Gubernur Ridho pun Ikut Bersenandung

id Gubernur Ridho pun Ikut Bersenandung

Gubernur Ridho pun Ikut Bersenandung

Gubernur Lampung Muhammad Ridho Ficardo. (FOTO: ANTARA LAMPUNG/Budisantoso Budiman)

Bandarlampung (ANTARA LAMPUNG) - Gubernur Lampung Muhammad Ridho Ficardo tak hanya dikenal sebagai gubernur termuda berusia 34 tahun, secara spontan ternyata pintar pula ikut bersenandung menyanyikan lagu bernuansa kritis karya Iwan Fals yang dinyanyikan grup band Pesawat Tempur.

Saat menghadiri peluncuran dan diskusi buku "Dari Oedin ke Ridho Kado 100 Hari Pemerintahan M Ridho Ficardo-Bachtiar Basri" di aula Harian Umum Lampung Post, di Bandarlampung, Rabu (17/9) petang, Gubernur Ridho tiba-tiba ikut bersenandung ketika penyanyi band Pesawat Tempur sedang menyanyikan lirik lagu bernada kritik tersebut.

Padahal lagu yang dinyanyikan karya Iwan Fals, yaitu "Manusia Setengah Dewa", dengan syair lagu ini diubah menyesuaikan dengan situasi acara diskusi buku menyoal 100 hari pemerintahan Ridho Ficardo, antara lain kata "Presiden" diubah menjadi "Gubernur".

Begitupula lirik lagu dalam bait yang berbunyi "turunkan harga secepatnya" diubah menjadi "jauhkan Lampung dari kemiskinan".

Spontanitas Gubernur Ridho ikut bersenandung lagu itu, padahal semula sengaja dipilih dinyanyikan untuk didengarkan dan menjadi perhatiannya, justru membuat kaget umumnya peserta diskusi yang berasal dari berbagai kalangan, pejabat Pemprov Lampung, akademisi, aktivis LSM, mahasiswa, jurnalis, praktisi dan profesional, anggota DPRD maupun anggota DPD asal Lampung.

Sambutan tepuk tangan gemuruh peserta diskusi pun menimpali aksi Gubernur Ridho ini.

Gubernur Ridho dan Wagub Bachtiar Basri yang hadir bersama sejumlah pejabat teras Pemprov Lampung termasuk Kapolda Lampung Brigjen Heru Winarko, sebelumnya sempat menerima penyerahan buku yang memang menjadi kado 100 hari masa pemerintahannya tersebut.

Ridho menyambut semua saran, masukan, kritik dan harapan besar atas kepemimpinannya di Lampung lima tahun ini.

Dia menegaskan, akan berupaya bekerja keras bersama jajarannya untuk memenuhi harapan termasuk, terutama memenuhi janji kampanye yang telah disampaikan sebelumnya.

"Slogan yang diusung 'Memberi dan Melayani Masyarakat Lampung' harus benar-benar dibuktikan agar menjadi kenyataan, bukan hanya janji kampanye belaka," ujar Dr Tisnanta, akademisi Fakultas Hukum Universitas Lampung yang juga penggagas dan penulis buku itu.

Panitia dari penerbit Indepth Publishing bekerjasama dengan Pusat Kajian Kebijakan Publik dan Hak Asasi Manusia (PKKPHAM) Fakultas Hukum Universitas Lampung serta Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Harian Umum Lampung Post dan berbagai pihak lainnya, juga menyediakan spanduk pesan dan kesan serta kritik dan saran bagi duet pemimpin Lampung.

Sejumlah pejabat dan peserta diskusi buku pun mengisinya dengan catatan masing-masing, termasuk di antaranya berisi harapan Lampung akan menjadi lebih maju dan masyarakatnya lebih sejahtera ke depannya.

Ridho pun menanggapi semua itu, dan menegaskan bahwa saat ini dia tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian dalam pengambilan keputusan penting bagi kebijakan pemerintahan Lampung ke depan, agar tidak menjadi salah langkah serta tidak pula menyalahi aturan yang berlaku.

"Saya bersyukur dan beruntung serta berterima kasih didampingi Wakil Gubernur Pak Bachtiar Basri yang berpengalaman di birokrasi," ujar Ridho lagi.

Berkaitan usulan adanya program unggulan yang menjadi "ikon" bagi daerah Lampung, Gubernur Ridho pun menjawab, "Saat ini, saya kurang memikirkan soal 'ikon'-'ikon' seperti itu, karena lebih memprioritaskan memikirkan urusan rakyat lebih dulu. Saya tidak akan mengurus megaproyek atau semacamnya yang justru nanti akan dihujat rakyat karena rakyat Lampung justru tidak bangga dengan semua itu. Saya akan lebih memikirkan gimana caranya rakyat Lampung ini bisa makan, punya pekerjaan yang baik, pertanian di Lampung menjadi lebih maju, ekonomi lebih berkembang. Izinkan saya dan Pak Bachtiar melakukan yang terbaik untuk daerah dan masyarakat Lampung ini," ujar Ridho lagi.

"Seratus hari pertama ini, kami memang terkesan kurang sigap dan tanggap, karena terus terang saya dan Pak Wagub masih penyesuaian. Tapi setelah ini, kami akan menaikkan ritme kerja kami agar harapan masyarakat untuk Lampung yang lebih baik dapat segera tercapai," katanya pula.

Menurut dia, meskipun terkesan stagnan dan tidak ada gebrakan dalam seratus hari awal pemerintahannya bersama Wagub Bachtiar Basri, namun dirinya mengaku kinerjanya dalam periode tersebut sebenarnya sudah sangat keras.

"Sampai tidak mengenal waktu, menerima telepon dari saya bagi kepala dinas pada jam 11 malam adalah hal yang lumrah," ujarnya.

Meski demikian, dia mengaku tidak sedikit di antara kepala dinasnya yang mengaku "terengah-engah" mengikuti ritme kerjanya.

"Insya Allah, setelah seratus hari, kinerja kami akan lebih keras karena masa penyesuaiannya sudah lewat," kata dia pula.

Buku tersebut merupakan kumpulan tulisan opini tentang pemerintahan gubernur-wagub Lampung yang baru, M Ridho Ficardo-Bachtiar Basri, yang dimuat di Harian Umum Lampung Post selama tiga bulan terakhir.

Buku tersebut ditulis oleh 33 penulis di Lampung dari berbagai latar belakang, di antaranya akademisi, budayawan, aktivis, dan jurnalis, dan diterbitkan oleh Indepth Publishing bekerjasama dengan PKKPHAM Fakultas Hukum Unila.