PWI Gelar Bincang Sabtu Soal Pilkada

id pwi, cabang lampung, bincang sabtu, pilkada

PWI Gelar Bincang Sabtu Soal Pilkada

Para peserta sedang mengikuti Bincang Sabtu RUU Pilkada dengan pembicara dari Parpol, Kandidat Calon Bupati/Wali Kota, Parpol, KPU, dan Bawaslu, di Kantor PWI Lampung, Bandarlampung, Sabtu (20/9/14). (ANTARA FOTO/M.Tohamaksun).

Seolah-olah sistem pemilihan kepala daerah kembali pada persimpangan jalan."
Bandarlampung, (ANTARA LAMPUNG) - Pengurus Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi Lampung menggelar bincang Sabtu dengan tema "Pilkada di Persimpangan Jalan" dengan menghadirkan sejumlah narasumber baik dari parpol, akademisi, tokoh masyarakat maupun penyelenggara pemilu.
        
Acara yang berlangsung di Aula PWI Lampung, di Bandarlampung, Sabtu, menghadirkan pembicara Ketua Komisi Pemilihan Umum Provinsi Lampung Nanang Trenggono, Ketua Bawaslu Lampung Fatihatul Khoiriah, Akademisi Universitas Lampung Syafarudin, tokoh masyarakat propemilihan langsung Dedi Mawardi, Ismet Roni (Sekretaris Golkar Lampung/tokoh masyarakat pro pemilihan tidak langsung).
        
Ketua PWI Provinsi Lampung Supriadi Alfian mengatakan bahwa pro dan kontra terjadi menghiasi percakapan masyarakat akhir-kahir ini terkait wacana pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah yang dikembalikan menjadi wewenang anggota DPRD.
        
"Seolah-olah sistem pemilihan kepala daerah kembali pada persimpangan jalan," katanya.
        
Ia mengatakan bahwa wacana yang digulirkan oleh Mendagri Gamawan Fauzi pada 2012 itu kembali mengemuka setelah Pilpres 2014.
        
Menurutnya, menilik wacana tersebut dapat dinilai positif dan negatif dilaksanakan pilkada langsung maupun melalui DPRD.
        
Sekretaris Partai Golkar Lampung, Ismet Roni mengatakan bahwa tidak setuju pemilihan secara langsung mengingat mahalnya biaya demokrasi dan ketidakadilan bobot suara pemilih.
        
Selain itu, menurutnya, proses pilkada itu akan terjadi konflik horizontal serta terjadi perselisihan di antara kandidat.
        
"Pilkada langsung biaya tinggi dan tidak menjamin pemenangnya akan amanah," kata dia pula.
        
Ia mengatakan juga bahwa Depdagri mencatat bahwa hingga Januari 2014 ada 318 kepala daerah dari total 524 orang kepala daerah dan wakil kepala daerah tersangkut kasus korupsi. Belum lagi rusaknya mentalitas rakyat gara-gara politik uang.
        
Sementara itu, Dedi Mawardi tokoh masyarakat pro pemilihan langsung mengatakan bahwa suara tertinggi berada di tangan rakyat. "Rakyat yang paling berhak secara langsung menentukan siapa pemimpin mereka," katanya.
        
Ia mengatakan apabila diamanatkan kepada wakilnya di legislatif ada kekhawatiran masuknya kepentingan pribadi dan kelompok. "Biaya mahal merupakan konsekwensi dari upaya demokrasi," tambahnya.