Komunitas Seribu Bulan Tampil di Sekala Selampung

id Komunitas Seribu Bulan Tampil di Sekala Selampung

Bandarlampung (ANTARA LAMPUNG) - Komunitas Seribu Bulan (KSB) tampil pada Sekala Selampung di Lapangan Korpri Pemerintah Provinsi Lampung, Kota Bandarlampung, Sabtu (20/9) malam.

Kegiatan seni budaya ketiga kalinya yang didukung perusahaan tambak udang modern di Lampung, Central Proteinaprima (CP Prima) itu, selain KSB, Sekala Selampung kali ini kembali menghadirkan budayawan Emha Ainun Nadjib atau Cak Nun.

Penyair Lampung yang tampil membacakan puisi pada Sekala Selampung III ini adalah Ahmad Yulden Erwin, Yuli Nugrahani, dan Isbedy Stiawan Z.S.

Menurut Isbedy, dirinya membacakan sejumlah puisi berkolaborasi dengan KSB. Puisi yang dibacakan, antara lain "Muli" dan "Memasuki Ladang Tebu".

"Kedua puisi itu saya tulis pada tahun 2002-an sudah dimuat dalam kumpulan puisi saya Aku Tandai Tahilalatmu dan Menampar Angin. Namun, temanya tetap aktual pada saat sekarang ini," kata Isbedy pula.

KSB yang diawaki Hari Jayaningrat, Lil Rajo Cetik, Riky, Endro White, Ponco, Toto, Ipung, dan Rudi mengusung nuansa Lampung saat berkolaborasi dengan penyair berjuluk Paus Sastra Lampung ini.

"Bait dari puisi Muli ada yang disenandungkan oleh kawan-kawan KSB. Saya berharap penampilan kami di Sekala Selampung dapat menyenangkan," ujar Isbedy lagi.

Selain menyenangkan, kata Isbedy, tentunya dapat membuat orang merenung dan mencerahkan sebab puisi Isbedy tersebut bicara soal budaya kelampungan dan kritik sosial tentang penguasaan lahan rakyat untuk peladangan tebu oleh salah satu perusahaan gula putih di Lampung.

"Persoalan lahan atau tanah ulayat tidak akan pernah selesai ataupun basi. Akan selalu baru dan aktual," ujar Isbedy pula.

Setelah tampil di Sekala Selampung III ini, KSB rencananya akan hadir pada pembacaan puisi Dendang Krakatau, kumpulan puisi Diro Aritonang di Bandung, 27 September mendatang.

KSB akan berkolaborasi dengan pembaca puisi Iin Muthmainnah, Isbedy Stiawan Z.S., dan Syaiful Irba Tanpaka, serta penulis buku `The Song of Krakatau` Diro Aritonang.