Perebutan Kursi Presiden di MK

id sidang gugatan plpres MK, prabowo

Kami tersakiti oleh praktik-praktik penyimpangan, ketidakadilan oleh penyelenggara pemilu."
Jakarta, (Antara Lampung) - Setelah Komisi Pemilihan Umum mengumumkan hasil perolehan suara Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2014, namun persaingan memperebutkan kursi presiden dan wakil presiden belum usai.

Terompet persaingan kembali dibunyikan setelah pasangan calon presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa mendaftarkan permohonan sengketa pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK).

Prabowo Subianto mengajukan gugatan ke MK karena merasa tersakiti atas pelaksanaan Pilpres 2014 yang dinilai penuh pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis dan masif, sehingga mencederai demokrasi yang merupakan kedaulatan rakyat.

"Kami tersakiti oleh praktik-praktik penyimpangan, ketidakadilan oleh penyelenggara pemilu," kata Prabowo saat sidang perdana di MK Jakarta, Rabu (6/8).

Prabowo yang didampingi pasangannya, Hatta Rajasa, serta beberapa pimpinan partai pendukungnya, menyatakan pihaknya bisa menerima segala hasil pilpres asalkan proses yang adil.

"Nasib bangsa Indonesia ada di sidang ini. Kita sepakati demokrasi, kita akan menghormati keputusan apapun kalau prosesnya jujur," kata Prabowo.

Bahkan mantan Pangkostrad ini siap menghadirkan puluhan ribu saksi untuk membuktikan pelanggaran yang dilakukan oleh pihak penyelenggara pemilu.

"Sebetulnya, kalau ada waktu kami bisa menghadirkan puluhan ribu saksi dan saya telah meminta saksi-saksi itu untuk membuat testimoni tertulis dan melalui video. Seandainya pun tidak bisa diterima di sidang (MK) ini, harus menjadi pelajaran bagi bangsa Indonesia," kata Prabowo.

Prabowo menceritakan ada salah satu saksi, seorang ibu, yang mengaku diintimidasi oleh petugas penyelenggara di sebuah tempat pemungutan suara (TPS) di Bendungan Hilir, Jakarta Pusat.

"Ada satu ibu yang datang ke tempat pemungutan suara lalu ditanya oleh petugas penyelenggara mau memilih siapa, nomor satu atau nomor dua. Begitu dia katakan Nomor Satu, tidak diperkenankan (memilih). Ibu-ibu (itu) masih hidup, ada di Bendungan Hilir," kata Prabowo.

Salah satu Kuasa Hukum Prabowo Hatta, Magdir Ismail, saat membacakan pemohonannya, mengungkapkan berdasarkan penghitungan pihaknya, jika tidak terdapat pelanggaran secara terstruktur, sistematis, dan masif maka pasangan Prabowo-Hatta meraih 67.139.153 suara (50,25 persen) sedangkan pasangan Jokowi-JK meraih suara 66.435.124 suara (49,74 persen).

Hal ini berbeda dengan hasil keputusan KPU yang menyatakan dan menetapkan pemenang Pilpres pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla setelah meraih 70.997.833 suara, sementara Prabowo-Hatta Rajasa hanya mendapat dukungan dari 62.576.444 suara.

Tim hukum Prabowo-Hatta  menyebutkan pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif terjadi karena adanya penambahan daftar pemilih tetap (DPT) yang mencapai angka 5 juta, serta jumlah surat suara yang digunakan tidak sesuai dengan surat suara yang sah dan tidak sah.

Magdir juga mengungkapkan bahwa adanya  pemilih dalam Daftar Pemilih Khusus Tambahan (DPKTb) juga lebih besar dari DPTB, serta adanya kecurangan-kecuranganyang terjadi pada 55.485 TPS di seluruh Indonesia sehingga memunculkan suara bermasalah sebesar 22.543.811.

Bahkan atas kecurangan yang terjadi ini, Magdir menyebut pihaknya tidak mendapatkan suara di 2.152 TPS. "Ada 2.152 TPS pemohon dapatkan angka nol, berdasarkan sistem noken di Papua," kata Magdir.

Untuk itu, pihak Prabowo-Hatta meminta MK menyatakan bahwa keputusan KPU yang memenangkan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla batal an tidak mengikat.

