Siapa Yang Percaya Rupiah Kalau Bukan Kita

id Siapa Yang Percaya, Rupiah, Kalau Bukan Kita , BI, Bak Indonesia, Uang, Uwang, Duwit, Pembayaran, Batam, Singapura, Duwit, Utang, Dagang, Transaksi, V

Siapa Yang Percaya Rupiah Kalau Bukan Kita

Uang Rupiah baru. (ANTARA FOTO Dok/Zabur Karuru).

Mereka (orang Batam) yang menggunakan mata uang asing/dolar Singapura bukan tidak mencintai negara Indonesia, tapi hanya untuk kepentingan pragmatisme ekonomi sehari-harinya."
Jakarta (Antara) - Kegiatan transaksi pembayaran dengan menggunakan mata uang asing semisal dolar AS, dolar Singapura dan ringgit Malaysia di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia masih kerap terjadi terutama di perbatasan dan kota-kota besar pusat perdagangan dan pariwisata.

Transaksi yang menggunakan mata uang asing ini kelihatannya sudah lazim terjadi dan sepertinya masyarakat dan para pelaku bisnis sudah terbiasa dan tidak sungkan-sungkan lagi menggunakan mata uang asing, meski sebenarnya kita sudah punya peraturan yang melarang penggunaan mata uang asing dalam transaksi di wilayah Negara Kesatuan RI (NKRI).

Tengok saja apa yang terjadi di Kota Batam, berbatasan langsung dengan Singapura yang hanya 45 menit dengan menggunakan kapal fery untuk menyeberang ke pusat perdagangan internasional itu.

Masyarakat dan pelaku usaha di Kota Batam sudah terbiasa melakukan transaksi dengan menggunakan dolar Singapura dan ringgit Malaysia, bahkan kerap menyimpannya untuk kebutuhan sehari-hari atau hanya untuk menangguk untung dari selisih kurs.

Salah satu cafe dan restoran terkenal di kota itu yang terletak di pinggir pantai biasa menerima dolar Singapura dari para pengunjungnya. Demikian juga di pusat-pusat hiburan (pub) yang bertebaran di sekitar Nagoya juga kerap menerima dolar Singapura.

Namun ada juga yang enggan atau mungkin "malu-malu" menerima dolar Singapura, seperti yang terjadi di salah satu toko makanan (cokelat), kawasan Nagoya Batam.

Ketika pengunjung toko mencoba membayar belanjaan dengan dolar Singapura, namun penjaga toko tersebut menolak dengan halus. "Jangan pak, bayar aja dengan rupiah, ini kan Indonesia," ujarnya dengan tersenyum.

Selain di Kota Batam, penggunaan mata uang asing ringit Malaysia juga kerap terjadi di wilayah Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, Entikong yang berbatasan langsung dengan Malaysia.

Sebagian masyarakat Sebatik, Kabupaten Nunukan menggunakan ringgit Malaysia untuk kebutuhan transaksi sehari-harinya. Bahkan terkadang masyarakat setempat enggan menerima rupiah, sungguh miris rupiah ridak berdaulat di wilayahnya sendiri.

Kemudian penggunaan dolar AS untuk transaksi terjadi di Atambua, Nusa Tenggara Timur yang berbatasan langsung dengan negara Timor Leste. Selain itu penggunaan mata uang peso yang terjadi di Pulau Mianggas sulawesi Utara yang berbatas langsung dengan Philipina.

Namun masyarakat dan pelaku usaha sebenarnya juga tidak bisa disalahkan sepenuhnya, terutama mereka yang berada di daerah atau dekat dengan perbatasan negara lain. Mengigat kondisi lingkungan dan letak geografisnya yang lebih memungkinkan dan lebih murah menggunakan mata uang asing.

Hal ini juga seharusnya menjadi perhatian pemerintah dan lembaga terkait untuk mengatasi masalah pengunaan mata uang asing di daerah perbatasan. Mungkin saja pengawasan, penegakan hukum dan sosialisasi yang tidak berjalan secara optimal.

Transaksi pembayaran dengan mata uang asing semisal dolar Singapura yang terjadi di Kota Batam diakui  Asisten II bidang ekonomi dan pembangunan Provinsi Kepulauan Riau Syamsul Bahrum.

