Jurnalis Harus Gugat Perusahaan Pers Tak Beri THR

id Jurnalis Harus Gugat Perusahaan Pers Tak Beri THR

Siaran Pers
 
Jakarta (ANTARA LAMPUNG_ Menjelang Hari Raya Idul Fitri, sesuai aturan pemerintah, perusahaan wajib memberikan Tunjangan Hari Raya (THR) pada seluruh karyawannya. Sesuai aturan, pemberian THR, selambat-lambatnya tujuh hari menjelang hari raya.
 
THR merupakan hak normatif yang harus diberikan pihak pengusaha kepada seluruh karyawannya sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 4 Tahun 1994 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja di Perusahaan baik itu pekerja dengan status tetap maupun kontrak yang diistilahkan oleh perusahaan pers dengan nama koresponden/kontributor/stringer.
 
Berdasarkan ketentuan tersebut, pengusaha media wajib membayarkan tunjangan, baik dalam bentuk uang, ataupun tambahan bentuk yang lain sesuai aturan undang-undang. Mereka yang memperoleh tunjangan itu adalah pekerja yang telah menjalani masa kerja di atas tiga bulan secara berturut-turut. Bagi pekerja/buruh yang bermasa kerja (baik tetap/kontrak) 12 bulan secara terus menerus  perusahaan wajib memberikan upah minimal satu bulan penuh.
Tetapi, bagi perusahaan yang telah mengatur pembayaran THR keagamaan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan (PP), atau perjanjian kerja Bersama (PKB) dan ternyata lebih baik dari aturan, maka THR yang dibayarkan kepada pekerja/buruh harus dilakukan berdasarkan pada PP atau PKB tersebut.
 
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mengingatkan pemberian THR kepada jurnalis adalah kewajiban perusahaan media tempat para jurnalis bekerja, BUKAN kewajiban narasumber, pejabat pemerintah, pihak swasta, atau pihak lainnya. Pasal 10 UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 menyebutkan Perusahaan pers memberikan kesejahteraan kepada wartawan dan karyawan pers dalam bentuk kepemilikan saham dan atau pembagian laba bersih, serta bentuk kesejahteraan lainnya. THR masuk dalam komponen dimaksud.
 
AJI menghimbau perusahaan pers memberikan THR paling tidak dua minggu sebelum lebaran. Hal ini mengingat kebutuhan jelang lebaran yang mendesak. Sehingga, jurnalis tidak mencari ‘THR’ dari luar perusahaan atau dari narasumber.
 
AJI menegaskan bahwa koresponden/kontributor/stringer harus diperlakukan SAMA haknya dengan karyawan. Pasal 59 UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tidak mengkategorikan jurnalis sebagai digolongkan yang dapat dialihdayakan, tetapi mereka terlindungi ke dalam jenis Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), sehingga berhak atas THR, bukan bantuan yang besarannya ditentukan ala kadarnya oleh pemilik media atau manajemen perusahaan.

AJI Indonesia menyerukan pengurus dan anggota AJI di 36 Kota/daerah seluruh Indonesia untuk memantau, mendata, dan membantu realisasi THR bagi jurnalis, baik yang bekerja untuk media lokal, regional, maupun para kontributor media nasional di kota masing-masing.
 
Apabila perusahaan media yang berkantor di Jakarta atau di daerah tidak memberikan THR pada Jurnalis, AJI menyarankan agar jurnalis melaporkan perusahaan itu pada Dinas Tenaga Kerja setempat atau bahkan mengajukan gugatan hukum pada perusahaan tersebut.
 
Menurut UU No 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, pelanggaran terhadap hak karyawan seperti THR dapat berujung pada gugatan Perselisihan Hak di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). AJI menghimbau para jurnalis yang tidak mendapatkan THR untuk tidak takut mengajukan gugatan pada PHI.
 
Selain pemberian THR, AJI Indonesia mengingatkan manajemen perusahaan media, untuk memberikan pelatihan liputan terutama pada jurnalis yang ditugaskan dalam liputan arus mudiik atau balik, dan memberikan peralatan keselamatan berkendaraan secara layak. Selain itu memberikan honor tambahan yang layak, pada jurnalis yang bekerja di hari raya Idul Fitri sesuai aturan ketengakerjaan atau yang tercantum dalam aturan perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB).

 

Jakarta, 17 Juli 2014
 
Ketua: Eko Maryadi                                                                                     

Koordinator Divisi Serikat Pekerja: Agustinus Eko Rahardjo