Jika MK berpendapat lain, Magdir meminta dilakukan pemungutan suara ulang di seluruh Indonesia atau setidaknya di 55.485 TPS yang bermasalah.

Menanggapi gugatan ini, pihak KPU yang diwakili salah satu kuasa hukumnya, Ali Nurdin mengatakan permohonan sengketa Pilpres yang diajukan pihak Prabowo-Hatta tidak memenuhi syarat karena tidak bisa menjelaskan kapan dan di mana termohon (KPU) melakukan pelanggaran.

Ali juga mengatakan bahwa pemohon tidak juga menguraikan hasil penghitungan yang menyebut pasangan nomor satu mendapat 50,26 persen, sedangkan pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla sebesar 49,74 persen.

"Pemohon secara tiba-tiba menampilkan data pada tiap provinsi, tapi tidak dijelaskan di tingkat PPS, PPK, dan tingkat Kabupaten/kota berapa perolehan suara pemohon," ujar Ali.

"Permohonan ini tidak memenuhi syarat, sehingga layak dinyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima," kata Ali Nurdin.

Sementara dari pihak terkait (pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla) menyebut Prabowo-Hatta sudah tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) mengajukan permohonan sengketa Pilpres ke MK.

"Jelas sekali bahwa pemohon menarik diri dari kompetisi yang sedang berlangsung, dan secara otomatis melepas haknya sebagai subjek hukum dalam Pilpres 2014 di forum MK yang mulia ini, sehingga pemohon tidak lagi memiliki 'legal standing'," kata Kuasa Hukum Pihak Terkait, Sirra Prayuna.

Sirra juga mengatakan MK tak punya hak memeriksa, mengadili, dan memutuskan gugatan Prabowo-Hatta tersebut karena Prabowo-Hatta tak punya kedudukan hukum untuk mengajukan gugatan, sehingga gugatan pasangan capres nomor satu itu dinilai tidak sah.

"Cukup bagi Mahkamah Konstitusi untuk menolak keseluruhan gugatan pemohon karena permohonan kabur," tandasnya.

Atas gugatan yang diajukan ini, Ketua MK Hamdan Zoelva menyatakan, pihaknya akan melaksanakan proses persidangan berdasarkan proses hukum yaitu pembuktian pihak-pihak dari pemohon, termohon dan pihak terkait.

"Putusan MK berdasarkan satu mekanisme yang diatur konstitusi bersifat final. Kami akan mengadili dengan sejujurnya, transparan dan terbuka agar masyarakat bisa melihat sendiri hasilnya," kata Hamdan Zoelva.

Dia juga menegaskan pihaknya akan memutus perkara sengketa Pilpres berdasarkan fakta-fakta yang diungkap oleh para pihak dalam persidangan, sama sekali tidak berpengaruh oleh demonstrasi, tekanan media, atau tekannan kelompok manapun.

"Tidak ada siapa pun dari lembaga negara dan partai politik serta dari ormas dari kelompok demonstrasn yang bisa menekan sikap mahkamah," kata Hamdan, usai acara Halalbihalal bersama karyawan MK di Jakarta, Selasa.

Untuk itu, Hamdan menyarankan kepada semua pihak untuk tidak mengerahkan massa saat sidang sengketa Pilpres di MK.

"Saya menyarankan serahkan kepada kuasa hukum masing-masing yang berperkara disini tidak perlu menurunkan massa ke MK," katanya.

Terkait kekhawatiran beberapa pihak yang mengkhawatirkan hakim MK yang berasal dari Parpol, Hamdan memastikan dan menjamin semua hakim akan melaksanakan persidangan memutus perkara dengan secara independen, imparsial.

"Saya sejak sebelum masuk ke MK sudah melepaskan ikatan dengan organisasi apapun termasuk parpol. Saya bekerja di MK dengan mandiri, independen dan sesuai keyakinan hati. Begitu juga para hakim lain," tegasnya.

Ketua MK ini menyatakan semua hakim MK akan memutus perkara dengan independen tanpa dipengaruhi siapapun. Percaya insya-Allah memutuskan dengan sebaiknya berdasarkan bukti dan fakta," katanya.