Syamsul mengatakan, penggunaan transaksi dalam mata uang asing di Kepulauan Riau khususnya Batam sudah lazim terjadi, lantaran Batam berbatasan langsung dengan Singapura dan Malaysia.

Ia mengatakan banyak pengusaha Batam yang mempunyai kerjasama erat dengan pengusaha-pengusaha Singapura dan perusahaan-perusahaan asing di Batam banyak yang "home based-nya" di Sinngapura.

Ditambah lagi, sekitar 4.500 tenaga kerja asing yang ada di Batam dan 1.600 orang yang keluar masuk Batam-Singapura per harinya.

Saking ramainya masyarakat dan pelaku usaha yang menggunakan mata uang asing, maka jangan heran jika banyak pedagang valas yang menjamur di Kota Batam. Dari 908 pedagang valas di seluruh Indonesia, sekitar 15 persennya ada di Kota Batam.

"Mereka (orang Batam) yang menggunakan mata uang asing/dolar Singapura bukan tidak mencintai negara Indonesia, tapi hanya untuk kepentingan pragmatisme ekonomi sehari-harinya," ujarnya.

Dia meminta pemerintah pusat dan semua pihak terkait untuk duduk bersama mencari solusi yang terbaik untuk kepentingan bangsa dan negara, misalnya dengan terus melakukan sosialisasi dan penegakan hukum yang persuasif serta mempertimbangkan kondisi dan letak geografis daerah bersangkutan.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi juga mengakui masih cukup banyak transaksi di pasar domestik dengan menggunakan dolar. Mulai dari pembelian bahan baku, kebutuhan energi, sewa gedung, sewa tempat di mal-mal, sewa gudang dan sewa apartemen semuanya dipatok dengan kurs dolar.

Padahal kata Sofjan Indonesia sudah punya UU No.7 Tahun 2011 tentang Mata Uang yang mengamanatkan bahwa rupiah wajib dipergunakan dalam setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran dan penyelesaian kewajiban lainnya yang dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Dia menyayangkan UU mata uang yang ditetapkan pada 2011 tersebut belum juga dilengkapi dengan turunannya berupa Peraturan Pemerintah (PP) yang dapat menjabarkan UU itu lebih jelas dan komprehensif. Tapi entah kenapa pembahasan PP itu antara pemerintah dan DPR belum jelas "juntrungannya" hingga sekarang ini.

Karena itu dia meminta pemerintah menertibkan transaksi pembayaran di pasar domestik yang menggunakan valuta asing.

Menurut dia maraknya penggunaan valuta asing dalam transaksi di pasar domestik dapat menyebabkan kurs rupiah rentah terhadap fluktuasi, dan juga membebani kalangan dunia usaha.

Tidak adanya produk hukum berupa PP yang melengkapi UU mata uang tersebut membuat penegak hukum sedikit "gamang" melakukan tindakan hukum bagi para pelanggar.

Direktur Tindak Pidana Khusus Mabes Polri Brigjen Pol. Kamil Razak mengatakan, pihak atau orang yang melanggar ketentuan pasal 33-34 UU No.7 Tahun 2011 tentang pelanggaran transaksi dengan menggunakan mata uang asing bakal dikenakan ancaman hukuman 1 tahun penjara dan denda Rp 200 juta.

Namun kata dia pihak Kepolisian tidak berkewajiban untuk menangkap pihak yang melanggar aturan tersebut.

"Itu tergantung penilaian penyidik apakah harus ditangkap atau tidak, misalnya yang bersangkutan (pelanggar) tidak mengulangi lagi perbuatannya," katanya.  

                          Percaya Rupiah
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Ronald Waas beberapa hari lalu (18/6) di Batam, mengatakan, terdapat tiga dimensi yang perlu dicermati dalam hal kewajiban penggunaan rupiah di wilayah NKRI.

Pertama, dimensi kebangsaan. Rupiah merupakan simbol kedaualatan NKRI, karena itu penggunaan mata uang rupiah dalam setiap transaksi di wilayah NKRI merupakan hal yang mutlak bagi setiap penduduk.

