Irak Segera Diperkuat F-16

id Irak

Irak Segera Diperkuat F-16

Pesawat tempur F-16 C milik AU AS di atas udara Irak tahun 2008 (en.wikipedia.org)

Baghdad (ANTARA/Reuters) - Irak akan menerima 24 dari 36 jet tempur F-16 yang dipesannya dari AS pada awal 2014, kata seorang pejabat tinggi kepada Reuters, Minggu.
           
Pada masa pemerintahan Presiden Saddam Hussein, Angkatan Udara Irak merupakan salah satu yang terbesar di kawasan itu dengan ratusan jet yang sebagian besar buatan eks-Uni Sovyet. Militer Irak dibubarkan setelah invasi pimpinan AS pada 2003 yang menggulingkan Saddam.
           
Juli lalu, Perdana Menteri Nuri Al-Maliki melipatgandakan jumlah pesawat tempur yang akan dibeli untuk memperkuat angkatan udara yang terabaikan selama kurun waktu panjang ketika Irak bergantung pada dukungan udara AS.
           
Iskander Witwit, wakil ketua komite pertahanan dan keamanan parlemen, mengatakan, rombongan pertama 24 pesawat itu akan membentuk dua skwadron angkatan udara.
           
"Irak berniat memiliki perlengkapan yang lebih canggih daripada yang dimiliki negara-negara tetangga. Negara-negara tetangga kecil seperti Kuwait bahkan memiliki lima skwadron," kata Witwit.
           
Irak akan mengikuti pasar untuk pesawat-pesawat lain di masa datang, kata Witwit, dengan menambahkan bahwa pilot sudah melakukan latihan untuk menerbangkan pesawat baru F-16.
           
Sejumlah negara tetangga dan Massud Barzani, presiden wilayah otonomi Irak Kurdistan, telah mengungkapkan kekhawatiran atas pembelian jet-jet tempur itu oleh Baghdad.
           
Minggu (22/4), Barzani mengatakan, ia menentang penjualan pesawat tempur F-16 kepada Irak bila Maliki masih menjadi PM, karena ia khawatir pesawat-pesawat itu akan digunakan untuk menyerang Kurdistan.
           
Namun, Witwit menepis kekhawatiran itu dengan mengatakan kepada Reuters, jet-jet tempur itu dimaksudkan untuk mempertahankan Irak, tidak untuk "satu orang".
           
Pemimpin Kurdistan itu sebelumnya menuduh Maliki bergerak ke arah kediktatoran dan mengatakan, PM tersebut bertujuan "membunuh proses demokrasi" setelah ketua komisi pemilu Irak ditangkap atas tuduhan korupsi.
           
Irak dilanda kekerasan yang menewaskan puluhan orang dan kemelut politik sejak pasukan AS menyelesaikan penarikan dari negara itu pada 18 Desember 2011, meninggalkan tanggung jawab keamanan kepada pasukan Irak.