Cikeas Saksi Komitmen Dua Kubu Untuk Menahan Diri

id Cikeas Saksi Komitmen Dua Kubu Untuk Menahan Diri, SBY, Presiden, Susilo Bambang Yudhoyono, Prabowo, Hatta, Jokowi, JK, KPU, Hitung Cepat, Quick Count

Cikeas Saksi Komitmen Dua Kubu Untuk Menahan Diri

Logo Pemilu 2014. (Dok/Istimewa).

Kami akan menyerahkan sepenuhnya kepada institusi yang berwenang yaitu Komisi Pemilihan Umum berdasarkan real count bukan quick count."
Jakarta (Antara) - Seusai saling klaim kemenangan versi hitung cepat, pasangan calon presiden-wakil presiden nomor urut satu Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan nomor urut dua Joko Widodo-Jusuf Kalla, bertamu ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Mereka bertamu ke Puri Cikeas Indah, Bogor, secara bergantian untuk bertemu langsung dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Rabu (9/7) malam.

Pasangan Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla (JK) mengawali rangkaian pertemuan itu dengan tiba di kediaman pribadi Presiden Yudhoyono sekitar pukul 21.30 WIB.

Kedatangan pasangan nomor urut dua itu disambut oleh Presiden Yudhoyono dengan didampingi Oleh Seskab Dipo Alam, Mensesneg Sudi Silalahi, dan Menkopolhukam Djoko Suyanto.

Sementara itu turut bersama Jokowi-JK antara lain Budiman Sudjatmiko dan Maruarar Sirait dari PDIP dan Ferry Mursyidan Baldan dari Partai Nasdem.

Seusai pertemuan yang berlangsung lebih kurang 30 menit itu, Jokowi kepada wartawan mengaku bahwa pertemuan dengan Presiden tersebut berawal dari permohonan Jokowi-JK pada Rabu (9/7) sore untuk bertemu Presiden Yudhoyono. Permohonan itu direspons positif dan dijadwalkan pada Rabu (9/7) malam di Cikeas.

"Kami menyampaikan apresiasi dan penghargaan kepada Bapak Presiden yang telah memimpin dan mengawal jalannya Pilpres sehingga sampai hari ini berjalan dengan lancar, baik, dan aman," kata Jokowi yang mengenakan baju batik berwarna cokelat.

Menurut Jokowi, Presiden menyampaikan keinginan agar semua pihak dapat mendinginkan hati dan euforia kemenangan tidak berlarut-larut agar massa yang berada di bawah atau akar rumput juga bisa tetap dalam kondisi dingin dan sejuk.

Jokowi juga menyatakan pihaknya siap menyanggupi agar pada esok hari tidak menyelenggarakan pawai, tetapi kalau hanya syukuran masih dinilai tidak apa-apa asal bukan di jalan.

Sementara itu JK yang mengenakan jas hitam mengatakan, terkait deklarasi kemenangan yang dicanangkan setiap pihak, hal itu dinilai tergantung hasil survei yang digunakan.

"Kami siap (menerima keputusan resmi KPU)," katanya seraya menegaskan komitmen untuk mengawal situasi agar tetap kondusif dan berjalan dengan baik, aman dan damai sampai pengumuman resmi KPU pada 22 Juli mendatang.

Setelah menerima pasangan nomor urut dua, Presiden Yudhoyono sekitar pukul 22.45 WIB menerima pasangan nomor urut satu, Prabowo Subianto-Hatta Rajasa yang malam itu tetap memakai baju putih-putih dan peci hitam.

Kepada wartawan seusai pertemuan, Prabowo Subianto menyatakan lebih mempercayakan hasil resmi KPU dibandingkan dengan hasil survei atau sejumlah media massa yang dinilai bisa merekayasa.

"Kami akan menyerahkan sepenuhnya kepada institusi yang berwenang yaitu Komisi Pemilihan Umum berdasarkan real count bukan quick count," kata Prabowo.

Ia mengingatkan bahwa proses yang dilakukan KPU memerlukan waktu sehingga bila ada pihak yang mendeklarasikan kemenangan maka dinilai merupakan langkah yang tidak tepat.

Calon presiden itu mengemukakan bahwa telah menjadi tekad dari Koalisi Merah Putih untuk terus menginstruksikan ke jajaran mereka agar tenang dan tidak terpancing.

Ia mengingatkan bahwa pihak yang lain jangan sampai melakukan aksi massa di lapangan yang mengakibatkan terbentuknya perang persepsi bahwa pihak tertentu yang menang.

"Situasi masih dinamis. Kita sama-sama menahan diri," katanya.

Prabowo juga mengatakan banyak proposal yang masuk terkait hasil survei sehingga ia menilai hasil survei bisa direkayasa. Dirinya berpegang kepada "real count" dan ketetapan KPU yang resmi.

