Walhi Ancam Gugat Penambangan Liar Bukit Bandarlampung

id Walhi Ancam Gugat Penambangan Liar Bukit Bandarlampung

Bandarlampung (ANTARA LAMPUNG) - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Daerah Lampung menyatakan siap menggugat Pemerintah Kota Bandarlampung dan para pihak bila membiarkan aktivitas penambangan liar dan penggerusan yang merusak lingkungan perbukitan di kota ini terus berlanjut.

Menurut Heri Hidayat SH, Manajer Advokasi Industri dan Perkotaan Walhi Lampung, di Bandarlampung, Rabu (10/9), pihaknya mempertanyakan ketegasan Pemkot Bandarlampung terhadap penambangan liar di bukit-bukit kota ini.

"Kenapa Pemkot Bandarlampung terkesan melakukan pembiaran terhadap aktivitas tersebut," ujarnya pula.

Padahal, ujarnya lagi, kemarin Wali Kota Bandarlampung Herman HN sempat menyatakan akan menyetop aktivitas tersebut dan jika perlu mengirimkan polisi pamong praja ke lokasi tersebut.

"Kami apresiasi pernyataan Wali Kota tersebut, namun hal tersebut belum cukup untuk menjawab persoalan. Perlu upaya lebih jika memang Pemkot Bandarlampung mempunyai komitmen terhadap pengendalian kerusakan lingkungan hidup di Bandarlampung," katanya lagi.

Heri mengungkapkan, hasil investigasi yang dilakukan oleh tim dari Sarekat Hijau Indonesia (SHI) Kota Bandarlampung menunjukkan Bukit Sukamenanti di Kedaton diperkirakan sudah mengalami kerusakan hingga 50 persen dan terdapat lima titik penambangan dengan menggunakan alat berat.

Kurang lebih ada 50 truk yang mengangkut hasil tambang keluar dari lokasi tersebut setiap harinya.

Setiap memuat 1 truk dibayarkan upah Rp100.000 dan dikerjakan lima orang buruh, sehingga upah tersebut dibagi lima orang, masing-masing mendapatkan Rp20.000.

Jika setiap hari di salah satu titik tambang mereka memuat batu ke dalam 15 truk, maka upah buruh setiap harinya bisa mencapai Rp300.000 per orang, kata Heri pula.

Walhi Lampung, menurut dia, mendesak Pemkot setempat harus tegas agar kegiatan tambang ilegal tersebut harus segera ditutup, dilaporkan kepada pihak berwenang dan ditindak secara hukum.

Berdasarkan pantauan Walhi, katanya pula, masyarakat sekitar Bukit Sukamenanti itu justru banyak yang merasa terganggu dan tidak nyaman atas aktivitas penambangan tersebut, antara lain karena truk angkutan yang melintasi permukiman meninggalkan debu serta merusak jalan di sekitar penambangan.

Namun warga segan untuk menyikapinya secara terbuka karena penambangan tersebut diduga "dibekingi" preman-preman lokal sekitarnya.

Berkaitan hal tersebut, ujar Heri lagi, Walhi Lampung menyatakan mengubah fisik bentang alam itu harus dengan kajian lingkungan dan perizinannya, sehingga tanpa proses itu berarti kegiatan tersebut adalah kejahatan dan ada sanksi pidananya.

Heri menyebutkan, Undang Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) pasal 98 ayat (1) menjelaskan bahwa "Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan orang dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah)".

Menurut dia, Walhi setempat juga masih mempelajari bagaimana proses kepemilikan bukit yang ada di Bandarlampung itu beralih ke pihak individu dan swasta.

"Kita semua tahu dan bisa melihat bagaimana tempat usaha atau rumah kediaman para tokoh, pengusaha dan penguasa bertengger di atas perbukitan. Kita semua tentu ingin tahu apakah mereka berhak untuk beraktivitas di wilayah bukit itu. Kita akan telusuri dan tanyakan klarifikasi ke instansi-instansi seperti Badan Pertanahan Nasional dan Pemkot Bandarlampung atau badan terkait di lingkungannya," ujar Heri lagi.

Khusus Bukit Sukamenanti, kata dia pula, pihaknya akan melihat apakah langkah Pemkot Bandarlampung dalam satu minggu ke depan terhadap aktivitas penambangan bukit itu.

Walhi Lampung, ujarnya, telah mempertimbangkan melayangkan gugatan jika tidak ada tindakan konkret dari Pemkot Bandarlampung yang tetap melakukan pembiaran atas penambangan ilegal tersebut.

"Kami akan lebih serius terhadap kasus-kasus lingkungan ke depan, mengingat kasus seperti ini jarang terselesaikan hanya dengan hearing dan diskusi," kata Heri pula.