Panen Kopi Lampung Alami Penurunan

id Panen Kopi Lampung Alami Penurunan

Bandarlampung (ANTARA LAMPUNG) - Provinsi Lampung yang menjadi salah satu provinsi penghasil kopi di Indonesia, tahun ini menghadapi masalah rata-rata produksinya mengalami penurunan hingga 50 persen.

"Tahun ini panen kopi petani tidak memuaskan, karena turun hampir 50 persen dari biasanya," kata Ketua Renlitbang AEKI Lampung, Muchtar Lutfie, di Bandarlampung, Kamis (10/7).

Menurut dia, pada tahun ini, produktivitas panen kopi Lampung rata-rata 700 kilogram hingga satu ton per hektare atau jauh menurun bila dibandingkan tahun sebelumnya yang bisa mencapai 2 ton/ha.

Penurunan produksi kopi ini karena kerusakan buah akibat faktor cuaca berupa hujan yang menimbulkan busuk buah dan rontok buah.

Saat ini, hampir pada semua sentra perkebunan kopi Lampung yang sedang panen, seperti di Kabupaten Lampung Barat, Tanggamus, dan Waykanan, namun baru mencapai 50 persen.

Terkait penurunan ekspor kopi Lampung dalam dua bulan terakhir, Muchtar mengatakan bahwa persediaan kopi di gudang maupun petani juga menipis menyusul produksi yang menurun.

Selain itu, sebagian pengekspor juga masih menyimpan stok biji kopinya menunggu harga tinggi untuk meraih keuntungan, mengingat harga yang dibeli dari petani juga cukup tinggi.

Ia memerkirakan, bulan ini pengekspor maupun petani bakal menjual stok biji kopinya menjelang Idul Fitri, sehingga diperkirakan ekspor meningkat dibandingkan dua bulan terakhir.

Dia mengharapkan ke depan ekspor kopi Lampung akan menggembirakan jika petani merawat tanaman kopinya dengan benar.

Selain itu, ekspor kopi Lampung juga masuk ditopang dari pasokan kopi petani Provinsi Jambi, Bengkulu, dan Sumatera Selatan.

"Jika petani menerapkan penggunaan pupuk dengan benar kemungkinan hasil panen juga bagus, seperti penggunaan pupuk 1 kuintal dapat menghasilkan panen sekitar 1 ton," katanya pula.

Ia menyatakan, upaya peningkatan pengetahuan petani sebenarnya sudah cukup memadai, apalagi berjalan sosialisasi tim perkopian Lampung dengan demplot-demplotnya.

Demikian pula teknik-teknik bercocok tanam kopi sudah banyak kemajuan seperti saat habis panen, diperlukan penanganan yang benar juga tergantung ketekunan petani.

Selain itu, hal yang perlu diperhatikan agar produksi meningkat adalah ketersediaan pupuk yang masih menjadi permasalahan bagi petani.

"Saat petani memerlukan pupuk justru tidak tersedia, kalau pun ada harganya mahal, pupuk subsidi tidak ada di pasaran yang menimbulkan kekacauan di tingkat petani," kata dia lagi.

Menurut Sunyoto (60), petani kopi di Lampung Barat menyebutkan panen kopi tahun ini merosot hingga 50--60 persen, mengingat banyak tanaman kopi yang tidak berbuah akibat faktor cuaca.

"Hujan tahun lalu membuat biji kopi banyak yang rontok," katanya.

Selain itu, gugusan atau dompol berisi buah di tanaman kopi juga tidak penuh seperti tahun lalu.

Biasanya menurut Sunyoto, gugusan atau dompol itu berisi sekitar 30 buah kopi, tapi tahun ini hanya 15 buah kopi saja.

Ia menyebutkan produksi kopi tahun ini di wilayah Lampung Barat rata-rata hanya 700 kg--1 ton/ha atau turun bila dibandingkan tahun lalu yang bisa mencapai 2 ton/ha.

Harga biji kopi di tingkat petani antara Rp21.000--Rp22.000/kg. Sedangkan untuk harga basis antara Rp23.000--Rp24.000/kg.

Sunyoto menjelaskan, eksportir kopi di Lampung terutama PMA memiliki gudang di Lampung Barat, sehingga tidak perlu lagi membawanya ke gudang di pusat Kota di Bandarlampung.