Kedua, dimensi hukum. UU No. 7 Tahun 2011 tentang mata uang telah mewajibkan penggunaan rupiah dalam setiap transaksi pembayaran yang dilakukan di wilayah NKRI.

Ketiga, dimensi ekonomi/bisnis. Kebutuhan dan ketergantungan terhadap mata uang asing (valas) yang tinggi untuk kegiatan transaksi akan menyebabkan ekonomi menjadi rapuh.

Ronald menjelaskan bahwa penggunaan uang rupiah di wilayah NKRI adalah hal yang wajib dan mutlak dilakukan warga negara dan siapapun yang berada di wilayah NKRI. Karena hal ini menyangkut kedaulatan negara dan kepercayaan terhadap rupiah yang harus selalu ditumbuhkan.

Karena itu kata dia sudah seharusnya semua pihak mendorong dan menguatkan penggunaan rupiah dalam setiap transaksi agar mata uang rupiah ini bisa dipercaya negara-negara asing.

Menurutnya kepercayaan masyarakat dan pelaku usaha nasional terhadap rupiah akan mendorong kepercayaann internasional terhadap mata uang Indonesia ini dan rupiah memiliki martabat di dalam maupun luar negeri.

"Karena kalau bukan kita (yang menguatkan rupiah), siapa lagi," ujarnya.

Dia mengimbau masyarakat maupun pelaku usaha untuk memutus anggapan bahwa memegang mata uang asing lebih aman daripada rupiah yang tidak bisa dipercaya dan rentan berfluktuasi.

Menurut Ronald kalau bukan kita sendiri sebagai warga negara Indonesia yang harus memulai percaya pada mata uangnya sendiri, maka kepada siapa lagi yang diharapkan?

Ronald menambahkan permintaan yang tinggi terhadap mata uang asing (valas) akan menyebabkan depresiasi rupiah dan meningkatkan inflasi serta menurunkan daya saing produk-produk Indonesia.

"Kita harus kurangi penggunaan valas dan tingkatkan penggunaan rupiah," ujarnya.

Menurut dia para pelaku usaha dan masyarakat  Indonesia diminta menggunakan mata uang rupiah untuk setiap transaksi di wilayah NKRI dan harus sudah dipersiapkan dari sekarang guna menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang diberlakukan pada 2015.

"Bank Indonesia meminta para pelaku usaha dan masyarakat untuk menggunakan rupiah dalam setiap transaksi di wilayah NKRI, jika tidak dipersiapkan dari sekarang dikhawatirkan Indonesia akan 'terlibas' negara-negara lain," katanya.

Mungkin masih ingat penggalan bait lagu "Rupiah" yang diciptakan Rhoma Irama, dan populer sekitar 1970-1980-an :

"Tiada orang yang tak suka, pada yang bernama rupiah Semua orang mencarinya, di mana rupiah berada Walaupun harus nyawa sebagai taruhannya, banyak orang yang rela cuma karena rupiah Memang sungguh luar biasa, itu pengaruhnya rupiah".

Mungkin rupiah yang digambarkan Rhoma Irama dalam lagunya itu dapat menggugah kita bahwa satu saat nanti orang banyak yang mencari rupiah, karena mereka percaya rupiah "kuat" dan stabil. Pengaruh rupiah juga luar biasa, artinya rupiah berdaulat dan punya martabat di dalam maupun luar negeri.

Agar rupiah mempunyai martabatnya di negeri sendiri bahkan di luar negeri sekalipun, tentu membutuhkan kemaun politik (political will) dan kerja keras semua pihak yang terkait mulai dari masyarakat, pengusaha, pemerintah daerah, legislator, Bank Indonesia, Departemen Keuangan, aparat penegak hukum/Polri, TNI dan lainnya.

Masalah lain yang perlu juga mendapat perhatian serius pemerintah yakni pembangunan infrastruktur daerah perabatasan dan pasokan kebutuhan pokok masyarakat disana juga harus terpenuhi dengan harga terjangkau.

Andai semua pihak yang terlibat mempunyai satu tujuan dan persepsi yang sama tentang "Cinta Tanah Air", maka rupiah akan menjelma menjadi mata uang yang kuat  dan berdaulat di negerinya sendiri.