. Orangutan yang memanjat gedung tinggi adalah simbol hancurnya habitat dan hilangnya rumah mereka.

Chief Executive Office (CEO) Yayasan BOS Jamartin Sihite, mengatakan Kampanye Climb For Orangutan ini merupakan simbol bahwa orangutan semakin tersingkir dari rumahnya di hutan dan karenanya membutuhkan dukungan nyata dari semua pihak, khususnya rakyat Indonesia.

Orangutan adalah spesies ikonik milik Indonesia yang juga memiliki fungsi sebagai penjaga ekosistem.

"Sebagai orang Indonesia, mari kita berbangga akan spesies ini dan menyadari bahwa kita perlu melakukan perubahan besar dan bersama-sama melakukan tindakan nyata sekarang juga untuk memastikan kelestarian spesies ikon Indonesia ini," ujar pria yang akrab disapa Martin.

Harus ada upaya nyata dari berbagai pihak untuk menyelamatkan orangutan dari ancaman kepunaha. Jangan sampai Indonesia hanya menyisakan legenda tentang orangutan dan hutan.

"Kita tidak menyadari bahwa dengan mengabaikan orangutan, berarti kita telah mengabaikan hidup kita sendiri. Sebagai salah satu penyebar biji yang sangat efektif, orangutan memainkan peran penting untuk meregenasi hutan," kata aktivis LSM yang peduli terhadap upaya penyelamatan satwa itu.

Karena itu dengan melestarikan spesies payung yang "karismatik" ini, seluruh spesies satwa dan alam liar akan terlindungi, dan pada akhirnya juga melindungi kehidupan manusia karena hutan menyediakan udara bersih, air bersih, percegahan banjir, erosi dan longsor, dan layanan ekologi hutan lainnya.

Yayasan BOS berjuang untuk menyelamatkan orangutan dari situasi yang kritis bekerja sama dengan masyarakat dan para pemangku kepentingan,

Yayasan BOS menjalankan dua program rehabilitasi orangutan terbesar di dunia, yakni penyelamatan orangutan dari area konflik (translokasi), pelepasliaran orangutan ke habitat alami mereka, dan bekerjasama dengan masyarakat dalam program pemberdayaan dan penyadartahuan.

Melalui kampanye "Climb For Orangutan", Yayasan BOS mengajak seluruh masyarakat Indonesia pada khususnya dan masyarakat global pada umumnya, untuk berpartisipasi dan mendukung konservasi orangutan, karena tanpa dukungan semua pihak, orangutan akan benar-benar punah.

Menurut Martin ada banyak cara untuk berkontribusi, namun paling mudah dan paling terjangkau adalah melalui Program Adopsi dan Donasi. Melalui program ini, setiap orang dapat berkontribusi dan melakukan tindakan nyata dalam melestarikan orangutan sekarang juga.

Yayasan BOS berkomitmen untuk melestarikan orangutan dan sejauh ini telah menyelamatkan lebih dari 2.200 ekor orangutan, 750 di antaranya kini berada di dua pusat rehabilitasi Yayasan BOS di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur.

Ia mengakui rehabilitasi orangutan membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang tidak sedikit. Tanpa bantuan masyarakat Indonesia dan dunia, Yayasan BOS tidak akan mampu merawat seluruh orangutan di Yayasan BOS dan melepasliarkan mereka ke alam liar kelak.

"Karena itu dukungan sekecil apapun, bersama-sama kita dapat membantu menyelamatkan masa depan orangutan, yang juga berarti telah melindungi kesejahteraan kehidupan manusia. Jangan biarkan anak cucu kita hanya melihat orangutan di buku-buku sejarah," kata Jamartin Sihite.

Ini saatnya untuk peduli dan beraksi untuk orangutan, spesies kebanggaan Indonesia. Mari berpartisipasi dalam gerakan Climb For Orangutan dan dukung Yayasan BOS!

                                   Kisah Memilukan
Kasus pembantaian orangutan di Bumi Borneo terus terjadi. Kisah memilukan yang menimpa primata langka itu seakan tak berkesudahan. Praktik pembantaian itu kerap terjadi di kawasan perkebunan kelapa sawit, karena orangutan dianggap hama tanaman sawit.

Tiga tahun lalu, tepatnya pada 2011 di Desa Puan Cepak, Kecamatan Muarakaman, Kabupaten Kutai Kartenegara, Kalimantan Timur, cukup menghebohkan dunia dengan berita tentang pembantaian orangutan yang dianggap hama di perkebunan sawit milik PT Khaleda.

Kasus pembunuhan massal orangutan itu kemudian menyeret sejumlah pelaku ke meja hijau. Setelah melalui proses pengadilan yang cukup lama, akhirnya pada 2012 empat terdakwa pembunuh orangutan di Kalimantan timur itu divonis bersalah oleh pengadilan.

Namun banyak pihak yang menilai ganjaran hukuman yang dijatuhkan kepada para pelaku relatif ringan. vonis Para terdakwa masing-masing hanya dijatuhi hukuman kurungan antara 8 bulan hingga 10 bulan dan denda antara denda antara Rp25 juta hingga Rp50 juta.

Itu pun dinilai berbagai kalangan hukuman itu hanya menyentuh di level pekerja lapangan yang merupakan orang desa setempat, belum menyentuh level penentu kebijakan di perusahaan sawit.

Kendati proses hukum bagi para pelaku penyiksaan dan pembataian primata langka itu telah dilaksanakan, namun konflik antara manusia dan orangutan yang melibatkan perkebunan sawit di Kalimantan timur terulang lagi.