Kepada media, ia ingin jangan menciptakan opini yang sama dengan memaksakan kehendak dan jangan digiring karena pihaknya menghormati kebebasan pers. Menurutnya masih ada kelompok media yang dinilai melakukan rekayasa.
   
                              Fenomena Hitung Cepat
Pada Rabu sore (9/7), publik dikejutkan dengan munculnya klaim kemenangan dari kedua kubu pasangan capres-cawapres.

Klaim dini tersebut didasarkan pada hasil hitung cepat sejumlah lembaga survei.

Setidaknya enam lembaga survei mengumumkan pasangan Jokowi-JK sebagai pemenang Pilpres 2014 versi hitung cepat sedangkan empat lembaga survei lainnya menyatakan pasangan Prabowo-Hatta sebagai pemenang Pilpres 2014 versi hitung cepat.

Enam lembaga yang melakukan penghitungan cepat dan menyatakan Jokowi-JK unggul adalah Lingkaran Survei Indonesia (LSI) yang menyebutkan Jokowi-JK unggul 53,28 persen, Prabowo-Hatta 46,72 persen; CSIS-Cyrus Jokowi-JK 52 persen, Prabowo-Hatta 48 persen; SMRC Jokowi-JK 52,79 persen, Prabowo-Hatta 47,21 persen; Indikator Politik Jokowi-JK 52,65 persen, Prabowo-Hatta 47,35 persen, Litbang Kompas Jokowi-JK 52,4 persen, Prabowo-Hatta 47,6 persen; dan RRI Jokowi-JK 52,5 persen, Prabowo-Hatta 47,5 persen.

Sementara empat lembaga lain yang melakukan hitung cepat, yakni Pusat Kajian Kebijakan dan Pembangunan Strategis (Puskaptis), Lembaga Survei Nasional (LSN), Indonesia Research Center (IRC), dan Jaringan Suara Indonesia (JSI) menyatakan pasangan Prabowo-Hatta unggul dalam Pilpres.

Pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Ari Dwipayana berpendapat munculnya hasil hitung cepat yang berbeda sudah diperkirakan sebelumnya, bahkan dinilai sebagai bagian untuk membingungkan masyarakat.

"'Quick count' tandingan akan dimunculkan sebagai tandingan atas hasil hitung cepat yang dimunculkan oleh lembaga survei kredibel," kata Ari.

Modus untuk menciptakan "quick count" tandingan, menurut Ari, tampak jelas dari kasus tidak digunakannya hasil hitung cepat dari Political Tracking yang dipimpin Hanta Yudha.

Fenomena itu menunjukkan tragedi yang menghancurkan independensi dan profesional lembaga survei karena lembaga survei dijadikan alat propaganda politik yang tidak mengindahkan kaidah-kaidah metodologi.

Selain itu, kata dia, upaya untuk memunculkan rilis hitung cepat justru dipakai untuk merancang skenario menyesuaikan hasil 'real count' dengan 'quick count'.

"Inilah bahaya berikutnya ketika akan muncul fenomena 'vote trading' yang berupaya memanipulasi hasil rekapitulasi suara, baik di tingkat desa maupun kecamatan," ujar Ari.

Sementara itu Pengamat komunikasi politik Universitas Diponegoro Semarang Turnomo Rahardjo menilai perolehan suara Pemilihan Umum Presiden 2014 hasil berbagai "quick count" perlu diuji publik.

Menurut dia, hasil penelitian, termasuk hitung cepat merupakan milik publik yang harus bisa dipertanggungjawabkan kepada publik, baik dari aspek etis maupun metodologis, yakni melalui uji publik.

Pengajar FISIP Undip itu menjelaskan asosiasi yang menaungi keberadaan lembaga-lembaga survei bisa "turun tangan" memfasilitasi penyelenggaraan uji publik atas hasil "quick count" dari setiap lembaga.

"Perlu dibuat semacam forum uji publik terhadap berbagai hasil 'quick count'. Masing-masing lembaga survei menyampaikan hasil penelitiannya, metodologinya, dan sebagainya yang mungkin saja berbeda," katanya.

Antara hasil "quick count" dan hasil penghitungan manual dari KPU, kata dia, merupakan dua persoalan yang berbeda, sehingga uji publik untuk mempertanggungjawabkan hasil penelitian itu tetap perlu.

Nantinya, Turnomo mengungkapkan masyarakat bisa menilai sendiri lembaga-lembaga survei yang profesional dan berintegritas melalui pengkajian metodologis yang berlangsung terbuka dan "fair".

Polemik pemenang pilpres kali ini tampaknya hanya waktu yang dapat menjawabnya. Namun sementara menanti tibanya pengumuman resmi KPU pada 22 Juli, komitmen masing-masing kubu untuk menjaga situasi kondusif layak memperoleh apresiasi demi kepentingan bangsa dan negara.