Jaringan Kerakyatan Tuntut Pilgub Lampung Diulang

id Pilgub Lampung Dituntut Ulang

Jaringan Kerakyatan Tuntut Pilgub Lampung Diulang

Masyarakat Lampung yang tergabung dalam Jaringan Kerakyatan (JK) menuntut pelaksanaan pemilihan gubernur diulang. (FOTO ANTARA LAMPUNG/Agus Setyawan)

Bandarlampung (Antara Lampung) - Masyarakat Lampung yang tergabung dalam Jaringan Kerakyatan (JK) menuntut pelaksanaan pemilihan gubernur yang bersamaan dengan pemilihan legislatif pada 9 April lalu diulang karena banyak praktik politik uang.
        
"Salah satu calon yaitu nomor urut dua Ridho Ficardo--Bakhtiar Basri telah nyata-nyata melakukan praktik politik uang, sehingga harus didiskualifikasi sebagai peserta pilgub Lampung," kata juru bicara aksi JK Lampung, Rahmad Husein, disela-sela unjuk rasa di depan Kantor Gubernur Lampung, Kamis.
        
Menurut dia, Bawaslu sebagai pengawas pemilu seharusnya dapat bertindak tegas agar proses demokrasi di Lampung ini dapat berjalan sesuai aturan undang-undang berlaku.
        
"KPU seharusnya menunda pleno dan penetapan hasil pilgub yang berbarengan dengan legislatif tersebut karena masih banyak segudang permasalahan sehingga dapat mempengaruhi kualitas pesta demokrasi di provinsi ini," kata dia.
        
Ia menyebutkan, dalam demokrasi liberal seperti sekarang praktik jual beli suara dengan uang dan sembako (gula) pada Pilgub Lampung sangat kasat mata dan telah menjadi isu secara nasional.
        
"Praktik politik gula terlihat marak terstruktur dan masif, bahkan temuan di tingkatan masyarakat tersebar pada seluruh kabupaten/kota se provinsi hingga ribuan ton," kata dia.
        
Namun, ia melanjutkan, anehnya tidak satupun dari politik gula di Lampung yang sesungguhnya melanggar UU nomor 8 tahun 2012 pasal 301 mengenai politik uang tersebut masuk pelanggaran pidana.
        
"Inilah yang menjadi perhatian, kenapa Bawaslu dan Gakumdu tidak menetapkan hal tersebut sebagai pelanggaran yang bisa mendiskualifikasi pasangan nomor urut 2 itu," kata Rahmad Husein.
        
Ia juga menyebutkan, pelaksanaan pilgub yang berbarengan dengan pemilihan legislatif masih jauh dari kesuksesan karena banyaknya kecurangan-kecurangan yang tidak ditetapkan sebagai pelanggaran.
        
"Mulai dari penetapan DPT yang tidak akurat hingga undangan memilih (c-6) yang tidak dibagikan kepada masyarakat luas. Kalau diumumkan melalui media, bagaimana yang tidak melihat koran tersebut," kata dia.
        
Kemudian, kecurangan dalam perhitungan suara di tingkat TPS masih banyak saksi yang tidak memperoleh formulir c-1 menimbulkan dugaan penyelewengan hasil pemilu 2014.

Redaktur : Hisar Sitanggang