Pada pertengahan Mei 2014, terungkap kasus penganiayaan orangutan di Bengalon, Kabupaten Kutai Timur. Seorang warga desa menemukan seekor orangutan yang tubuhnya penuh luka yang diduga akibat dianiaya dengan senjata tajam.

Nyaris tak ada efek jera atas ganjaran hukuman yang dijatihkan kepada para pelaku. Beradasarkan informasi dari masyarakat beberapa desa di Kalimantan Timur konflik orangutan dan perkebunan sawit masih berlangsung yang berujung pada aksi kekerasan terhadap satwa langka itu.

Beberapa pekerja perkebunan sawit diduga masih melakukan tindakan kekerasan atau bahkan pembunuhan dalam mengusir orangutan yang dianggap hama di areal perkebunan sawit.

Aktivis lembaga swadaya masyarakat yang peduli terhadap kasus penganiayaan dan pembantaian orangutan itu tidak hanya Yayasan BOS. Masih banyak aktivis lainnya, sebut saja ProFauna.

Masih rentannya konflik antara orangutan dan perkebunan sawit yang melibatkan masyarakat desa selaku pekerja di perusahaan sawit, mendorong "ProFauna" melakukan serangkaian edukasi dan pelatihan mitigasi untuk menangani konflik tersebut.

Protection of Forest & Fauna (ProFauna), sebuah lembaga independen nonprofit berjaringan internasional yang bergerak di bidang perlindungan hutan dan satwa liar juga melakukan aksi nyata dengan memberikan pelatihan kepada masyarakat tentang arti penting menjaga agar primata itu tidak punah.

Pelatihan, antara lain digelar di Desa Puan Cepak yang sempat dianggap sebagai desa "pembantai" orangutan itu.

Pelatihan dan edukasi diadakan ProFauna bekerja sama dengan Humane Society International of United Kingdom, Ape Alliance dan Laboratorium Keanekaragaman Hayati Universitas Mulawarman itu diikuti oleh sekitar 50 orang yang terdiri dari tokoh masyarakat Desa Puan Cepak, perusahaan sawit dan Dinas Kehutanan Kutai Kartanegara.

Kepala Desa Puan Cepak Kadir mengatakan pihaknya menyambut baik edukasi dan pelatihan seperti ini, karena masyarakat desa banyak yang tidak tahu tentang konservasi satwa liar.

"Tim ProFauna adalah organisasi pertama yang memberikan penyuluhan ke desa kami, bahkan pemerintah juga belum pernah melakukannya. Selama bertahun-tahun masyarakat di desak kami sebenarnya hidup berdampingan dengan orangutan, barulah ketika perkebunan sawit membuka hutan mulai muncul konflik dengan orangutan" tutur kadir.

Kepedulian para aktivis LSM dalam menyelamatkan orangutan dari kepunahan mendapat dukungan penuh dari pihak Kepolisian. Aparat penegak hukum berupaya mengungkap sejumlah kasus tindak kekerasan dan pembantaian terhada orangutan.

Terkait kasus kekesasan terhadap orangutan belum lama ini Polres Kutai Timur menyelidiki temuan orangutan terluka yang diserahkan warga ke Balai Taman Nasional Kutai (TNK).

Kapolres Kutai Timur AKBP Edgar Diponegoro menyatakan, akan segera menurunkan Satuan Reskrim dan memerintahkan polsek dimana orangutan tersebut ditemukan, untuk mengungkap penyebab satwa langka dan dilindungi itu mengalami kekerasan.

"Kasus tersebut harus diungkap, sebab kekerasan terhadap orangutan tentu akan menjadi perhatian masyarakat, bukan hanya di Indonesia tetapi juga dunia internasional, karena orangutan merupakan satwa lagka dan dilindungi. Kami akan melakukan penyelidikan untuk mengungkap siapa yang melakukan kekerasan itu," tegas Edgar Diponegoro.

Sementara itu, Kepala Seksi Pengelolaan TNK Wilayah 1 Sangatta Hernowo Supriyanto mengatakan, "pongo pygmeaus morio" atau Orangutan Kalimantan itu, mengalami luka yang cukup parah.

"Ternyata, di kaki kanannya ada luka dan sudah bernanah, sepertinya akibat ditembak atau ditombak. Telapak kaki kanan juga luka, sehingga sudah tidak bisa lagi memanjat. Cari urat saja untuk diinfus sulit dan dikasih makan juga susah mengunyah karena mulutnya hancur. Jadi, sangat sedih melihatnya," ujarnya.

Orangutan terluka itu kemudian diserahkan seorang warga Desa Separi Selatan, Kecamatan Bengalon, Kutai Timur, masih dalam kondisi terikat dan terluka.

Badrul Arifin, warga yang menyerahkan orangutan terluka itu mengaku menemukan primata langka dan dilindungi itu sudah dalam kondisi terluka dan terikat.

Menurut sejumlah warga selama ini kerap terlihat orangutan memasuki kebun warga, akibat tergerusnya habitat mereka oleh aktivtas perkebunan kelapa sawit dan tambang batubara.

Primata langka itu hanya mencari makan dan kerap terlihat pada pagi dan sore hari. Kadang, orangutan itu juga terlihat di sungai dan hutan. Warga banyak yang tidak tahu kalau orangutan itu dilindungi bahkan menganggapnya sebagai hama karena kerap mengganggu kebun mereka.

Sejatinya kasus penganiayaan dan pembantaian terhadap satwa langka orangutan itu masih berlanjut. Primata endemik Kalimantan Timur itu membutuhkan aksi nyata dari semua pihak tak hanya aktivis LSM, masyarakat, tetapi juga kesadaran dari para pengusaha perkebunan kelapa sawit.