Pulau Pasaran Menjaga Asa Sebagai Produsen Teri

id ikan teri, pulau pasaran, kota bandarlampung, nelayan

Pulau Pasaran Menjaga Asa Sebagai Produsen Teri

Puluhan buruh harian menyortir ikan teri di Pulau Pasaran Bandarlampung, Selasa (19.8). Mereka bekerja sehari bisa mendapatkan Rp10.000- Rp30.000. (ANTARA LAMPUNG/Hisar Sitanggang)

Semuanya tergantung cuaca dan hasil tangkapan nelayan bagan."
Ikan teri asal Pulau Pasaran memang belum setenar nama teri Medan yang banyak dijual  di kota-kota besar di Sumatera dan Jawa, namun mutu dan kegurihan teri asal Kota Bandarlampung tidak kalah dari teri asal Sumatera Utara tersebut.
            
Ikan teri yang pernah dulu dianggap tak berharga karena ukurannya yang kecil-kecil, belakangan ini terus menjadi primadona bagi nelayan dan perajin karena harganya yang cukup mahal dan permintaan atasnya pun tetap tinggi.
             
Ikan teri yang umum disukai masyarakat Indonesia adalah adalah teri geladah (Stolephorus indicus) dan teri nasi (Stolephorus tri).
             
Pulau Pasaran adalan sentra utama pembuatan ikan teri di Kota Bandarlampung. Pulau kecil itu hanya dihuni nelayan dan anggota keluarganya yang bekerja sebagai perajin ikan teri. Metode dan keterampilan mengolah ikan kering tersebut diperoleh mereka secara turun-menurun dengan melakukan perbaikan produksi berdasarkan pengalaman.
            
Pulau Pasaran mempunyai keunikan tersendiri karena letaknya yang sangat dekat dengan daratan, tepatnya di Kecamatan Teluk Betung Barat (TBB) Kota Bandarlampung. Luas pulau ini sekitar delapan hektare dengan jumlah penghuni kurang lebih 240 kepala keluarga (KK).  
      
Meski di Lampung terdapat juga tempat pembuatan ikan asin seperti di kawasan Tarahan, namun nama Pulau Pasaran yang lebih tenar di daerah itu. Pulau kecil itu kini sudah bisa dicapai dengan menggunakan sepeda motor atau berjalan kaki, karena telah dibangun jembatan beton sepanjang 500 meter yang menghubungkannya dengan pesisir Telukebetung Bandarlampung.
              
Jika mengangkut banyak ikan dari Pulau Pasaran
ke Telukbetung atau sebaliknya memasok kayu bakar ke pulau itu, mereka umumnya menggunakan perahu motor. Pulau tersebut tak bisa dijangkau dengan menggunakan mobil, karena lebar jembatan hanya sekitar 1,5 meter.
            
Dalam sehari bisa diproduksi di Pulau Pasaran sedikitnya 20 ton ikan teri berkualitas. Jika hasil tangkapan nelayan melimpah dan kondisi cuaca panas, produksi ikan Pulau Pasaran lebih banyak lagi.
            
"Semuanya tergantung cuaca dan hasil tangkapan nelayan bagan," kata Butri, salah satu perajin ikan teri di Pulau Pasaran.
            
Selain untuk memenuhi kebutuhkan ikan di Bandarlampung, ikan teri dari Pulau Pasaran sebagian besar dikirimkan ke Jawa, terutama ke Jabotabek dan Bandung.
           
Kualitas ikan kering dari Pulau Pasaran tidak kalah dengan produk ikan teri dari daerah lain, seperti teri medan. Komoditas laut produksi Pulau Pasaran itu memiliki spesifikasi perut utuh dan kepala tidak patah, yang menandakan mutunya bagus karena diolah dari ikan segar. Makin lama usia ikan teri maka kepalanya umumnya patah atau perutnya pecah.
           
Perajin ikan asin di Pulau Pasaran juga berusaha menjaga mutu ikannya tetap berkualitas premium, yaitu dengan mengolahnya di tengah laut, sedang di daratan hanya menjemurnya saja.
           
Nelayan asal Pulau Pasaran sebenarnya membeli ikan teri segar dari ratusan bagan yang terdapat di tengah laut di Teluk Lampung. Ikan itu kemudian direbus dengan air laut, kemudian dijemur di geladak kapal untuk meniriskan airnya.
            
"Kapal berangkat sore hari ke laut untuk membeli ikan dari bagan ke bagan. Kemudian ikan itu direbus menggunakan air laut. Paginya kapal sudah sampai di Pulau Pasaran, dan ikan tersebut langsung dijemur. Sorenya, ikan itu sudah dikemas dalam kardus untuk dikirimkan ke Pulau Jawa. Dikirim malam, paginya sudah sampai di kawasan Jabotabek dan Bandung," Asep, nelayan Pulau Pasaran.
   
                                                  Harga tinggi  
    
Para perajin di Pulau Pasaran menyebutkan tantangan mereka dalam memproduksi teri bermutu adalah makin terbatasnya hasil tangkapan ikan teri di Teluk Lampung. Padahal, harga teri cenderung selalu tinggi.
             
Harga ikan teri nasi di Pulau Pasaran berkisar Rp60.000/kg atau jauh lebih murah dibandingkan harganya di Jakarta yang bisa mencapai Rp100.000- Rp120.000/kg. Dengan demikian, harga teri jauh di atas harga ikan kakap merah dan tenggiri. Harga ikan kakap merah dan tenggiri di Bandarlampung umumnya berkisar Rp40.000- Rp55.000/kg.
            
Menurut Butri, produksi ikan teri lebih rumit dibandingkan produksi ikan asin lainnya sehingga dibutuhkan etos kerja tinggi dan keuletan dalam menggeluti bisnis tersebut.
            
"Misalnya, harus tahan tidak tidur dan punya fisik yang prima. Berangkat sore, merebus ikan di laut pada malam hari, menjemurnya di daratan pada pagi hari, menyortirnya di siang hari, dan sore sudah dikemas untuk dikirimkan ke pembeli. Setelah itu, berangkat lagi ke laut lagi," kata Asep.
            
"Kami harus mengolah ikan teri asin dari teri segar, makanya direbus di tengah laut agar bisa menggunakan air laut yang bebas pencemaran," katanya lagi.
            
Mereka tertolong dengan tersedianya buruh harian yang datang dari kawasan Telukbetung ke Pulau Pasaran. Jumlah buruh harian yang bekerja menjemur dan menyortir ikan asin di Pasaran bisa mencapai ratusan orang setiap hari, dan upahnya bisa berkisar Rp10.000- Rp50.000 sehari.
            
"Ikan teri masih disortir. Hasil sortiran ikan dibagi menjadi empat jenis, dan semuanya bernilai ekonomi. Harga tertinggi adalah teri nasi, dan ikan ini yang paling diminati. Menyortir ikan teri juga dibutuhkan ketekunan dan ketelitian karena ukuran ikanya kan kecil-kecil," kata Butri, perajin ikan asin setempat.
           
Para perajin menyebutkan teri Pulau Pasaran jarang tidak habis terjual, karena diminati pedagang dari Bandarlampung dan Jabotabek. Ikan teri dikemas dalam kardus ukuran 20-30 kg dan dikirimkan menggunakan jasa ekspedisi dengan biaya Rp1.500/kg.
           
"Menjelang sore hari, ikan sudah terjual habis karena sudah ada pembeli tetap," katanya.
            
Meski laris manis, mereka menghadapi kendala dalam mempertahankan Pulau Pasaran sebagai sentra produksi ikan teri utama di Lampung, yakni terbatasnya pasokan ikan saat cuaca buruk, sulit mengeringkannya pada musim hujan, dan membanjirnya ikan-ikan asin impor yang berharga lebih murah.
               
Para perajin menyebutkan mereka akan tetap menjaga asa Pulau Pasaran sebagai sentra produksi ikan teri, namun pemerintah perlu juga membantu mereka.  
        
"Kami harap pemerintah dapat memberikan solusi atau bisa membangun rumah produksi yang dapat melakukan produksi di dalam ruangan. Dengan demikian, penjemuran dan pengeringan ikan teri tidak lagi hanya mengandalkan panas sinar matahari," kata Rasito, salah seorang pengrajin ikan asin lainnya.
            
Kalangan lainnya menyebutkan Pulau Pasaran perlu dikembangkan secara serius sebagai kawasan minapolitan, dengan menjadikannya sebagai sentra produksi, pengolahan, pemasaran dan penjualan komoditas perikanan dengan mengoptimalkan fasilitas teknologi informasi, terutama akses internet.
            
Kemudahan berkomunikasi diharapkan dapat meningkatkan daya tawar nelayan dan perajin setempat, sekaligus memperluas pemasaran produksi mereka. Dengan kata lain, selain membangun jembatan panjang, pemerintah perlu juga membantu di bidang permodalan, pemasaran dan penguasaan teknologi dalam penangkapan dan produksi ikan asin.
             
Selain itu, sudah saatnya pemerintah lebih serius mengembangkan Pulau Pasaran sebagai objek wisata, yakni menikmati suasana laut melalui jembatan panjang menuju Pulau Pasaran, sekaligus membeli ikan teri bermutu premium di pulau kecil tersebut.